Minggu, 05 April 2015

KEMAMPUAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KUTABLANG KABUPATEN BIREUEN DALAM MENULIS DRAMA BERSTRUKTUR TEKS ANEKDOT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan dan terdapat dalam kurikulum pembelajaran pada SMA. Selain itu, pebelajaran Bahasa Indonesia juga sangat penting untuk diperhatikan, baik oleh para pengajar maupun oleh siswa, hal ini dikarenakan materi yang diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia sangat banyak dapat diterapkan oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu aspek yang diajarkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kepada siswa SMA adalah menulis. Melalui keterampilan menulis siswa dapat menuangkan gagasan dan ide yang dimilikinya melalui media tulisan. Gagasan dan ide tersebut tidak dengan mudah dapat tertuang dalam kata-kata dan kalimat atau bahkan ke dalam paragraf dan wacana, namun memerlukan suatu keterampilan menulis tersendiri yang dapat mewujudkan akan hal tersebut. Kegiatan menulis tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun membutuhkan daya pikir dan imajinasi yang tinggi. Terlepas dari semua itu, seorang penulis haruslah memiliki ilmu tentang kebahasaan.
1
Banyak hal yang diajarkan dalam materi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA mengenai kegiatan menulis, salah satunya adalah materi pada kelas X tentang menulis naskah drama. Drama merupakan karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Seorang penulis yang baik, mampu menuliskan berbagai bentuk drama. Melalui imajinasi yang dimilikinya dan keahlian tentang unsur kebahasaan yang terdapat dalam dirinya membuat ia mampu menuangkan gagasan dan ide-ide tersebut sehingga terbentuklah sebuah naskah drama yang berisi dialog-dialog atau percakapan antartokoh.
Naskah drama yang lahir dari imajinasi seorang penulis, tentunya memiliki beragam bentuk dan dengan kekhasan tersendiri. Salah satunya adalah drama berstruktur teks anekdot. Drama jenis ini dihasilkan dari tangan-tangan penulis handal melalui imajinasinya dengan mengumpulkan sederet kata dan kalimat yang akan dijadikan dialog dalam drama yang berisi pengalaman seseorang atau bahkan pengalaman dirinya sendiri yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca melalui dialog-dialog dalam naskah drama.
Menulis drama berstruktur teks anekdot adalah salah satu materi pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk berpikir ekstra dalam mengemukakan berbagai pengalaman yang dimilikinya atau imajinasinya tentang pengalaman yang tidak biasa. Siswa harus dapat menyusun kata-kata dalam bentuk cerita yang bersifat lucu dan dapat menarik perhatian pembaca. Kata-kata tersebut dituangkan oleh siswa dalam bentuk tulisan sehingga tersusunlah dialog-dialog atau percakapan antartokoh dan menghasilkan sebuah drama berstruktur teks anekdot.
Drama berstruktur anekdot merupakan jenis drama yang unsur dramanya berupa dialog yang disusun atas perpaduan kata-kata yang dapat menarik minat pembaca dan dapat menghibur si pembaca. Melalui materi pembelajaran tentang menulis drama berstruktur anekdot, siswa SMA akan dapat lebih memahami bagaimana seharusnya siswa menyusun kata-kata dalam menulis naskah drama.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah ”Kemampuan Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam Menulis Drama Berstruktur Anekdot”.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur teks anekdot?

1.3         Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui data tentang kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur teks anekdot.

1.4         Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis dan praktis.
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan kajian dan informasi yang berarti tentang kemampuan siswa dalam menulis drama berstruktur teks anekdot.
Selanjutnya, secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
1)        Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang menulis drama berstruktur teks anekdot dan untuk lebih memotivasi potensi yang ada dalam diri peneliti.
2)        Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para siswa dalam aspek menulis, khususnya menulis naskah drama berstruktur anekdot.
3)        Bagi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Kutablang, hasil  penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan guru dalam menghadapi permasalahan ketika pembelajaran di kelas terutama permasalahan yang berkaitan dengan kesulitan para siswa dalam menulis naskah drama berstruktur teks anekdot.
4)        Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan proses pengajaran Bahasa Indonesia dalam meningkatkan keterampilan menulis bagi siswa SMA Negeri 1 Kutablang.
5)        Bagi mahasiswa lain, hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan pendalaman ilmu serta pengetahuan mengenai bidang kebahasaan, khususnya tentang menulis drama berstruktur teks anekdot.

