BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil kreatif dari imajinasi yang
direpresentasikan dari kehidupan nyata. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Sastra merupakan karya seni yang imajinatif sehingga
ia harus diciptakan dengan suatu daya
kreativitas.
Namun, kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya melahirkan
pengalaman batin dalam bentuk karya sastra, tetapi lebih dari itu. Seorang
pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan
yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan
pandangannya dan seorang pengarang harus dapat memilih unsur-unsur terbaik dari
pengalaman hidup manusia yang dihayatinya, yang akhirnya dituang dalam bentuk
tulisan.
|
Novel merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Dalam
novel, pengarang memaparkan realitas kehidupan manusia yang dibungkus dengan
rapi dengan menggunakan bahasa yang
dapat membuat pembaca ikut merasakan dan mengalami sendiri, seperti yang
dilukiskan oleh pengarang. Selain itu, novel dapat juga menjadi sarana perubahan tingkah laku manusia, mampu
menyampaikan nilai-nilai luhur, dan menjadi sarana penyampaian adat dan budaya
melalui tangan-tangan kreatif seorang pengarang. Pengarang memberikan gambaran kehidupan yang luar
biasa dalam novel. Kehidupan yang dijadikan sebagai cerminan bagi pembaca dalam
mengambil pelajaran akan sikap hidup yang dikandungnya.
Dalam novel muncul kejadian-kejadian yang membuat tokoh dalam cerita bisa
bersikap bijaksana atau mengambil sikap yang sesuai dalam menghadapi pertikaian
yang akan mengubah nasib mereka. Novel sebagai bagian dari karya sastra dan
sebagai produk budaya menampilkan khasanah budaya yang ada dalam masyarakat.
Pengarang tidak hanya menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masyarakat melainkan juga kearifan-kearifan yang dihadirkan dari perenungan
yang mendalam.
Berbagai kejadian yang digambarkan oleh pengarang dalam novel mampu
membuat pembaca lebih dewasa dalam menghadapi segudang kemelut dalam kehidupan.
Kejadian-kejadian yang
digambarkan tersebut disusun dengan sangat unik dan dapat memberikan nilai
tersendiri dalam novel. Pengarang menguraikan struktur alur yang dapat membuat
pembaca lebih terkesan dengan apa yang ingin dilukiskan oleh seorang pengarang.
Namun sebaliknya, jika sebuah
novel tidak menggunakan struktur alur yang baik, maka cerita yang dikisahkan
dalam novel tidak akan terkesan indah dan tidak akan mampu menarik minat
pembaca akan kisah yang diceritakan dalam novel tersebut. Pembaca hanya sekedar
membaca, tetapi tidak ikut merasakan dan termotivasi dengan cerita yang
diceritaka dan juga dikisahkan dalam novel tersebut.
Novel Moga Bunda Disayang Allah merupakan salah satu novel karya Tere-Liye
yang dibungkus dengan alur yang sangat menarik. Sebuah novel yang melukiskan
perjalanan hidup seorang anak kecil yang bernama Melati, penuh dengan tantangan dan cobaan. Namun, kehidupan yang
dialaminya tidak membuatnya pantang menyerah untuk bangkit dan terus semangat
menjalani hidupnya dengan kondisi buta, bisu dan tuli. Lalu, sosok tokoh Karang yang berjuang bersama Melati
untuk mampu merasakan kembali indahnya hidup dan kehidupan.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di
atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul
penelitian ini adalah “Analisis Struktur
Alur yang dibangun dalam Novel Moga
Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah
struktur alur yang dibangun dalam Novel
Moga Bunda Disayang Allah karya
Tere-Liye?
1.3
Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan
masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan data tentang struktur
alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda
Disayang Allah karya Tere-Liye.
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan
uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas,
penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis dan praktis.
Secara teoretis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman baru dalam mengungkapkan
perkembangan dunia sastra Indonesia, yaitu mengenai struktur alur yang dibangun
dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
Selanjutnya, secara praktis
hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
1)
Bagi peneliti,
hasil penelitian ini dapat menambah
pengetahuan tentang kesusastraan Indonesia, khususnya novel yang menggambarkan
realita kehidupan masyarakat yang penuh dengan berbagai persoalan dan dapat
menambah pengetahan dalam menganalisis karya sastra dari segi
struktur alur dalam
sebuah novel, yaitu struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga
Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye dan untuk lebih memotivasi potensi yang ada dalam diri
peneliti.
2)
Bagi
pembaca, hasil penelitian ini dapat
memberi informasi empiris dan pendalaman ilmu serta pengetahuan mengenai bidang
kesusastraan, sehingga akan menjadi dasar dan landasan awal untuk lebih mencintai karya sastra
Indonesia berbentuk novel serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
1.5
Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka penulis menguraikan beberapa definisi
operasional sebagai berikut:
1)
Analisis
adalah suatu kegiatan pengkajian atau pengamatan yang dilakukan untuk meneliti
tentang struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya
Tere-Liye.
2)
Struktur
alur adalah bagian-bagian atas jalinan
cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik
antara dua tokoh yang berlawanan.
3)
Novel
adalah suatu bentuk karya sastra yang menceritakan kehidupan pelaku sampai pada tahap penyelesaian masalah dan di
dalamnya terdapat berbagai muatan nilai, dan peristiwa-peristiwa tentang
kehidupan manusia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Novel
Novel merupakan
bentuk karya sastra yang paling popular di dunia, yaitu berupa prosa yang mengungkapkan sebagian kehidupan pelaku
yang dianggap penting dan menarik.
Bentuk sastra ini paling banyak beredar. Hal ini dikarenakan daya komunikasinya
yang luas dalam masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat
memanusiakan para pembacanya. Novel biasanya menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dari tokoh cerita, di mana kejadian-kejadian itu menimbulkan
pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 15), ia
menyatakan bahwa ”Novel adalah karya yang bersifat realistis dan mengandung
nilai psikologi yang mendalam”. Maksudnya, novel merupakan hasil karya
imajinasi pengarang yang bersifat realistis yaitu sesuatu yang ada dalam
kehidupan manusia dan mengandung nilai-nilai luhur bagi para pembacanya.
Menurut Depdikbud (yang terdapat dalam blog Agustian), menjelaskan bahwa
”Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa serta mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain disekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku”. Maksudnya, jelas bahwa novel
merupakan karangan panjang yang ditulis dengan sederet kisah hidup seseorang
dan orang disekitarnya dengan menampilkan karakter setiap tokoh yang
digambarkan dalam novel tersebut.
|
Sedangkan menurut
Kosasih (2003: 250), ia mengemukakan bahwa ”Novel adalah karya imajinatif yang
mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang
tokoh”. Maksudnya jelas bahwa novel merupakan karya imajinasi seorang pengarang
yang menceritakan tentang berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan
seseorang atau sekelompok orang.
Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan
atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif
tidak hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang
dihasilkan oleh pengarang adalah realitas atau fenomena yang dilihat dan
dirasakan.
2.2 Unsur-unsur Intrinsik dan
Ekstrinsik Novel
2.2.1 Unsur-unsur Intrinsik
Novel
Unsur
instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah novel dari dalam.
Maksudnya, unsur ini berada dalam novel tersebut. Unsur-unsur intrinsik sebuah
novel, yaitu:
1)
Tema
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:255), menjelaskan
bahwa ”Tema
merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalannya cerita dalam sebuah novel”. Maksudnya, jelas bahwa tema adalah unsur
utama yang membangun sebuah novel, yaitu berupa pokok permasalahan yang
mendukung jalannya cerita.
2)
Latar atau Setting
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih,
2003:256), menjelaskan bahwa ”Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan
cerita, setting ini meliputi waktu, tempat, dan
keadaan”. Maksudnya, latar adalah hal penting yang membangun cerita dalam
novel, yaitu berupa tempat suatu kejadian terjadi yang diungkapkan dengan
deskripsi dan waktu sebuah kejadian terjadi serta keadaan yang berupa gambaran
suatu kondisi yang dihadapi oleh oleh tokoh-tokoh dalam cerita.
3)
Penokohan
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih,
2003:256), menyatakan bahwa ”Penokohan merupakan penggambaran
karakter pelaku atau tokoh dalam cerita. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, dan lingkungan tempat tinggalnya”. Maksudnya, penokohan adalah penggambaran karakter setiap
tokoh dalam novel yang terlihat melalui watak dan sifat setiap tokoh tersebut.
4)
Alur atau Plot
Menurut Tukan (dalam Kosasih, 2003:257), menyatakan bahwa
”Alur merupakan
rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibagi menjadi 3 jenis : maju,
mundur, dan campuran”. Maksudnya, jelas bahwa alur adalah gabungan
peristiwa-peristiwa dalam novel yang membentuk menjadi sebuah kisah yang
menyatu.
5)
Sudut Pandang
Menurut Harry Show (dalam Kosasih,
2003:257), menyatakan bahwa ”Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam
cerita novel. Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu : sudut pandang orang
pertama (pengarang menggambarkan dirinya sebagai aku), orang kedua (pengarang
menggambarkan dirinya sebagai kamu, kalian), orang ketiga (pengarang
menggambarkan dirinya sebagai mereka, dia, atau tidak menggambarkan dirinya/
menyebutkan nama tokoh)”. Maksudnya jelas bahwa sudut pandang merupakan posisi
keberadaan si pengarang dalam sebuah novel.
6)
Gaya Bahasa
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:257), menyatakan bahwa ”Gaya
bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan
menghidupkan cerita secara estetika”. Maksudnya jelas bahwa dengan menggunakan
bahasa yang bernilai keindahan, maka akan dapat membuat pengarang dengan mudah
dapat mendeskripsikan peristiwa dan hal apa saja yang dialami oleh tokoh dengan
sangat baik dan menarik.
7)
Amanat
Menurut Kosasih (2003:258), menyatakan bahwa ”Amanat marupakan unsur
terakhir yang terdapat dalam unsur intrinsik novel, berupa pesan yang ingin
disampaikan penulis melalui cerita novel tersebut”. Maksudnya, amanat adalah
pesan moral yang disampaikan oleh penulis melalui alur dalam novel.
2.2.2 Unsur-unsur Ekstrinsik
Novel
Selain
dibangun oleh unsur-unsur intrinsik, karya sastra berbentuk novel juga dibangun
dengan adanya unsur-unsur ekstrinsik, yaitu unsur-unsur yang berada di luar novel, yang secara
tidak langsung mempengaruhi karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ekstrinsik
tersebut, yaitu:
1)
Biografi Pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita yang
dibuatnya.
2)
Situasi dan kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil
karya seseorang.
3)
Nilai-nilai dalam cerita, dalam sebuah karya sastra
terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara
lain :
(1)
Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
(2)
Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan
bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian,
kepercayaan, upacara adat).
kepercayaan, upacara adat).
(3)
Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma dalam
kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong, dan tenggang rasa).
(4)
Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan seni dan keindahan dalam
karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
yang membangun sebuah karya sastra berbentuk novel adalah unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun novel yang berasal
dari dalam novel itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun
novel yang berasal dari luar novel. Unsur intrinsik yaitu tema, latar, penokohan, alur, sudut
pandang, gaya bahasa dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu biografi
pengarang, situasi dan kondisi, dan nilai-nilai dalam cerita.
2.3 Jenis-jenis Novel
Novel
merupakan karya sastra yang dihasilkan dari buah imajinasi seorang penulis
memiliki beragam jenis tersendiri. Dalam Anneahira, menjelaskan bahwa ”Karya
sastra berbentuk novel memiliki pembagian tersendiri, yaitu berdasarkan :
1)
Berdasarkan Kebenaran Cerita
Berdasarkan
kebenarannya ceritanya, novel terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
(1) Novel
Fiksi, adalah novel
yang berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak pernah terjadi. Cerita, tokoh,
alur, latar
belakangnya, hanyalah karangan penulis. Walaupun ada kisah nyata, namun dimodifikasi sehingga terkesan tidak nyata. Misalnya novel Perahu Kertas karya Dee.
(2) Novel
Nonfiksi, novel ini adalah kebalikan dari novel fiksi, yaitu novel yang
bercerita tentang hal nyata yang sudah pernah terjadi. Biasanya pengalaman
seseorang, kisah nyata, atau berdasarkan sejarah. Misalnya novel Moga Bunda Disayang Allah, karya Tere Liye.
2)
Berdasarkan Genre Cerita
Berdasarkan
genre cerita, novel terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
(1) Novel
Romantis, merupakan novel yang ceritanya berkisar seputar percintaan dan kasih
sayang. Dari awal hingga akhir, pembaca akan disuguhi sebuah konflik percintaan
yang dibumbui oleh romantisme. Misalnya novel Sekuntum Kenangan Buat Sepotong Senja, karya Seno
Gumira Aji Darma.
(2) Novel
Horor, merupakan novel yang memiliki cerita menegangkan, seram, dan membuat
pembaca berdebar-debar. Umumnya novel jenis ini bercerita tentang hal-hal yang
mistis atau seputar dunia gaib, misalnya novel Pengantin Lembah Kematian, karya Koji Suzuki.
(3) Novel
Misteri, merupakan novel yang memiliki unsur teka-teki yang harus dipecahkan.
Genre novel seperti ini dapat menimbulkan rasa penasaran pembaca hingga akhir
cerita. Misalnya
novel Angels and Demons, karya
Dan Brown.
(4) Novel
Komedi, merupakan novel yang mengandung unsur kelucuan atau humor yang pastinya
akan membuat orang tertawa dan terhibur. Misalnya novel Manusia
Setengah Salmon, karya Raditya Dika.
(5) Novel
Inspiratif, merupakan novel yang ceritanya mampu menginspirasi orang banyak.
Umumnya, novel ini sarat akan pesan moral atau hikmah tertentu yang bisa
diambil oleh pembaca sehingga membaca mendapatkan motivasi untuk melakukan
hal-hal yang lebih baik. Misalnya
novel Negeri 5 Menara, karya Ahmad Fuadi.
3)
Berdasarkan Isi, Tokoh dan Pangsa Pasar
Berdasarkan
isi, tokoh dan pangsa pasar, novel terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
(1) Teenlit,
berasal dari kata ’teen’ yang berarti remaja dan ’lit’ dari kata literature
yang berarti tulisan/karya tulis. Novel ini merupakan jenis novel yang
bercerita seputar persoalan para remaja, umumnya tentang cinta atau
persahabatan. Tokoh dan pangsa pasar novel jenis ini adalah anak usia remaja,
usia yang dianggap labil dan memiliki banyak permasalahan. Misalnya novel Dark Love, karya Ken Terate.
(2) Chicklit,
adalah bahasa slang dari Amerika yang berarti wanita muda. Novel ini merupakan
novel yang bercerita tentang kehidupan atau permasalahan yang dihadapi oleh
seorang wanita muda pada umumnya. Cerita dari novel ini lebih kompleks, rumit
dan mengandung unsur dewasa yang tidak terlalu mudah ditangkap oleh pembaca
usia remaja. Misalnya
novel Janji Es Krim, karya Nimas Aksan.
(3) Songlit,
merupakan novel yang ditulis berdasarkan sebuah lagu, misalnya novel
Ruang Rindu, di mana judul novel ini adalah judul sebuah lagu ciptaan letto
group band Indonesia. Misalnya novel
Ruang Rindu, karya Andi Ariawan.
(4) Novel
Dewasa, merupakan novel yang diperuntukkan untuk orang dewasa, karena umumnya
ceritanya seputar percintaan yang mengandung unsur seksualitas orang dewasa. Misalnya novel Sentuhan
Indah itu Bernama Cinta, karya
Mira Widjaya.
Berdasarkan pemaparan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa novel terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
berdasarkan kebenaran cerita, yaitu novel fiksi dan nonfiksi, berdasarkan genre
cerita, yaitu novel romantis, horor, misteri, komedi, dan novel inspiratif, dan berdasarkan isi, tokoh dan pangsa pasar,
yaitu novel teenlit, chicklit, songlit, dan novel dewasa.
2.4 Pengertian Alur
Alur
atau jalan cerita yang sering disebut orang secara tradisional, merupakan plot, sedangkan dalam teori-teori yang
berkembang selanjutnya, dikenal dengan istilah struktur naratif, susunan dan
juga sujet. Alur merupakan pola
pengembangan cerita berupa rangkaian peristiwa yang terjadi, yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang lain.
Menurut
Staton (dalam Nurgiyantoro, 2012:113), menyatakan bahwa ”Plot adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lainnya”.
Maksudnya jelas bahwa, plot atau alur merupakan bagian dari sepenggal cerita
yang berisi urutan kejadian atau peristiwa, yaitu peristiwa yang dihubungkan
secara sebab akibat atau peristiwa yang satu merupakan penyebab timbulnya
peristiwa yang lainnya.
Sedangkan
menurut Forster (dalam Nurgiyantoro, 2012:113), menyatakan bahwa ”Plot adalah
peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekatan pada adanya hubungan
kausalitas”. Maksudnya, plot merupakan berbagai peristiwa yang timbul dalam
cerita yang memiliki hubungan sebab akibat, peristiwa yang satu ikut menjadi
andil penting sehingga munculnya peristiwa selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alur atau plot merupakan rentetan peristiwa yang terjadi dalam cerita yang
memiliki hubungan sebab akibat, yaitu peristiwa yang satu ikut menyebabkan
munculnya berbagai peristiwa selanjutnya.
2.5 Jenis-jenis Alur
Alur dalam sebuah cerita terbagi
menjadi beberapa kriteria tersendiri. Pembagian jenis alur tersebut disebabkan
oleh jenis suatu cerita yang dideskripsikan oleh penulis. Pembelajaran tentang
jenis-jenis alur yang terdapat dalam sebuah novel tentunya juga telah
dipelajari oleh siswa SMP.
Menurut Nurgiyantoro (2012:153),
menyatakan bahwa ”Alur dikatagorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda
berdasarkan sudut pandang tinjauan atau kriteria yang berbeda, yaitu:
1)
Alur
berdasarkan kriteria urutan waktu
(1)
Alur
lurus atau maju (progresif), yaitu peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat
kronologis, peristiwa yang pertama menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa
selanjutnya. Maksudnya, setiap peristiwa yang terdapat dalam cerita saling berurutan,
kejadian pertama menyebabkan munculkan kejadian kedua dan seterusnya.
(2)
Alur
sorot-balik, mundur atau flash-back
(regresif), yaitu cerita dalam plot ini tidak dimulai dari tahap awal,
melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian
diceritakan tahap awal cerita. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur jenis
ini, tidak mengurutkan kejadian pertama dan kejadian selanjutnya, namun
kejadian pertama menjadi penutup dari kejadian yang terakhir.
(3)
Alur
campuran (progresif-regresif), yaitu cerita dalam plot ini bersifat campuran,
karena kadang sedang menceritakan peristiwa secara progresif lalu kemudian
dalam bentuk regresif dan selanjutnya. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur
jenis ini tidaklah membuat cerita berjalan sesuai dengan urutan kejadiannya,
namun sering kali bercampur.
2)
Alur
berdasarkan kriteria jumlah
(1)
Alur
tunggal, yaitu cerita yang disajikan dalam plot ini hanya mengembangkan sebuah
cerita yang umumnya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut. Maksudnya,
cerita yang memakai alur tunggal merupakan sebuah cerita yang hanya mengisahkan
atau menceritakan tentang seorang tokoh saja.
(2)
Alur
sub-subplot, yaitu cerita yang disajikan dalam plot ini memiliki lebih dari
satu alur cerita yang dikisahkan dan terdapat lebih dari seorang tokoh yang
dikisahkan perjalanan hidupnya. Maksudnya, cerita yang memakai alur ini
merupakan sebuah cerita yang tidak hanya mengisahkan atau menceritakan tentang
seorang tokoh saja namun ada beberapa tokoh yang diceritakan kisahnya.
3)
Alur
berdasarkan kriteria kepadatan
(1)
Alur
padat, yaitu peristiwa dalam plot ini disajikan secara cepat, peristiwa yang
terjadi susul menyusul dengan cepat. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur
padat secara cepat terus menampilkan berbagai peristiwa yang dialami oleh
tokoh.
(2)
Alur
longgar, yaitu pergantian peristiwa demi peristiwa dalam plot ini berlangsung
lambat dan hubungan antarperistiwa pun tidaklah erat. Maksudnya, cerita yang
menggunakan alur longgar, merupakan cerita yang peristiwa yang dialami sang
tokoh tidaklah secara terus-menerus terjadi, namun ada waktu tertentu.
4)
Alur berdasarkan kriteria isi
(1)
Alur
peruntungan, yaitu plot yang ceritanya mengungkapkan nasib, peruntungan yang
menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan. Maksudnya, cerita dengan memakai
alur jenis ini, banyak mengisahkan tentang nasib baik yang menimpa si tokoh.
(2)
Alur
tokohan, yaitu plot yang menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokohlah
yang menjadi fokus perhatian. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur jenis ini
sering mementingkan tokoh dalam pendeskripsian cerita.
(3)
Alur
pemikiran, yaitu plot yang mengungkapkan sesuatu sebagai bahan pemikiran,
keinginan, perasaan, dan berbagai hal yang menjadi masalah hidup manusia.
Maksudnya, cerita yang menggunakan alur ini adalah cerita yang banyak
memberikan motivasi dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa alur dibagi menjadi beberapa jenis yang berbeda
berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu alur maju dan alur mundur, berdasarkan
kriteria jumlah, yaitu alur tunggal dan alur sub-subalur, berdasarkan kriteria
kepadatan, yaitu alur padat dan alur longgar, dan berdasarkan kriteria isi,
yaitu alur peruntungan, alur tokohan, dan alur pemikiran.
2.6 Struktur Alur
Alur
yang membentuk sebuah cerita terdiri atas beberapa struktur. Struktur-struktur
tersebut merupakan bagian yang saling menyatu sehingga terbentuknya sebuah
cerita yang menarik untuk dinikmati para pembaca.
Menurut
Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2012:149) menyatakan bahwa ”Struktur plot dibagi
menjadi lima bagian, yaitu:
1)
Tahap situation
atau tahap penyituasian, yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan
situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Maksudnya, tahap ini merupakan tahap
dalam novel yang memperkenalkan situasi dan kondisi suatu cerita serta
memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
2)
Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, yaitu tahap awal
munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan
menjadi konflik-konflik berikutnya. Maksudnya, tahap ini merupakan tahap awal
bermunculannya berbagai masalah dalam kehidupan para tokoh dalam cerita.
3)
Tahap rising
action atau tahap peningkatan konflik, yaitu tahap di mana konflik yang
telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan
kadar intensitasnya, peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita
semakin mencekam dan menegangkan. Maksudnya, tahap ini adalah tahap mulai
memuncaknya berbagai konflik yang terjadi dalam kehidupan para tokoh.