1.5         Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian
1.5.1   Anggapan Dasar Penelitian
Anggapan dasar dalam penelitian ini berfungsi untuk memperoleh gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahannya, sehingga menjadi tumpuan peneliti dalam melaksanakan penelitian.
Menurut Arikunto (2006:65), bahwa ”Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian nanti”.
Maka, yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1)        Menulis drama berstruktur teks anekdot merupakan salah satu materi yang diberikan oleh guru kepada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen. 
2)        Melalui materi menulis drama berstruktur teks anekdot, dapat menambah kemampuan siswa dalam menulis, khususnya menulis tulisan berbentuk dialog-dialog percakapan berbentuk naskah drama.
3)        Menulis drama berstruktur teks anekdot juga dapat menjadikan siswa agar mengetahui dan memahami berbagai bentuk tulisan yang tergolong ke dalam naskah drama berstruktur anekdot, serta membantu siswa agar dapat dengan mudah menulis.  
1.5.2   Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih perlu pembuktiannya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Arikunto (2006:71), bahwa ”Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”. Sejalan dengan pendapat Arikunto tersebut, yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur teks anekdot masih kurang.  

1.6         Definisi Operasional
Supaya adanya kesamaan penafsiran antara pembaca dan penulis terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis menguraikan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1)        Kemampuan adalah kesanggupan siswa dalam menulis drama berstruktur teks anekdot.
2)        Menulis adalah proses menuangkan ide ke dalam bentuk drama berstruktur teks anekdot.
3)        Drama adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan.
4)        Berstruktur adalah mempunyai struktur atau susunan teks anekdot.
5)        Teks adalah bagian terbesar dalam satuan bahasa, yang terdiri atas gabungan beberapa paragraf dan memuat pengalaman seseorang.
6)        Anekdot adalah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1     Pengertian Menulis
Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara menuangkan gagasan dan ide yang dimiliki oleh seorang penulis. Gagasan dan ide tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan melalui media bahasa. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang membutuhkan kemahiran berbahasa yang baik, sehingga menghasilkan tulisan yang baik pula.
Menurut Djuharie (2005:120), menyatakan bahwa ”Menulis merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatih”. Maksudnya, jelas bahwa keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang memerlukan latihan untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik, hal ini dikarenakan menulis merupakan salah satu proses berpikir yang hanya dapat dihasilkan melalui media tulisan.
7
Selanjutnya, Pranoto (2004:9), mengemukakan bahwa ”Menulis adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bentuk tulisan atau menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui tulisan. Menulis juga dapat diartikan sebagai ungkapan atau ekspresi perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, melalui proses menulis kita dapat berkomunikasi secara tidak langsung”. Maksudnya, menulis merupakan kegaitan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu dengan cara menuangkan gagasan yang dimilikinya dalam bentuk bahasa tulis/tulisan, sehingga maksud yang ingin disampaikannya tersebut dapat dipahami oleh orang lain.

Menurut Jakob Sumarjo (dalam Komaidi, 2011:5), menyatakan bahwa ”Menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan”. Dapat dipahami bahwa kegiatan menulis adalah salah satu kegiatan yang terwujud dalam bentuk bahasa tulis yang dihasilkan dari gagasan/ide seseorang.
Sedangkan menurut Bobbi DePorter (dalam Komaidi, 2011:22), mengatakan bahwa ”Menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika)”. Dapat dipahami bahwa menulis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh otak dan dapat terwujud melalui proses berpikir, dengan menggunakan perasaan dan kebenaran yang diproses di otak, lalu tertuang dalam bentuk tulisan/bahasa tulis seorang penulis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang dilakukan dengan cara  menuangkan ide, gagasan, perasaan dan kebenaran yang dihasilkan melalui proses berpikir dalam bentuk bahasa tulisan sehingga orang lain yang membaca dapat memahami isi tulisan tersebut dengan baik.