4)
Tahap climax
atau tahap klimaks, yaitu tahap di mana konflik dan pertentangan yang terjadi
dilalui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas
puncak. Maksudnya, tahap ini adalah tahap puncak berbagai masalah yang dihadapi
para tokoh dalam cerita.
5)
Tahap denouement
atau tahap penyelesaian, yaitu tahap di mana konflik yang telah mencapai
klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Maksudnya, tahap ini
adalah tahap di mana, semua masalah yang dihadapi oleh tokoh dalam cerita telah
mengalami penyelasaian dan ada solusinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa struktur yang membangun sebuah alur cerita dalam novel,
yaitu tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik,
tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. Dengan tahapan alur tersebut, maka sebuah
cerita akan menjadi enak untuk dibaca dan dipahami oleh pembaca.
2.7 Biografi
Pengarang
Tere-liye, seorang
penulis novel berbahasa Indonesia. Lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah
menghasilkan 15 buah
novel. Seorang penulis novel
yang memiliki nama asli Darwis, yang beristrikan Riski Amelia dan seorang ayah dari Abdullah Pasai. Lahir
dan besar di Pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari 7 bersaudara. Ia memakai nama
pena Tere-Liye dengan alasan bahwa Tere
Liye artinya ”Untuk Mu”. Bebas diartikan untuk siapa saja dan
sebuah persembahan karya untuk para penikmat sastra. Ia sekolah di SD Negeri 2
Kikim Timur Sumatera Selatan, melanjutkan ke SMP Negeri 2 Kikim Timur Sumatera
Selatan, lalu ke tingkat SMU
Negeri 9 Bandar Lampung dan menempuh jenjang Perguruan Tinggi pada Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Seorang
penulis yang menghasilkan karya-karya terbaiknya, yaitu novel 1) Sepotong
Hati yang Baru, 2) Kisah Sang Penandai, 3) Ayahku (Bukan) Pembohong,
4) Eliana (Serial Anak-anak Mamak), 5) Daun yang Jatuh tak Pernah
Membenci Angin, 6) Pukat (Serial Anak-anak Mamak), 7) Burlian (Serial Anak Mamak), 8) Hafalan Shalat Delisa, 9) Moga Bunda Disayang Allah, 10) Bidadari-bidadari Surga,
11) Rembulan Tenggelam di Wajahmu, 12) Senja Bersama Rosie, 13) Mimpi-mimpi si Patah Hati, 14) Cintaku Antara Jakarta dan
Kualalumpur, dan 15) The Gogons Series 1. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman
bahwa Hidup ini Sederhana melalui tulisannya. Seperti kutipan dari pojok biografi salah satu novelnya, yang sangat
berkesan di hati saya (selaku pembaca), yaitu ”Bekerja keras, namun selalu
merasa cukup, mencintai,
berbuat baik dan berbagi, senantiasa bersyukur dan berterima kasih maka Tere-Liye percaya, sejatinya
kita sudah menggenggam kebahagiaan hidup ini. Sederhana memang, tapi sungguh
pada pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu”.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena data hasil
penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi
mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang
dikaji secara empiris.
Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kutha Ratna (2009:47), mengungkapkan
bahwa ”Pendekatan kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah yaitu
data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Objek penelitian bukan
gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung
dibalik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam
hubungan inilah pendekatan kualitatif dianggap sama dengan pemahaman. Sesuai
dengan namanya, pendekatan ini mempertahankan nilai-nilai sehingga pendekatan
ini dipertentangkan dengan pendekatan kualitatif yang berarti bebas nilai”.
|
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
struktural hermeneutik.
Wiyatmi (2009:89), menyatakan bahwa ”Pendekatan struktural berarti penelitian
yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu
sendiri”. Pada dasarnya pendekatan struktural sastra sering juga dinamakan
pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik, bertolak dari
asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh
yang harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal
lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, yang harus
dikaji dan diteliti yaitu baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik, salah satu
unsur ekstrinsik adalah unsur mistik yang dikandung oleh sastra tersebut.
Menurut Endraswara (2003:42), menyatakan bahwa ”Studi sastra mengenal hermeneutik sebagai tafsir sastra. Hermeneutik
merupakan sebuah paradigma yang berusaha menafsirkan teks atas dasar logika
linguistik, yang akan dapat membuat penjelasan teks sastra dan pemahaman makna
dengan menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata lebih
berhubungan dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat
kultural. Makna kata akan membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu,
dari kata-kata akan tercermin makna kultural teks sastra”.
Dari kedua pendapat di
atas, maka pendekatan struktural hermeneutik
adalah pendekatan yang memberikan tafsiran terhadap teks sastra yang berkenaan
dengan aspek yang membangun karya sastra, salah satunya dilihat dari langkah
kerja pendekatan struktural yaitu membahas mengenai struktur alur yang dibangun
dalam novel tersebut. Jadi teks sastra yang dianalisis adalah teks-teks sastra
yang berhubungan dengan struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
3.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah kutipan atau teks-teks
yang berada dalam novel tersebut yang menunjukkan struktur alur yang
dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang
Allah karya Tere-Liye, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye, terbit tahun 2006 setebal 306
halaman, penerbit Republika.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian hermeneutik
struktural ini adalah sebagai berikut:
1)
Peneliti membaca dan memahami Novel Moga
Bunda Disayang Allah
karya Tere Liye.
2)
Peneliti memberi kode dan mencatat teks-teks
yang mengandung struktur alur yang dibangun dalam novel tersebut.
3)
Peneliti mengumpulkan kutipan yang mengandung
struktur alur yang dibangun dalam novel tersebut.
4)
Peneliti
menganalisis kutipan yang telah dikumpulkan, untuk kemudian menyimpulkannya.
5)
Peneliti menuangkan hasil penelitian ke dalam
sebuah tulisan atau skripsi dengan judul ”Analisis struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye”.
3.4 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan
teknik analisis secara kualitatif yaitu menganalisis struktur alur yang
dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang
Allah karya Tere-Liye. Menurut Sugiono (2009:337), mengungkapkan bahwa ”Analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu”.
Data
tersebut dianalisis dengan
menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2009:337), mengemukakan bahwa
”Aktifitas dalam analisis kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas
sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi
data, menyajikan data dan menyimpulkan data”.
Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1)
Mereduksi
data
Tahap mereduksi data merupakan
tahap awal dalam penganalisisan data dalam penelitian. Mereduksi berarti kegiatan
menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini, data
yang direduksi adalah struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
2)
Menyajikan
data
Menyajikan data merupakan tahap
yang dilakukan setelah pelaksanaan reduksi. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dengan cara pengorganisasian dari hasil reduksi
data dengan cara menyusun sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil
reduksi. Hal ini diharapkan dapat
memberi kemungkinan menarik kesimpulan. Dalam menganalisis struktur alur
yang dibangun dalam Novel Moga Bunda
Disayang Allah karya Tere-Liye adalah
menyajikan tulisan yang menunjukkan/menjurus kepada struktur alur yang dalam
novel tersebut.
3)
Verifikasi
Langkah ketiga adalah verifikasi,
yaitu langkah yang dilakukan untuk menguji kebenaran dan mencocokkan
makna-makna yang muncul dari data. Pengujian dan pencocokan makna-makna yang
muncul diharapkan dapat menjadi temuan baru yang sebelumnya pernah ada, temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Dalam menganalisis struktur alur yang
dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang
Allah karya Tere-Liye, diharapkan
akan mendapatkan kejelasan tentang urutan kejadian yang digambarkan dalam novel
tersebut setelah diteliti.
3.5 Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan
keabsahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian, untuk mengecek
keabsahan data maka teknik yang digunakan adalah teknik kriteria kepercayaan
yang dikembangkan oleh Moleong (2010:330),
yaitu:
1)
Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
2)
Ketekunan
pengamatan, dilakukan pengamat dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti,
rinci, dan terus menerus selama kegiatan analisis terhadap struktur alur yang
dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang
Allah karya Tere-Liye, sehingga
didapatkan hasil penelitian yang tepat dan sesuai.
3)
Pemeriksaan
sejawat, yaitu mengekspos proses dan hasil penelitian dengan rekan-rekan
sejawat.
Maka, jelas bahwa
melalui triangulasi, ketekunan pengamatan dan pemeriksaan sejawatlah keabsahan data tentang struktur alur
yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye dapat dibuktikan keabsahan datanya.
3.6 Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahap-tahap yang
dilaksanakan dalam jenis penelitian hermeneutik struktural ini adalah:
1)
Tahap
Persiapan
Dalam tahap
persiapan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah membaca Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
2)
Tahap
Pelaksanaan
Dalam tahap ini, peneliti mengelompokkan data
berdasarkan urutan alur yang terdapat dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya
Tere-Liye.
3)
Tahap
Observasi
Observasi ini
dilakukan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang
data berupa struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya
Tere-Liye.
4)
Tahap
Refleksi
Dalam tahap refleksi,
yang dilakukan peneliti adalah menganalisis data-data yang diperoleh dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, lalu menganalisis struktur
alurnya dan disimpulkan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, yaitu terdapat lima tahapan alur yang mendasari jalannya cerita dalam novel tersebut. Berdasarkan
hasil penelitian terhadap novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye,
penulis menjabarkan data tentang tahapan alur novel tersebut,
sebagai berikut:
1)
Tahap
Penyituasian
Data
1
”Kau
sudah bangun, Sayang?” Bunda bertanya lemah, berusaha tersenyum.
”Terima
kasih sudah membangunkan Bunda, Sayang!” Bunda lembut meraih tangan putri
semata wayangnya.
(Halaman 14, Tahap penyituasian)
Data 2
”Buah tak akan jatuh jauh
dari pohonnya... Kinasih pasti sehebat Papa-nya. Atau malah lebih hebat”. Bunda
balas tersenyum. Lemah. Manatap tangan-tangan yang terampil mengeluarkan
peralatan.
”Bunda bisa saja! Aku kan
baru lulus ujian”. Gadis itu tersipu kecil yang seketika membuat lesung
pipitnya terlihat.
(Halaman 33, Tahap
penyituasian)
Data 3
”Seminggu terakhir kami
mengundang psikiater dan dokter anak-anak dari salah satu rumah sakit ternama
Ibukota. Tim mereka memiliki reputasi yang baik. Kami amat berharap... Empat
hari pertama Melati sepertinya mulai terkendali, mau menuruti terapi atau
entahlah yang dilakukan. Kami benar-benar berharap sedikit kabar baik itu
akhirnya datang...” Bunda terdiam lagi, wajahnya sedih, tertunduk, pipinya
berkedut menahan sedan.
(Halaman 36, Tahap
penyituasian)
Data 4
”Ada surat untukmu!” Ibu-ibu
itu berkata datar.
”Kau tidak pernah membuka
surat-surat itu, Anakku?”
Karang menggerutu sebal.
Memangnya penting? Melambaikan tangan. Maksudnya, tolong tutup kembali jendela
itu.
|
”Aku akan menutup jendelanya,
asal sekali saja kau membacanya, Karang.”
(Halaman 65, Tahap
penyituasian)
Data 5
”Pelankan! Pelankan laju
perahu!” Salah satu awak kapal yang berdiri di buritan berteriak kencang.
Panik!
”Awas ombak besar di haluan
kanan!” Nahkoda memutar kemudi.
(Halaman 73, Tahap
penyituasian)
Data 6
”Selamat pagi, Nak!” Ibu-ibu
itu ragu-ragu menyapa.
”Aku Bunda HK. Maafkan kalau
menggangu tidur siangmu.”
”Apakah kau menerima suratku
selama ini?” Bertanya hati-hati.
”Aku mohon anakku, tolonglah
kami.” Bunda berkata penuh harap sambil tersenyum.
”Kau datang pada orang dan
tempat yang keliru, Nyonya! Dan yang lebih pasti lagi, kau datang di waktu yang
salah!” Karang memotong kasar, menguap lebar-lebar.
(Halaman 81, Tahap
penyituasian)
Data 7
”Kau tahu, nama putri kami,
Melati. Umurnya enam tahun. Sungguh anak-anak yang menggemaskan. Wajahnya imut-bundar.
Rambutnya ikal mengombak. Pipinya tembam. Matanya hitam bagai biji buah leci.
Giginya... giginya lucu sekali, seperti gigi kelinci. Kalau ia sedang
berlari...” Bunda terhenti sejenak.
”Kalau... kalau ia sedang
berlari, maka seolah-olah waktu terhenti. Semua wajah tertoleh, semua wajah
terpesona menatapnya, waktu benar-benar seolah terhenti. Melati sungguh anak
yang menggemaskan. Senyumnya, tawanya, wajahnya, semuanya.”
”Tapi itu dulu... Sekarang
seluruh kesedihan itu telah mengambil semuanya. Tidak menyisakan apapun meski
hanya seutas benang harapan. Meski hanya seutas benang kecil seperti jaring
laba-laba. Putri kami berubah amat menyedihkan.”
(Halaman 83, Tahap
penyituasian)
Data 8
”Selamat pagi!” Karang
berkata pendek. Tanpa intonasi.
”Selamat pagi, Karang.
Silahkan, Anakku.”
”Kemari, silahkan bergabung
dengan kami.”
Karang melangkah masuk.
”Ini, Karang, Yang! Seperti
yang kuceritakan beberapa hari lalu. Ini suamiku, Tuan HK!” Bunda tersenyum.
”Dan, dan ini... inilah
putri kami satu-satunya.” Bunda pelan menunjuk Melati yang masih sibuk
mengaduk-aduk mangkuk buburnya.
(Halaman 97, Tahap
penyituasian)
Data 9
”Umurnya juga enam tahun
waktu itu, Nyonya...” Karang tiba-tiba berkata pelan.
Bunda menoleh, tersenyum,
bersiap mendengarkan.
”Qintan seperti Melati,
Nyonya. Wajah menggemaskan. Seringainya. Tatapan matanya. Kerut wajahnya.
Qintan penuh rasa ingin tahu. Setiap detik selalu berisik bertanya. ’Kenapa
malam gelap, Kak Karang?’ ’Kenapa ayam kakinya dua?’ Dan kenapa-kenapa
lainnya...”
”Rambutnya lurus hitam legam
sehitam matanya. Giginya kecil-kecil seperti gigi Melati. Bedanya, gigi Qintan
tanggal satu, lucu sekali melihatnya. Ia amat suka mendengar cerita. Suka
nyeletuk. Sok dewasa. Suka sok ngatur teman-temannya. Dan pandai sekali menipu,
ah, tukang jahil.” Karang tertawa kecil.
”Aku mengenalnya saat ia
berumur tiga tahun, ketika ditelantarkan di panti asuhan.”
”Qintan anak yang aktif,
selalu bergerak ke mana-mana meski kedua kakinya mulai dari lutut hingga ujung
jari lumpuh. Sempurna lumpuh layu.”
”Qintan memakai dua tongkat
diketiak. Suara tongkatnya amat khas. Karena Qintan suka menggerakkannya
berirama saat berjalan. Anak itu kreatif. Amat lateral. Dan ia suka bernyanyi,
meski suaranya cempreng. Berisik. Suka mengejar capung di halaman Taman Bacaan
meski geraknya lamban dan sering jatuh berdebam.”
(Halaman 235, Tahap
penyituasian)
2)
Tahap
Pemunculan Konflik
Data 10
”Aduh, pakaian Ibu basah!
Basah kenapa?”
”Tidak apa-apa, Salamah!
Basah sedikit. Melati tidak sengaja melemparkan gelas air jeruk!” Bunda
menoleh, tersenyum.
(Halaman 15, Tahap
pemunculan konflik)
Data 11
”Aduh, maaf! Seharusnya
Salamah letakkan gelasnya di tempat yang lebih tinggi! Aduh, Salamah lupa
lagi...” Salamah mendekat rusuh. Berusaha membereskan sisa ”keributan”.
(Halaman 15, Tahap
pemunculan konflik)
Data 12
”Tetapi di hari kelima,
persis dua hari lalu... Melati tiba-tiba merajuk. Marah! Melati
berteriak-teriak saat badannya ditempeli kertas-kertas medis, entahlah...
Melati menarik salah satu tangan dokter, dan, dan...” Bunda menelan ludahnya,
”Melati menggigit jari salah satu dokter itu. Sampai... sampai nyaris putus...”
Bunda sekarang benar-benar menangis mengingat kejadiaan itu.
(Halaman 36, Tahap
pemunculan konflik)
Data 13
”Baa... Ma... Baa” Melati
mengaduk-aduk piring di hadapannya.
”Pelan-pelan, Sayang!” Bunda
yang duduk di sebelahnya membenarkan posisi piring.
”Ayo dimakan, Sayang!” Bunda
sekali lagi membantu membenarkan posisi piring yang hampir jatuh tersenggol
gerakan jemari Melati.
”Ayo, Melati... Pakai tangan
bagus!” Suster Tya sekali lagi berusaha membantu Melati.
”Ba... Ma... Aaa...” Melati
mendadak berteriak kencang.
”Jangan teriak-teriak,
Sayang!” Bunda tersenyum. Menenangkan.
(Halaman 55, Tahap
pemunculan konflik)
Data 14
”Buat apa? Bukankah Ibu
setiap hari sudah membacanya untukku!” Karang mendengus sebal, memotong.
Ibu-ibu gendut menelan
ludah, berkata pelan, ”Kau tahu, ada anak yang membutuhkan bantuanmu...”
(Halaman 65, Tahap
pemunculan konflik)
Data 15
”Jangan lepaskan pegangan,
Qintan!”
(Halaman 75, Tahap
pemunculan konflik)
Data 16
”Maukah kau membantu Melati,
Anakku?”
”Anak itu membutuhkan
dokter, psikiater, atau entahlah, Nyonya! Bukan aku!” Karang menjawab kasar.
(Halaman 83, Tahap
pemunculan konflik)
Data 17
”Makannya pelan-pelan,
Sayang!” Bunda tersenyum, memperbaiki posisi mangkuk yang hampir jatuh di tepi
meja.
”Ba... Baaa...” Melati
menghentak-hentakkan kakinya, sedikit marah karena Bunda sempat menyentuh
jemarinya.
(Halaman 99, Tahap
pemunculan konflik)
Data 18
”Ba... Ba... Maaaaa!!”
Melati berteriak.
”Kau harus makan dengan
sendok!” Kecuali Karang yang justru mendesis galak padanya.
”Baaa!” Melati berniat
melempar sendok itu. Terlambat, gerakan tangan Karang lebih cepat.
(Halaman 127, Tahap
pemunculan konflik)
Data 19
”B-a-a-a...” Melati
menggerung.
”Apa yang hendak kau
lakukan! Makan saja sarapanmu!”
”B-a-a-a...”
”Diam Melati! Disini tidak
ada Ibumu! Juga tidak ada ayahmu! Buat apa kau mengeluh!” Karang menghardik.
(Halaman 132, Tahap
pemunculan konflik)
Data 20
”Apakah kau tahu siapa
sebenarnya pemuda itu?” Tuan HK bertanya tajam.
”Siapa?” Bunda melipat
dahinya.
”Aku sejak awal sudah tidak
suka kehadirannya di rumah ini! Dan kau tahu, tadi sore Salamah panik
meneleponku. Melaporkan kalau di kamar pemuda itu ada botol minuman keras...
Minuman keras! Ya Allah, bagaimana mungkin aku membiarkan seorang pemabuk tidur
di bawah atap rumah ini!”
(Halaman 158, Tahap
pemunculan konflik)
Data 21
”Hingga tiga tahun lalu.
Kejadian yang menyedihkan itu...” Suara Bunda mulai pelan terdengar. Serak.
”Putri kecil kami hanya jatuh
terduduk ya Allah... Tapi sejak siang itu, entah apa maksudnya, entah apa
sebabnya seluruh kebahagiaan kami mulai diambil satu persatu... Keterbatasan
Melati mulai datang satu persatu. Seperti eksekusi pengadilan yang amat
menyakitkan. Seperti menguliti bawang, sehelai demi sehelai, membuat mata pedih
berair.” Bunda berusaha menahan tangisnya.
(Halaman 203, Tahap
pemunculan konflik)
Data 22
”Kau! Apa yang kau lakukan
di rumahku! Di ruang makan keluarga kami!” Dalam hitungan seperseribu detik,
Tuan HK sudah berteriak tanpa tedeng aling-aling.
”Kau!! Pergi dari rumah
ini!” Tuan HK beringas melangkah mendekati kursi Karang.
”Jangan, Yang... Jangan!”
”Bagaimana mungkin kau
membohongi ku?? Tuan HK membentak istrinya. ”Aku, aku bisa menjelaskannya,
Yang... Apa yang kau lihat, tidaklah sama seperti tiga minggu lalu. Sungguh!
Berikan aku waktu satu menit saja untuk menjelaskannya!”
”Omong kosong! Apa yang
sebenarnya kalian rencanakan? Apa yang kalian sembunyikan dari ku?” Tuan HK
mendesis kencang.
(Halaman 266, Tahap
pemunculan konflik)
3)
Tahap
Peningkatan Konflik
Data 23
”Anak ini tidak membutuhkan
dokter, Nyonya! Anak ini membutuhkan rumah sakit jiwa!” Juga teriakan-teriakan
marah dan panik lainnya. Bersahut-sahutan.
(Halaman 37, Tahap
peningkatan konflik)
Data 24
”Baaa!” Melati memukul-mukul
meja makan. Marah.
”Jangan pukul mejanya,
Melati!” Tya berusaha menghentikan tangan Melati.
”Biarkan, Tya.” Bunda
berkata menengahi keributan.
(Halaman 56, Tahap
peningkatan konflik)
Data 25
Karang tertawa sinis,
”Bantuan? Terakhir kali aku bersama anak-anak, aku justru membunuhnya. Bukankah
Ibu tahu itu?”
(Halaman 65, Tahap
peningkatan konflik)
Data 26
”Tetap di tempatmu Qintan!”
(Halaman 75, Tahap
peningkatan konflik)
Data 27
”Kami sudah mengundang
berpuluh-puluh dokter. Bahkan berpuluh-puluh tim dokter ternama. Tapi semuanya
sia-sia”
”Kalau mereka saja sia-sia,
bagaimana mungkin Nyonya berharap kepada seorang pemabuk seperti ku!” Karang
menyeringai, sinis.
”Nyonya hanya menghabiskan
waktu datang kesini. Aku tidak bisa membantu apapun.”
(Halaman 83, Tahap
peningkatan konflik)
Data 28
”Apakah ia selalu makan
seperti ini? Tidak ada bedanya dengan seekor binatang saat makan?” Karang
berkata dingin.
Tuan HK seketika meletakkan
sendoknya, ”Maaf, apa yang Anda katakan barusan?”
”Saya pikir Anda tahu kalau
Melati buta dan tuli! Saya pikir Anda tahu keterbatasan Melati. Jadi, makan
seperti apa yang Anda harapkan darinya?” Tuan HK berkata tajam.