2.2     Pengertian Drama
Drama merupakan suatu karya cipta seorang penulis yang diterbentuk dari diolog-dialog antar tokoh dan memiliki suatu pesan moral di dalamnya. Selain itu, pada hakikatnya drama merupakan suatu seni yang dapat dipentaskan oleh lakon/akting  para tokoh dalam dialog-dialog tersebut.
Menurut Soemanto (dalam Endraswara, 2011:11), menyatakan bahwa ”Drama berasal dari bahasa Prancis, yaitu drame yang artinya lakon serius dan berupa seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh”. Dapat dipahami bahwa, drama merupakan seni yang membutuhkan akting atau lakon para tokoh dengan berbagai dialog yang diperankannya dengan penuh penghayatan dan pendalaman makna dari dialog yang diperankan tersebut.
Menurut Aristoteles (dalam Endraswara, 2011:12), mengungkapkan bahwa ”Drama adalah ’a representation of an action’.” Maksudnya, drama merupakan suatu tindakan yang akan menjadi akting.
Menurut Wood dan Attfield, (dalam Sariana, 2010:60, yang dikutip dalam blog ewinksuarahati), menyatakan bahwa ”Drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniru gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dalam rangkaian cerita tertentu”. Dapat dipahami bahwa drama merupakan lakon yang diperankan oleh seseorang sesuai dengan dialog yang telah ditulis oleh penulis naskah, baik berupa karakter maupun situasi seorang tokoh dalam cerita tersebut.
Lalu, menurut Zaidan (1994: 60, dalam blog ewinksuarahati), menyatakan bahwa ”Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas”. Jelas bahwa drama merupakan salah satu jenis sastra yang terbentuk atas dialog-dialog antartokoh dan dipertontonkan di atas pentas atau panggung.
Berdasarkan beberapa pendapat pakar tentang drama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa drama merupakan sederet kisah hidup manusia yang dilakokan oleh seseorang di atas pentas, yang berisi sederet dialog percakapan antartokoh dan diperankan sesuai dengan karakter tokoh serta situasi dalam naskah.

2.3     Unsur-unsur Pembangun Drama
          Sebuah drama yang baik, tentunya dibangun atas berbagai unsur yang dapat mendukung terbentuknya drama yang baik pula. Unsur-unsur tersebut merupakan suatu hal yang dapat menjadikan drama tersebut dapat dinikmati oleh pembaca naskahnya atau penonton berbagai adegan yang diperankan oleh tokoh sesuai dengan naskah.
          Menurut Fatmawati (2012:12, dalam blog aladzaniart), menyatakan bahwa ”Drama dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, yaitu:
1)        Unsur Intrinsik Drama
          Menurut Fatmawati, (2010:12, dalam blog aladzaniart) unsur intrinsik drama terdiri dari:
(1)     Alur
Sebagaimana pada cerita rekaan, alur disebut juga plot, jalan cerita, atau struktur naratif. Demikian pula alur drama disebut juga struktur drama. Berkaitan dengan drama anak-anak, maka alur drama anak-anak adalah rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. Sedangkan struktur drama anak-anak digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu (a) perkenalan, (b) penajakan laku, (c) klimaks, (d) leraian, dan (e) keputusan.
Alur atau struktur drama anak-anak pada umumnya mengandung 5 bagian rangkaian peristiwa, yaitu perkenalan, komplik, klimaks, anti klimaks, dan penyelesaian.
(2)     Tema
Tema pada drama terdapat dalam keseluruhan teks. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita drama, jadi penentuan tema suatu drama dilakukan berdasarkan keseluruhan teks yang bersangkutan tidak hanya berdasarkan pada bagian tertentu.
(3)      Tokoh
Tokoh pada drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan (tokoh pembantu). Tokoh utama terbagi tiga,yaitu tokoh pratagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis. Tokoh pratagonis adalah tokoh yang berwatak baik atau tokoh yang mempunyai masalah atau tokoh penggerak cerita. Tokoh antagonis adalah tokoh yang berwatak jahat atau tokoh yang seiring dengan tokoh pratagonis dan selalu bersama. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang bertindak sebagai pelerai. Tokoh ini dapat berupa manusia dan bathin manusia itu sendiri.
(4)     Latar
Latar atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa.
(5)     Dialog
Dialog adalah unsur penting dalam drama, karena dialog merupakan ciri khas suatu naskah drama.
(6)     Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan bentuk penyampaian bahasa, bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang mudah dimengerti, bisa berupa bahasa formal maupun bahasa sehari-hari.
2)        Unsur Ekstrinsik Drama
Menurut Yusi Rosdiana (2007:8.22, dalam blog aladzaniart), unsur ekstrinsik drama terdiri dari:
(1)     Biografi Pengarang
Biografi pengarang merupakan latar belakang kehidupan pengarang naskah drama. Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai isi karangan yang dibuat.
(2)     Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang. Psikologi juga dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental yang normal maupun yang tidak normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan berbagai kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang harus mampu menguasai psikologi karangan sastra yang dibuatnya.
(3)     Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan proses-proses sosial. Pengarang dalam menulis drama juga dipengaharui oleh status lapisan masyarakat tempat asalnya, kondisi ekonomi, dan realitas sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah drama yang baik dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik suatu drama berupa alur, tema, tokoh, latar, dialog dan gaya bahasa, sedangkan unsur ekstrinsik suatu drama berupa biografi pengarang, psikologi, dan sosiologinya.