”Anak ini memang buta dan
tuli, Tuan! Tapi bukan berarti ia tidak berotak. Hanya binatang tidak
berotaklah yang tidak memiliki adab makan. Mengaduk-aduk makanannya. Bahkan,
monyet terlatih pun bisa menggunakan sendok-garpu!” Karang mendesis tidak kalah
tajamnya.
(Halaman 100, Tahap
peningkatan konflik)
Data 29
”Makan dengan sendok!”
Menghardik.
”Baaaaa!!” Melati berteriak,
ngamuk. Mana mau menurut.
”Baik! Kalau kau tidak mau.
Tidak mau makan dengan sendok. Itu berarti tidak ada sarapan pagi ini!” Karang
berdiri marah, menyeret paksa Melati.
(Halaman 127, Tahap
peningkatan konflik)
Data 30
”Pakai sendokmu!”
”Baaa...” Melati tidak
peduli, tepatnya mana pula ia mendengar teriakan Karang.
”Pakai sendokmu, Melati!” Karang
memukul meja sekali lagi.
”Baaa... Ma... Baaa!!!”
Melati berteriak-teriak.
”Ini sendok, ini garpu!
Pakai ini jika kau ingin makan!” Karang mencengkeram tangan Melati, memaksanya
memegang sendok-garpu itu.
(Halaman 133, Tahap
peningkatan konflik)
Data 31
”Kau! Kau pergi sekarang
juga dari rumah ini!” Tuan HK mendesis tajam.
”Aku mohon dengarkan aku,
Yang... Karang sudah melakukan banyak hal. Jangan, jangan usir dia... Berikan
aku satu menit untuk menjelaskan semua.”
”Lihat, lihatlah Melati,
putri kita sudah bisa makan dengan sendok. Lihatlah, aku mohon... Melati juga
sudah bisa makan sambil duduk di kursi, lihatlah... Putri kita sudah bisa
melaku...” Kata-kata Bunda mendadak terputus.
”Melati anakku... Dimana
Melati?!” Bunda berteriak.
”Dimana Melati! Dimana
anakku!!”
(Halaman 267-269, Tahap
peningkatan konflik)
4)
Tahap
Klimaks
Data 32
”Sebelum semuanya terlambat,
anak ini harus dibawa ke unit konservasi kejiwaan, Tuan HK!” Dokter senior yang
memimpin tim berusaha berkata lembut, sok bersimpati.
”Melati tidak gila! Melati
tidak gila!” Bunda memotong, berkata lemah berkali-kali, parau.
”Melati sekarang belum gila,
Nyonya! Tapi semua keterbatasan ini suatu saat pasti akan membuatnya gila! Ia
membutuhkan terapi yang komprehensif.”
”Melati tidak gila!” Bunda
bergumam tidak terima.
”Maafkan kami, Nyonya” Tersenyum tipis.
”Melati tidak gila!” Bunda
mendesis galak.
”Hanya orang gila yang bisa
menggigit hampir putus jari orang lain, Nyonya!” Salah satu dokter menyela
lebih galak, jengkel.
(Halaman 38, Tahap klimaks)
Data 33
”Pyar!” Pecah berantakan.
Melati melemparkan piring itu tanpa ampun ke lantai.
”Aduh, Melati jangan
dilempar.” Tya yang setengah terkejut, banyakan gugupnya, berusaha menarik
tangan Melati yang masih mencari benda lainnya.
Bunda lembut memegangi
tangan satunya, ”Melati, Sayang...”
”Baaa... Ma...” Melati
meronta-ronta.
(Halaman 57, Tahap klimaks)
Data 34
”Tidak bisakah kau sekali
saja menemui mereka? Ini surat ketujuh yang mereka kirimkan seminggu terakhir.
Mereka berharap banyak kau mau datang...”
”Buat apa?” Karang menjawab
masygul.
”Setidaknya kau mendengarkan
apa permintaan mereka.”
(Halaman 66, Tahap Klimaks)
Data 35
”Dntum!”
Terlambat, semua terbanting!
Ombak besar menggulung. Perahu nelayan itu tanpa ampun terbalik.
”Berpegangan!” Karang
tersengal, tersedak air laut.
Boneka panda itu mengambang
di dekat Karang.
”Qintan! Qintan dimana!”
Karang terkesiap demi melihat boneka panda itu.
”Qintan! Bertahanlah,
Sayang.” Karang panik.
”Aku mohon. Bertahanlah!”
Karang berteriak parau.
”Qin-tan... Qin-tan takut,
Kak Karang.” Gadis kecil itu berbisik dalam dekapan.
”Bertahanlah! Aku mohon.”
Karang mengguncang tubuh Qintan.
”A-da ca-ha-ya... A-da
ca-ha-ya, Kak Karang!”
”A-da... A-da yang da-tang,
Kak Karang” Qintan berbisik lirih.
”Kak Karang, Ma-ma Pa-pa
da-tang... Ma-ma Pa-pa da-tang” Gadis itu merekahkan senyumnya diantara bibir
pucat membeku.
”Jangan, Sayang. Jangan
pergi. Kak Karang mohon.”
Qintan terkulai lemah dalam
pelukan Karang. Ia sudah p-e-r-g-i...
(Halaman 78, Tahap Klimaks)
Data 36
”Kau tahu, Melati buta,
Anakku...” Berkata dengan suara bergetar.
”Melati buta! Ia tidak bisa
melihat walau selarik cahaya.” Bunda mulai terisak.
”Tetapi Melati buta dan
tuli, Anakku... Melati buta dan tuli. Ia sungguh terputus dari dunia ini.”
Bunda HK benar-benar menangis sekarang.
Karang tetap menatap tajam
ke depan. Tidak bergeming.
(Halaman 85, Tahap Klimaks)
Data 37
”Makannya tidak boleh pakai
tangan!” Karang mendesis.
”Ba! Baaa!!” Melati seketika
berteriak marah.
”Ini sendok! Kau harus makan
dengan ini!” Karang tidak kalah galaknya membentak.
”Ba... Ma... Baaaa!!” Melati
yang benar-benar mengamuk seketika membanting sendok yang diberikan.
”Tidak boleh!” Karang lebih
cepat. Memindahkan mangkuk dari jangkauan Melati.
”Hentikan! Kau tidak boleh
melakukannya.” Karang menangkap tangan-tangan itu, mencengkeramnya.
”Kau tidak boleh makan, jika
tetap merajuk!” Karang berdiri.
”Baaa... Maaaa!!” Melati
berteriak galak.
”Baik, kau sendiri yang
memintanya!” Kasar Karang menarik tubuh Melati, bahkan menyeretnya menjauhi
meja makan.
”Lepaskan Melati!” Tuan HK
membentak.
”Apa yang kau lakukan!” Tuan
HK mendesis.
”Apa yang aku lakukan? Aku
mengajarinya, Tuan!” Karang berkata datar.
”Kau! Siapa pun kau! Pergi
dari rumah ini!” Tuan HK kehabisan kalimat mendengar jawaban dingin Karang.
”Salamah, panggilkan penjaga
depan! Seret keluar tamu sialan ini!” Tuan HK meneriaki Salamah.
(Halaman 101-105, Tahap
Klimaks)
Data 38
”Ikut dengan ku!”
”Ba... Baaaa!!” Melati
tersengal.
”Baa... Maaa...” Tubuh
Melati terseret tanpa ampun.
”Kau! Duduk disini hingga
kami selesai sarapan!” Karang mendesis galak.
”Ba... B-a-a-a...” Melati
terhenyak.
”Kau! Sebagai hukuman, kau
tetap disini hingga sarapan selesai!” Karang, mendelik marah.
(Halaman 128-129, Tahap
klimaks)
Data 39
”Gedebuk!” Kaki Melati
tersangkut sandal kepala kelincinya sendiri. Tubuh kecil itu terbanting tanpa
ampun ke lantai.
” Ba... Baaa...” Melati
merintih, gadis kecil itu mengeluh.
”Jangan masuk, Nyonya!”
Karang mendesis. Langkah Bunda pun
tertahan.
”Dengarkan aku! Kau yang
memintanya. Jangan salahkan aku... Tidak ada sarapan. Tidak ada! Kau tetap
disitu selama kau tidak mau menggunakan sendok dan garpu!”
”Apa yang tadi kau lakukan?
Marah! Berteriak! Memaki-maki! Menyumpah-nyumpah! Mencoba lari?” Karang galak
membentak.
”Percuma, Melati!” Suara
Karang mendadak serak.
(Halaman 135 dan 144, Tahap
klimaks)
Data 40
”Kau! Aku tahu siapa kau
sebenarnya! Delapan belas anak-anak yang mati tenggelam di laut! Pengadilan
itu! Tuduhan-tuduhan itu! Aku tidak peduli apa yang diputuskan oleh hakim. Aku
tidak peduli dengan dukungan-dukungan. Opini! Aku tidak peduli dengan opini!
Yang aku peduli, aku tidak pernah menyetujui seorang pemabuk berada di rumahku!
Seorang pemabuk mengajari putriku! Tidak pernah!” Tuan HK berteriak marah.
”Well, ternyata Tuan sudah
tahu ’pelajaran sejarah’ itu! Kalau begitu, satu orang lagi yang tahu kejadian
penting tersebut...” Karang menyeringai.
”Berhentilah bertingkah
seperti kau amat hebat! Seperti kau amat bisa mengendalikan seluruh suasana.
Kau! Pergi dari rumah ini sekarang juga!” Kalimat Karang membuat Tuan HK
benar-benar mengkal.
Data 41
”Kami tidak tahu kalau ternyata Melati pelan-pelan
mulai buta, ya Allah... dan... dan seminggu kemudian kabar buruk itu benar-benar
datang, dua kali lipat menyedihkan. Saat kami memeriksakan Melati ke Dokter
Ryan. Melati juga mulai tuli. Ya Allah, benar-benar menyakitkan mendengar
berita itu. Bagaimana mungkin putri kami yang lucu dan menggemaskan, tuli?
Buta?”
(Halaman 203, Tahap Klimaks)
Data 42
”Apa, apa yang kau lakukan disini, Sayang...”
Bunda berseru amat cemas. ”Hujan! Di luar sedang hujan, Melati. Kau bisa
kedinginan...”
”Biarkan, Nyonya... Biarkan Melati...” Karang
berseru lirih.
”Baaa...
B-a-a-a...” Melati menggerung pelan.
Karang gemetar merengkuh tangan Melati yang
satunya, yang tidak terjulur. Ia mengerti sudah. Caranya! Caranya itu! Telapak
tangan Melati. Akhirnya sisa-sisa panca indera itu kembali. Melalui telapak
tangan Melati. Air mancur yang mengalir lembut di telapak tangan dan sela jari
berhasil mencungkilnya.
(Halaman 270, Tahap klimaks)
5)
Tahap
Penyelesaian
Data 43
”Pakaian Ibu harus diganti”.
”Nanti saja, setelah
sarapan”. Bunda menggeleng tegas, tetap tersenyum, membantu menyerahkan gelas.
(Halaman 15, Tahap
penyelesaian)
Data 44
”Melati akan baik-baik saja,
Bun... Jika Bunda tetap yakin, maka ia pasti akan baik-baik saja”. Kinasih
berbisik pelan.
”Suatu saat Kinasih percaya,
bahkan Melati pasti bisa memanggil ’Bunda’ dengan sempurna. Memeluk dan
menyatakan cintanya kepada Bunda dengan utuh”. ”Terima kasih, Anakku! Kau
sungguh gadis baik. Semoga Tuhan
memberikan jodoh yang baik bagimu”.
(Halaman 39, Tahap
penyelesaian)
Data 45
”Bersihkan belingnya,
Salamah! Cepat! Sebelum terkena Melati!”
Tuan HK menelan ludah,
berkata tajam, ”Biarkan Tya... Biarkan!”
(Halaman 57, Tahap
penyelesaian)
Data 46
”Tidakkah kau sejenak saja
bisa berdamai dengan masa lalu itu?” Ibu-ibu gendut bertanya pelan, menyentuh
lembut lengan Karang.
(Halaman 66, Tahap penyelesaian)
Data 47
”Kami tidak meminta keajaiban
Melati sembuh, ya Allah! Kami tidak meminta keajaiban Melati bisa melihat dan
mendengar lagi, karena itu mustahil. Kami tahu itu, tapi kami hanya meminta
keajaiban agar Melati mempunyai cara untuk mengenal dunia ini. Mengenal Bunda
dan Ayahnya, dan... dan mengenal Engkau, ya Allah. Anak itu bisa dengan baik
mengenal-Mu.”
(Halaman 86, Tahap
penyelesaian)
Data 48
”Baik! Pagi ini aku akan
pergi, Tuan! Tapi, besok aku pasti akan kembali. Diminta ataupun tidak, kalian
pasti membutuhkan ku.” Karang mendesis pelan.
”Melati tidak akan pernah
bisa disembuhkan, Nyonya. Ia seumur hidupnya akan tetap buta dan tuli. Maafkan
aku telah mengatakan kabar buruk itu. Tapi, kita bisa menemukan cara agar ia
mengenal dunia ini. Mengenal Tuhan. Mengenal Penciptanya yang tega sekali telah
menciptakannya dengan segala keterbatasan. Nyonya, aku bisa membantunya, tapi
kita punya aturan main... Tiadak ada protes. Tidak ada keberatan. Jika kau
ingin aku melakukannya, turuti semua yang aku katakan, biarkan semua yang ingin
aku kerjakan.”
(Halaman 105-109, Tahap
penyelesaian)
Data 49
”Dengarkan aku, Sayang...
Kita akan membuat keadilan itu terlihat! Kita akan membuatnya terlihat agar
semua orang di dunia mengerti. Menjadi saksinya! Karena tidak setiap hari Tuhan
berbaik hati menunjukkannya. Kita akan membuatnya terlihat, Melati.
P-a-s-t-i...” Karang mengusap rambut ikal gadis kecil dalam dekapannya.
(Halaman 146, Tahap
penyelesaian)
Data 50
”Maafkan aku, Yang!” Tuan HK
berbisik pelan, ”Maafkan aku telah membentakmu.”
Bunda mengusap ujung-ujung
matanya.
”Maafkan aku, tapi keputusan
ini sudah selesai. Aku akan mengusirnya malam ini juga. Kau tahu, besok
pagi-pagi aku harus ke bandara, berangkat ke ke Frankurt selama tiga minggu...
Aku tidak ingin pemuda ’berbahaya’ itu menghabiskan waktunya di rumah ini
selama aku pergi...” Tuan HK membelai rambut beruban istrinya.
”Biarkan aku yang bicara,
Yang. Aku mohon... itu akan lebih baik buat semua. Kita tidak ingin terjadi
pertengkaran, bukan?” Bunda HK berbisik lirih.
(Halaman 161, Tahap
penyelesaian)
Data 51
”Berikan aku waktu 21 hari
lagi selama Tuan HK pergi, Nyonya. Aku akan memperbaiki banyak hal. Dan jika di
hari ke-21 Melati tetap tidak berubah, aku sendiri yang akan pergi sebelum Tuan
HK tiba di rumah.”
”Maafkan aku, Karang. Kau
harus pergi. Biarlah Melati sendiri dengan segala keterbatasannya.”
(Halaman 174, Tahap penyelesaian)
Data 52
”A-i-r!” Karang gemetar
menuliskan huruf demi huruf itu di telapak tangan Melati.
”Ba-aa-aa...” Melati
menggerung pelan.
Karang mendekatkan telapak
tangan Melati ke mulutnya. Berkata sekali lagi dengan suara bergetar, ”A-i-r...”
”Ba-aa-aaa...” Melati
mendadak tersenyum riang.
Karang sudah memeluk tubuh
gadis kecil itu erat-erat. Menangis.
”Apa... Apa... yang terjadi,
Anakku?” Bunda bertanya bingung.
”Ba-aa-aaa...” Melati
menggerung, menoleh ke Karang. Bertanya.
”B-u-n-d-a...” Karang meraih
telapak tangan Melati, menuliskan huruf demi hurufnya. Lalu mendekatkan telapak
tangan itu ke mulutnya. Bergetar. Getaran bibir itu masuk ke dalam memori
kepala Melati.
”Ba-aa-aaa...” telapak
tangan Melati yang bebas terus meraba-raba wajab Bunda.
”Ba-aa-aaa...” Melati
bertanya.
Karang kembali menuliskan huruf-huruf
itu di teapak tangan Melati. Mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya.
”A-y-a-h...”
”Baaa...” Melati menggerung
senang. Mengangguk-angguk.
(Halaman 273-275, Tahap
penyelesaian)
Data 53
”Mamang sekarang tahu kenapa
harus menggunting rumput ini setiap minggu... dulu Pak Guru kan pernah bilang,
’Percuma kau memotong rumput halaman ini! Hanya untuk menunggunya tumbuh lagi,
kemudian memotongnya lagi!’ Suara itu semakin bergetar.
”Tiga tahun lamanya buat apa
coba Mamang memotong rumput ini, membuatnya indah setiap hari. Hari ini Mamang
bisa melihat Melati berlarian ia atasnya. Rasanya bahagia sekali. Bahkan Mamang
tidak peduli kalau harus disuruh memotong rumput ini tanpa henti, sepanjang
Melati bisa bermain senang di atasnya...” Mang Jeje menyeka ujung-ujung
matanya.
(Halaman 285, Tahap
penyelesaian)
Data 54
”Ergh...”
Kinasih menoleh. Ya?
Karang menelan ludah.
Kinasih menatapnya. Menunggu.
”Ergh, aku...” Karang
tertegun sejenak menatap wajah itu, lantas sekejap tersenyum, ”Aku juga rindu
padamu...”
Salah satu kapal pesiar
lainnya ikut membunyikan dengking suara ’klaksonnya’. Tidak mau kalah. Buuungggg...
Saat yang tepat untuk
merajut kembali semua cerita.
(Halaman 295, Tahap
penyelesaian)
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, maka penulis
menjelaskan pembahasan sebagai berikut :
1)
Tahap
Penyituasian
Data
1 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu menggambarkan tokoh Nyonya HK (Ibu
Melati) yang sabar meskipun menghadapi kegaduhan yang ditimbulkan oleh Melati.
Melalui tuturan yang diucapkan oleh Nyonya HK tersebut terlihat bahwa ia adalah
sosok Ibu yang sangat baik, penyayang, dan sangat sabar menjaga dan selalu
mengusahakan kesembuhan untuk Melati, anaknya. Ucapannya dalam data dua di
atas, juga menunjukkan rasa sayangnya kepada Melati. Ia tidak sedikit pun
memarahi Melati, meskipun Melati membangunkannya dengan teriakan yang kuat.
Meski ia sendiri tahu kalau Melati pun tidak akan pernah dapat melihat bahkan
tidak dapat merasakan kasih sayang yang ia tunjukkan. Namun beliau dengan sabar
selalu menyayanginya.
Data
2 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu pengenalan tokoh Kinasih (Putri
Dokter Ryan), melalui tuturan yang diucapkan oleh Kinasih kepada Nyonya HK
ketika berkunjung ke rumahnya saat memeriksa kesehatan Bunda HK tersebut
terlihat bahwa ia adalah sosok gadis yang memiliki paras cantik, rendah hati,
dan terampil dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter muda yang baru saja
menyelesaikan ujian akhirnya. Bunda HK pun menegaskan bahwa keterampilannya
tersebut tidak jauh berbeda dengan ayahnya, Dokter Ryan.
Data
3 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu penjelasan atau memberitahukan
tentang keadaan Melati. Hal ini sesuai dengan tuturan yang dilontarkan oleh
Bunda Melati kepada Kinasih, yaitu Nyonya dan Tuan HK telah mendatangkan dokter
dan psikiater dari rumah sakit ternama. Tanpa putus asa, bunda Melati tetap
mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, yaitu kesembuhan untuk Melati. Ia
tidak putus asa untuk terus berharap akan adanya kabar baik atas keadaan
Melati.
Data
4 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu tentang permintaan Ibu-ibu gendut
di tempat tinggal Karang, yang bisa dilakukannya tiap pagi adalah mengingatkan
Karang akan surat-surat yang dikirim untuknya yang tidak pernah dibaca oleh
Karang. Bahkan menurut Karang, surat-surat tersebut tidak penting sama sekali.
Data
5 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu melukiskan keadaan yang terjadi di
lautan ketika perahu yang di dalamnya terdapat anak-anak yang ikut serta dengan
Karang, salah satunya adalah Qintan. Situasi tersebut ialah ketika perahu
tersebut diterpa oleh ombak yang besar, ketika itu pula awak kapal meneriaki
nahkoda untuk memelankan laju perahunya.
Data
6 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Bunda Melati mendatangi
kamar Karang. Ia dengan ramahnya menyapa Karang dan memperkenalkan dirinya
kepada Karang. Lalu, menjelaskan maksud kedatangannya menjumpai Karang. Namun,
Karang malah memotong perkataan Bunda Melati dengan mengatakan kalau ia datang
pada orang yang salah dan pada waktu yang tidak tepat pula.
Data
7 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Bunda Melati memberitahukan
kepada Karang tentang keadaan putrinya, Melati. Gadis kecil yang dulunya sangat
menggemaskan, cantik. Namun, seketika kesedihan datang mengambil milik
putrinya, tanpa menyisakan sedikit pun harapan. Melati berubah menjadi sangat
menyedihkan. Karena hal itulah yang menjadikan alasan ia datang ke tempat
Karang pagi ini.
Data
8 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Ketika Karang
tiba-tiba muncul di rumah Tuan HK, dan dengan hangat pun Karang diterima di
ruamah itu oleh Nyonya HK, dengan mempersilahkan Karang masuk serta mengenalkan
Karang kepada Tuan HK, juga mengenalkan Melati kepada Karang, ketika mereka
berada di ruang makan milik keluarga Tuan HK.
Data
9 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu Karang menceritakan kepada Bunda
HK, tentang Qintan. Qintan adalah anak yang baru berumur enam tahun. Ia seperti
Melati, sama menggemaskan. Ia juga penuh rasa ingin tahu, rambutnya lurus
hitam. Giginya juga kecil-kecil seperti gigi Melati. Ia amat suka mendengar
cerita, bahkan dia juga jahil. Karang melanjutkan dengan mengatakan kalau
Qintan adalah anak yang aktif, ia suka bernyanyi, suka mengejar capung,
meskipun ia sering terjatuh karena ia memakai tongkat di ketiaknya.
2)
Tahap
Pemunculan Konfliks
Data
10 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui percakapan
antara Salamah dan Nyonya HK. Percakapan tersebut terjadi setelah Melati melemparkan
gelas yang berisi air jeruk dan mengenai tepat ke atas badan Ibunya ketika
sedang tertidur, sehingga membuat baju yang dipakainya pun menjadi basah.
Data
11 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui ucapan
Salamah kepada Nyonya HK, yaitu ucapan maafnya karena kelalaiannya yang tidak
meletakkan gelas berisi air jeruk untuk Nyonya HK di tempat yang tinggi,
menyebabkan gelas tersebut dapat dengan mudah diambil dan dilempar oleh Melati.
Hal ini dikarenakan, Melati mana tahu hal apa yang boleh dilakukannya atau hal
apa saja yang tidak boleh dilakukannya, yang ia pahami hanyalah melempar apa
saja barang yang ada di dekatnya.
Data
12 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui tuturan
Nyonya HK kepada Kinasih yaitu mengenai kondisi Melati yang ketika hari kelima
saat didatangkannya dokter dan ahli psikiater ternama tersebut Melatih bukannya semakin tenang, malah
semakin marah dan berteriak sesukanya saat tim dokter tersebut memerikasanya.
Bahkan, Melati sempat menggigit jari salah satu dokter tersebut.
Data
13 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui tuturan
antara Bunda, Suster Tya dan Melati, ketika di meja makan saat mereka sedang
makan. Hal ini terlihat ketika Melati berteriak dan mengaduk-aduk piring makan
dihadapannya. Bunda mencoba menenangkannya, bahkan Suster Tya pun membantu
Melati untuk makan dengan tangan bagus, namun Melati mana tahu dan sama sekali
tidak dapat merasakan apa yang diucapakan oleh Bundanya. Serta sama sekali
tidak memperdulikan Suster Tya. Ia hanya semakin berteriak dan semakin
mengaduk-aduk piring yang berisi makanannya.
Data
14 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui tuturan
antara Karang dengan Ibu di tempat ia tinggal. Karang semakin kesal karena
setiap pagi yang bisa dilakukan oleh Ibu itu adalah memintanya untuk membaca
setiap surat yang datang untuknya, Karang pun berkata bahwa bukankah Ibu-ibu
itu telah menbacanya setiap pagi, jadi dia tidak perlu lagi membacanya. Namun,
Ibu itu tidak berhenti dan memberitahukan Karang bahwa ada anak yang
membutuhkan bantuannya.
Data
15 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui teriakan
Karang kepada Qintan, yang memberitahukan untuk tidak melepaskan pegangannya,
ketika sedang berada di dalam perahu yang diterpa ombak besar.
Data
16 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui
percakapan antara Bunda Melati dengan Karang di kamarnya. Bunda meminta
kesediaan Karang agar mau membantu Melati. Namun, dengan kasarnya Karang malah
mengatakan bahwa Melati membutuhkan dokter, psikiater, bukan dia.
Data
17 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui
percakapan antara Bunda dengan Melati, ketika Melati mulai marah dengan mengaduk-aduk makanan yang
ada di hadapannya. Namun, Bunda dengan penuh rasa
sayangnya mengingatkan Melati untuk makan secara pelan-pelan serta memperbaiki
posisi mangkuk yang hampir jatuh. Tetapi mana peduli Melati akan hal tersebut,
ia tetap saja menghentak-hentakkan kakinya sebagai ungkapan kemarahannya karena
Bunda menyentuh jari tangannya.
Data
18 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan ketika
Karang memaksa Melati untuk makan dengan menggunakan sendok. Namun, Melati mana peduli dengan apa yang
dilakukan Karang, ia berteriak dan ingin melemper sendok, namun Karang lebih
cepat menangkap gerakan tangan Melati yang hendak melempar tersebut.
Data
19 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan ketika
pagi berikutnya ketika Melati sarapan dengan Karang. Melati mulai marah dan
berteriak, lalu disusul dengan Karang yang menghardik Melati atas perbuatannya
yang tidak mau menurut ketika Karang memintanya untuk makan sarapannya. Bahkan,
Karang menyuruh Melati untuk diam, karena disana tidak ada Ayah dan Ibunya,
jadi tidak ada gunanya Melati mengeluh.
Data
20 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui
percakapan antara Tuan HK dan Istrinya ketika Tuan HK mengetahui Karang meminum
minuman keras atas informasi dari Salamah. Tuan HK sangat tidak suka dengan
peminum minuman keras, seperti yang dilontarkannya, bahwa ia tidak akan
membiarkan seorang pemabuk tinggal di rumahnya. Ia juga menegaskan kepada
Istrinya kalau sejak awal ia sudah tidak menyukai Karang tinggal di rumahnya.
Data
21 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang terlukis melalui
tuturan Bunda HK ketika mengingat
apa yang terjadi pada putrinya. Melati hanya terduduk. Namun, setelah itu satu
demi satu keterbatasan itu mulai bermunculan dan seluruh kebahagiaan keluarga
HK diambil satu persatu jua.
Data
22 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang terjadi di ruang makan keluarga HK. Ketika Tuan HK
pulang dan melihat Karang masih berada di rumahnya dan seketika Tuan HK
mengusir Karang. Tuan HK juga membentak istrinya, karena ia telah
membohonginya, ternyata Karang belum juga pergi dari rumah mereka. Tanpa mau
mendengarkan penjelasan dari istrinya, Tuan HK malah mendesis kencang kepada
istrinya dan Karang.
3)
Peningkatan
Konflik
Data 23 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang tergambar melalui tuturan salah seorang tim
dokter yang memeriksa Melati. Setelah Melati menggigit jari salah seorang dari
dokter yang memeriksanya, membuat tim dokter tersebut menjadi jengkel dengan
mengeluarkan tuturan kepada Bunda Melati, kalau Melati tidaklah membutuhkan
dokter ataupun psikiater melainkan Melati membutuhkan rumah sakit jiwa.
Data 24 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan saat terjadinya keributan antara
Suster Tya, Bunda dan Melati ketika di meja makan. Melati semakin meronta dan
menjadi-jadi, sampai-sampai ia memukul-mukul meja makan, sebagai ungkapan
marahnya. Suster Tya mencoba menghentikan tangan Melati yang memukul meja,
namun Melati tidak mau berhenti. Lalu, Bunda meminta Tya untuk membiarkan saja
Melati melakukan hal tersebut.
Data 25 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dituturkan oleh Karang dengan menjawab tuturan
dari Ibu tempat dia tinggal, yaitu dengan sinisnya Karang melontarkan
pertanyaan balik terhadap apa yang disampaikan oleh Ibu tersebut, memangnya
bantuan apa yang diharapkan dari orang yang terakhir kali bersama anak-anak,
justru membunuh anak-anak tersebut.
Data 26 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui teriakan Karang kepada
Qintan, yang menyatakan kepada Qintan untuk tetap berada di tempatnya, meskipun
perahu yang mereka tumpangi sedang
diterpa ombak yang semakin besar dan putaran ombak yang kencang.
Data 27 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui perdebatan yang terjadi
antara Bunda Melati dengan Karang mengenai masalah Melati. Bunda mengatakan
bahwa telah mengundang berpuluh-puluh dokter ternama, namum belum bisa membuat
Melati dapat mengenal dunia dan sekitarnya. Namun, Karang malah dengan sinisnya
berkata bahwa kalau tim dokter saja tidak dapat menyembuhkan Melati, kenapa malah
sekarang berharap pada seorang pemabuk sepertinya. Bahkan ia pun berkata, hanya
akan membuang-buang waktu saja menjumpainya, karena ia tidak dapat membantu
apa-apa.
Data 28 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui pertanyaan dingin
yang dilontarkan oleh Karang kepada Nyonya HK, yaitu ’Apakah ia selalu makan seperti ini? Tidak ada
bedanya dengan seekor binatang saat makan?’. Mendengar ucapan Karang tersebut, Tuan HK
pun berkata tajam, bahwa anaknya, buta dan tuli, jadi mana tau bagaimana cara
makan yang baik. Namun, Karang malah mendesis tidak kalah tajamnya, dengan
mengatakan bahwa meskipun Melati buta dan tuli bukan berarti ia tidak memiliki
otak, karena hanya binatang yang tidak punya otaklah yang tidak memiliki adab
makan.
Data 29 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Karang menghardik
Melati untuk makan dengan menggunakan sendok. Tetapi, yang dihardik malah
mengamuk dan tidak mau menurut. Karena Melati tidak mau menurut, makanya Karang
pun menyeret Melati dan tidak memberikan sarapan pagi itu untuk Melati.
Data 30 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Karang meneriaki
Melati untuk makan dengan sendok pada hari berikutnya. Namun, mana peduli
Melati dan mana dengar Melati dengan teriakan Karang, meskipun Karang memukul
meja. Melati malah semakin berteriak. Sampai-sampai Karang mencengkeram tangan
Melati dan memaksanya memegang sendok dan garpu itu.
Data 31 di atas merupakan
tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Tuan HK meneriaki Karang untuk pergi secepatnya
dari rumahnya. Namun, Bunda
Melati mencoba menenangkan suaminya, dengan memberitahukan perkembangan
terakhir yang dialami olrh Melati, kalau ia sudah bisa makan dengan menggunakan
sendok dan Melati sudah bisa makan sambil duduk di kursi, belum selesai Bunda
memberitahukan tentang keadaan Melati kepada suaminya, Bunda tiba-tiba
berteriak dan sangat terkejut melihat kursi yang diduduki oleh Melati telah
kosong. Melati entah kemana. Bunda pun panik.
4)
Tahap
Klimaks
Data 32 di atas merupakan
tahap klimaks, yang tergambar melalui tuturan salah seorang dari tim dokter
yang memeriksa Melati dengan Nyonya HK. Keduanya sempat terjadi adu mulut yang
hebat, ketika dokter tersebut meminta Tuan HK untuk membawa Melati ke unit
konservasi kejiwaan. Namun, Nyonya HK tidak terima anaknya divonis mengalami
gangguan kejiwaan, yang diungkapkannya dengan mengatakan bahwa Melati tidak
gila secara berkali-kali. Namun, dokter tersebut pun ikut melontarkan kata-kata
bahwa jika Melati tidak gila dia tidak akan mungkin menggigit jari orang lain.
Data
33 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika kegaduhan yang
terjadi di meja makan semakin menjadi-jadi, sampai Melati pun melemparkan
piring makannya ke lantai sampai pecah. Suster Tya menerik tangan Melati agar
ia tidak mencari barang lain untuk dilemparnya. Bunda pun ikut memegangi tangan
Melati yang satunya lagi. Namun, Melati tidak berhenti, ia tetap berteriak dan
meronta-ronta.
Data
34 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika pertengkaran mulut
yang terjadi antara Karang dan Ibu-ibu di tepat ia tinggal. Ibu tersebut
mendesak Karang untuk dapat menemui orang yang telah mengirimkan surat ketujuh
kali untuknya dalam seminggu terakhir ini yang sama sekali tidak pernah dibaca
oleh Karang. Namun Karang malah menjawab dengan ketusnya bahwa untuk apa ia
harus menemui keluarga itu, tidak ada gunanya.
Data
35 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya
percakapan antara Karang dengan Qintan ketika perahu yang mereka tumpangi
akhinya harus terbalik dalam ombak yang besar. Seketika itu pula Karang beserta
anak-anak dan nahkota ikut terjerembab ke dalam laut, dan ketika Karang
tersadar saat melihat boneka panda milik Qintan mengapung di dekatnya, ia baru
teringat dimana Qintan. Ketika itu juga Karang melihat Qintan mengapung dan
mendekap tubuh kecil Qintan, dengan berbisik Qintan mengatakan bahwa ia takut,
ia pun mengatakan bahwa ada cahaya, dan mama papanya datang, datang
menjemputnya. Qintan pun menyunggihkan senyum terakhir kepada Karang. Qintan
pun terkulai dalam pelukan Karang, ia telah pergi.
Data
36 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan dalam tuturan Bunda
Melati, ketika menceritakan kepada Karang tentang kondisi Melati yang
sebenarnya agar Karang membuka hatinya untuk mau membantu kesembuhan Melati. Bahkan, Bunda menangis
terisak-isak di hadapan Karang. Namun, Karang sama sekali tidak luluh dan tidak
memperdulikan Nyonya HK.
Data
37 di atas merupakan tahap
klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya keributan di ruang makan
milik keluarga Tuan HK. Karang mendesis kepada Melati untuk makan dengan
tangan, ia harus menggunakan sendok. Melati pun berteriak marah dan mengamuk
membanting sendok yang diberikan Karang. Namun , Karang pun tidak mau kalah, ia
memindahkan mangkuk yang ada dihadapan Melati. Lalu, Karang mencengkeram tangan
Melati dan menyeretnya menjauhi meja makan. Seketika itu juga Tuan HK
membentak, agar Karang melepaskan putrinya. Puncaknya, ketika Tuah HK habis kesabarannya
dan mengusir Karang dari rumahnya, serta meminta Salamah untuk memanggilkan
penjaga depan untuk menyeret Karang pergi dari hadapannya.
Data
38 di atas merupakan tahap
klimaks, yang dilukiskan ketika Karang mulai marah karena Melati tidak
mau menurut dengannya. Karang mendesis galak dan menyeret tubuh Melati dengan
paksa, lalu melemparkan tubuh Melati hingga terduduk di sudut ruangan serta
sebagai hukumannya Melati tidak diberikan sarapan oleh Karang.
Data
39 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya
kegaduhan antara Melati dan Karang. Ketika Melati yang diminta Karang untuk
makan dengan menggunakan sendok, namun ia tidak mau menuruti perkataan Karang.
Lalu, Melati mencoba berlari, namun gagal. Ia malah terbanting ke lantai karena
tersangkut sandal kepala kelincinya sendiri. Melati pum merintih
kesakitan. Bahkan, ketika Bunda mencoba
membantu Melati untuk bangun, Karang tidak membolehkannya. Karang malah semakin
membentak Melati bahwa tidak ada gunanya Melati marah, berteriak, memaki-maki,
menyumpah-nyumpah atau bahkan lari, tidak akan ada yang membantunya.
Data
40 di atas merupakan tahap
klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya kegaduhan di ruang makan, saat Tuan HK mengetahui siapa
Karang sebenarnya. Tuan HK
berteriak marah, bahwa ia sudah mengetahui siapa Karang sebenarnya, tentang
kematian delapan belas anak-anak yang tenggelam di lautan, yang lebih ia tidak
suka karena Karang seorang pemabuk, dan ia tidak pernah setuju seorang pemabuk
mengajari putrinya. Namun, Karang malah dengan santainya menyeringai dan
mengatakan kalau tambah satu orang lagi yang mengetahui tentangnya. Lantas
membuat Tuan HK benar-benar marah dan mengusir Karang untuk pergi sekarang juga
dari rumahnya.
Data
41 di atas merupakan tahap
klimaks, yang dilukiskan ketika Bunda Melati mengingat kembali apa yang dialami oleh putri semata
wayangnya. Melati pelan-pelan mulai buta, lalu minggu berikutnya Melati pun
tuli. Keluarga HK sangat terpukul atas apa yang dialami oleh Melati, putri
mereka yang lucu, menggemaskan, kini menjadi tuli dan buta.
Data
42 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika Bunda Melati mendapati Melati di taman dan
basah kehujanan. Bunda amat cemas, namun Karang malah melarang Bunda untuk
mengusik Melati yang menjulurkan tangannya dalam hujan tersebut. Ternyata,
Karang memahami sudah bahwa cara yang selama ini dicari sebagai media untuk
membuat Melati dapat mengenal dunianya adalah dengan air. Melati dapat memahami
dan merasakan sesuatu melalui air yang jatuh di telapak tangannya.
5)
Tahap
Penyelesaian
Data
43 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang tergambar melalui percakapan
antara Salamah dan Nyonya HK. Salamah menyarankan kepada Bunda Melati untuk
dapat segera menggantikan baju yang dipakainya yang telah basah terkena oleh
air jeruk karena kelalaian Salamah. Namun, bunda Melati yang memiliki sikap
penyayang yang tinggi, tidak mempermasalahkan hal tersebut, tetapi malah
mengatakan kepada Salamah, bahwa setelah sarapan saja bajunya diganti.
Data
44 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang tergambar melalui percakapan
antara Kinasih dan Nyonya HK. Kinasih memberikan motivasi dan semangat kepada Bunda
Melati bahwa Melati pasti akan baik-baik saja, asalkan Bunda tetap yakin akan
kesembuhan Melati, Kinasih pun meyakinkan Bunda bahwa suatu saat Melati pasti
akan dapat memanggilnya dengan panggilan Bunda,
bahkan Melati akan bisa memeluk dan menyatakan cintanya kepada beliau. Lalu
Bunda pun mengucapkan terimakasih atas semangat yang diberikan oleh Kinasih.
Data
45 di atas merupakan tahap penyelesaian, yaitu ketika Bunda meminta Salamah
untuk membersihkan beling pecahan piring yang telah pecah dilempar oleh melati,
agar pecahan beling tersebut tidak melukai Melati. Bahkan, Tuan HK pun meminta
Suster Tya untuk tidak terlalu keras pada putrinya, Melati.
Data
46 di atas merupakan tahap penyelesaian, yaitu ketika Ibu-ibu di tempat Karang
tinggal meminta Karang untuk berdamai dengan masa lalunya, karena jalan
hidupnya masih panjang dan masih banyak yang membutuhkan bantuannya di luar
sana, salah satunya adalah keluarga yang seminggu terakhir ini selalu
mengirimkan surat kepadanya.
Data 47 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui
tuturan Bunda Melati ketika berada di tempat Karang. Bunda tidak mengaharapkan
keajaiban agar Melati normal seperti anak-anak lain seusianya, karena itu
mastahil. Namun, yang ia harapkan hanyalah agar Melati dapat memiliki cara
untuk mengenal dunianya, mengenal orang tuanya, dan mengenal siapa Penciptanya.
Data 48 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui
tuturan Karang ketika diusir oleh Tuan HK. Ia mendesis pelan dengan mengatakan
bahwa untuk pagi itu, ia akan pergi. Namun, untuk esoknya ia pasti akan kembali
lagi. Ia telah memutuskan untuk membantu agar Melati dapat berkomunikasi dengan
dunianya. Karang hanya meminta agar Tuan dan Nyoya HK tidak protes terhadap
usahanya untuk menyembuhkan Melati.
Data 49 di atas merupakan
tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan Karang ketika membelai
rambut ikat Melati dalam dekapannya, dengan mengatakan bahwa dia dan Melati
akan membuat keadilan itu telihat, yaitu keadilan untuk Melati agar dapat
berkomunikasi dengan dunianya, dan Karang kembali menyakinkan Melati akan
kesembuhan tersebut.
Data
50 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui percakapan antara Tuan Hk dengan Nyonya
HK. Tuan HK meminta maaf karena telah membentak istrinya. Namun, Tuan HK telah
mengambil keputusan akan mengusir Karang malam ini juga, karena ia tidak mau
pemuda berbahaya itu menghabiskan waktunya di rumah dia selama ia pergi. Tetapi,
Nyonya HK membujuk suaminya agar mengizinkan supaya dia saja yang mengatakannya
kepada Karang, karena ia tidak mau suaminya sampai adu mulut dengan Karang.
Data
51 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan
Karang dengan meminta kepada Bunda
HK untuk tetap tinggal di rumah tersebut agar bisa mengusahakan kesembuhan
Melati, dia juga berjanji jika 21 hari sebelum Tuan HK kembali, Melati belum
juga dapat disembuhkan, maka ia sendiri yang akan pergi, ia juga berjanji akan
memperbaiki banyak hal yang tidak disukai oleh Tuan HK dan anggota rumah
tersebut. Namun, Bunda tetap meminta Karang untuk pergi dan membiarkan Melati
dengan segala keterbatasannya.
Data
52 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Karang menuliskan satu demi satu huruf ke
telapak tangan Melati lalu dengan pelan Karang melafalkan huruf-huruf tersebut
dengan mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya. Dengan cara inilah Melati
dapat memahami dunianya, mengenal Ayah Ibunya, Karang dan Yang Menciptakannya.
Data
53 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Mamang Jeje menyatakan kalau ia tidak akan
pernah lelah untuk memotong rumput di taman, asalkan ia bisa selalu melihat
Melati berlarian di atasnya. Ternyata perjuangannya selama tiga tahun dapat
dinikmati oleh Melati.
Data
54 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Karang berjalan bersama dengan Kinasih.
Ketika karang menyatakan kepada Kinasih kalau ia juga sangat merindukannya.
Lalu disusul oleh dengkingan suara klakson kapal pesiar. Maka saat itulah awal
merajut kembali semua cerita.
BAB V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah peneliti
lakukan tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, terdapat 54
data yang merupakan tahapan alur dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, terbagi atas 5 tahapan alur, yaitu (1) tahap penyituasian yang terdapat dalam 9 kutipan data, (2) tahap pemunculan konflik yang terdapat
dalam 13 kutipan data, (3) tahap peningkatan konflik yang
terdapat dalam 9 kutipan
data, (4) tahap klimaks yang
terdapat dalam 11 kutipan
data, dan (5) tahap penyelesaian yang terdapat dalam 12 kutipan data. Berdasarkan data tersebut, tahapan alur yang paling banyak dimunculkan penulis dalam novel Moga Bunda Disayang Allah
karya Tere-Liye adalah tahap pemunculan konflik.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka
penulis menyarankan kepada berbagai pihak yaitu sebagai berikut :
1)
|
Melalui penelitian ini, diharapkan kepada guru mata pelajaran bahasa
Indonesia untuk dapat memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai struktur
atau tahapan sebuah alur cerita, khususnya novel kepada para siswa. Sehingga siswa dapat memahami secara baik akan setiap tahapan alur dalam
suatu cerita, yang memudahkan siswa dalam memahami sebuah cerita yang
dibacanya.
2)
Melalui
penelitian ini juga, diharapkan
kepada mahasiswa khususnya mahasiswa prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
agar lebih mendalami tentang berbagai tahapan alur yang terdapat dalam sebuah
karya sastra berbentuk fiksi, sehingga dapat memperkaya wawasan di bidang
telaah sastra dalam hal makna tersirat dari karya sastra tersebut. Dengan luasnya
wawasan akan mempermudah mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3)
Melalui
penelitian ini, peneliti mengharapkan juga kepada prodi Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah agar memperhatikan lagi materi perkuliahan tentang tahapan
alur dalam karya
sastra berbentuk fiksi melalui berbagai cara, misalnya dengan
menyajikan bahan bacaan yang bermutu dan tenaga pendidik yang berkualitas serta ahli dibidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps.
Kosasih, Encang. 2003. Kompetensi
Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.
Kutha Ratna, Nyoman. 2010. Teori,
Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.
Moleong, Laxy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori
Pengkajian Fiksi. Jakarta: Gajah Mada University Press.
Panitia Penyusun. 2013. Pedoman
Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.
Santosa, Wijaya Heru dan Wahyuningtyas, Sri. 2010. Pengantar
Apresiasi Prosa.
Surakarta:
Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Penggantar teori sastra. Jakarta: PT. Grasindo.
Liye, Tere. 2006. Novel Moga Bunda
Disayang Allah. Jakarta: Republika.
Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
|
Landasan Teorinya??
BalasHapus