2.4     Struktur Drama
          Sama halnya dengan karya sastra lain, drama juga memiliki strukturnya tersendiri. Struktur tersebutlah yang membangun lakon menjadi semakin menarik, hal ini dikarenakan lakon pun harus mempunyai struktur yang jelas.
          Menurut Endraswara (2011:20), menyatakan bahwa ”Struktur baku sebuah drama adalah:
1)        Babak
Babak merupakan pembentuk keutuhan kisah kecil dalam drama. Babak dalam naskah drama adalah bagian dari naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di satu tempat pada urutan waktu tertentu.
2)        Adegan
Adegan dalam drama adalah bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa berhubung datangnya atau perginya seorang atau lebih tokoh cerita ke atas pentas.
3)        Dialog
Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan yang lain.
Dalam dialog ada yang disebut dengan istilah monolog. Monolog merupakan kata-kata pelaku pada dirinya sendiri.
4)        Prolog
Prolog merupakan bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal, biasanya memuat pengenalan pemain. Namun, pada dasarnya prolog adalah pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.
5)        Epilog
Epilog adalah penutup drama. Bagian ini, biasanya diisi oleh pembawa acara atau anouncer, yang memuat kilas balik dan sekedar menyimpulkan isi drama. Epilog akan akan memberikan simpulan nilai drama.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur sebuah drama terdiri atas babak, adegan, dialog, prolog dan epilog. Dengan adanya kelima struktur tersebut dalam sebuah drama barulah drama tersebut terangkai menjadi sebuah cerita yang unik.

2.5     Jenis-jenis Drama
          Drama yang merupakan salah satu karya sastra juga memiliki pembagian tersendiri. Jenis tersebut dapat membedakannya dengan ragam yang lain. Menurut Yusi Rosdiana, (2007:8.7, dalam heycamellia.blogspot.com) membagi jenis-jenis drama dalam beberapa aspek, antara lain:


1)        Ditinjau dari Aspek Jumlah Pelaku
Berdasarkan aspek jumlah pelaku dalam drama, maka drama terbagi menjadi dua, yaitu:
(1)     Drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh beberapa orang tokoh, misalnya tiga orang pelaku atau lebih.
(2)     Drama monolog, yaitu drama yang dipentaskan oleh seorang pemain saja, biasanya berupa dialog tokoh dengan batinnya sendiri. 
2)        Ditinjau dari Aspek Kuantitas Waktu Pementasan
Berdasarkan aspek kuantitas waktu pementasan drama, maka drama terbagi menjadi dua, yaitu:
(1)     Drama pendek, yaitu teks drama anak-anak yang terdapat satu babak dalam kisahan ceritanya dan jika dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini menuntut pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam gaya, latar, dan pengaluran.
(2)     Drama panjang, yaitu drama yang terdiri dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang (misalnya 2 jam). 
3)        Ditinjau dari Aspek Alur Peristiwa
(1)     Drama dukaria, yaitu teks drama anak-anak yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan.
(2)     Drama tragedi, yaitu drama yang menyebabkan para penonton merasa belas kasihan dan ngeri sehingga mereka mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis.
(3)     Drama komedi dan melodrama, yaitu drama yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka dan lucu. 
4)        Ditinjau dari Aspek Kehidupan
(1)     Drama domestik, yaitu drama yang menceritakan tentang kehidupan rakyat biasa.
(2)     Drama borjuis, yaitu drama yang menceritakan tentang kehidupan kaum bangsawan. 
5)        Ditinjau dari Aspek Media Pementasan
(1)     Drama radio, yaitu drama yang hanya dapat didengar suaranya melalui media udara.
(2)     Drama televisi, yaitu jenis drama yang dipertontonkan di layar kaca, dapat didengar suaranya dan dapat dilihat aktingnya.
(3)     Drama pentas (drama panggung), yaitu jenis drama yang biasa ditemukan di atas pentas.
6)        Ditinjau dari Aspek Keaslian Penciptaan Teks Drama
(1)     Drama asli, yaitu drama yang dikarang oleh pelaku pementasan.
(2)     Drama terjemahan, yaitu drama yang disalin dari bahasa lain dan dari pengarang lain. 
7)        Ditinjau dari Aspek Sikap Tokoh Terhadap Naskah
(1)     Drama modern, yaitu drama yang berasal dari pengarang lain dan teks telah dipersiapkan terlebih dulu.
(2)     Drama tradisional, yaitu jenis drama yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turun-temurun serta tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu.
Selain jenis-jenis drama di atas, terdapat beberapa jenis drama anak-anak yang ditinjau dari aspek cara menyajikannya, yaitu:
1)        Drama pantomim, yaitu drama yang dipentaskan dengan tidak menggunakan pengucapan kata (drama bisu), tetapi hanya menggunakan sikap dan gerak serta diiringi musik. 
2)        Drama tablo, yaitu drama yang dipentaskan tanpa gerak dan pengucapan kata oleh para pelaku, dan merupakan seni preposisi dengan komposisi sikap para pelaku serta diikutkan seorang narator untuk memberi prolog atau keterangan cerita. 
3)        Drama kreatif, yaitu drama informal yang dibuat oleh anak dan untuk partisipan. Drama kreatif dapat ditampilkan di depan kelas dengan cara mengambil cerita anak-anak yang berasal dari bacaan, alurnya dikembangka sendiri sehingga tidak perlu ada teks drama. 
4)        Sandiwara boneka, yaitu drama yang dilakukan pemeran dengan menggunakan bentuk boneka yang pada dasarnya hanya mewakili pemeran sebenarnya. Pemeran yang sebenarnya adalah orang yang menggerakkan boneka tersebut. 
5)        Drama bacaan, yaitu suatu pementasan dramatis yang diformalisasikan dari teks drama oleh kelompok pembaca. Masing-masing pemeran memegang satu peran dan membaca karakter yang digariskan dalam teks drama. 
6)        Drama opera, yaitu bentuk drama panjang yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dan biasanya dinyanyikan dengan musik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa drama terbagi berdasarkan tujuh aspek, yaitu aspek jumlah pelaku, aspek kuantitas waktu pementasan, aspek alur peristiwa, aspek kehidupan, aspek media pementasan, aspek keaslian penciptaan teks drama, dan aspek sikap tokoh terhadap naskah.

2.6     Pengertian Teks Anekdot
Teks anekdot adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca.
Dalam heycamellia.blogspot.com, menjelaskan bahwa anekdot adalah ”Sebuah cerita singkat, lucu dan menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya”. Maksudnya, anekdot merupakan sebuah naskah yang disajikan berdasarkan kejadian nyata yang melibatkan orang-orang sebenarnya, dan di suatu tempat yang dapat diidentifikasi. Selain itu, dapat juga menghibur, tetapi anekdot bukanlah lelucon, karena tujuan utamanya adalah tidak hanya untuk membangkitkan tawa, tetapi untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang lebih umum daripada kisah singkat itu sendiri, atau untuk melukiskan suatu sifat karakter dengan ringan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa anekdot adalah sebuah cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya. Dengan demikian teks anekdot merupakan cerita narasi ataupun percakapan yang lucu dengan berbagai tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau senda gurau, sindirin, atau kritik tidak langsung.


2.7     Struktur Teks Anekdot
          Struktur merupakan unsur-unsur yang menjadi landasan dasar sehingga terbentuknya sebuah teks anekdot yang baik. Dalam heycamellia.blogspot.com menjelaskan bahwa ”Pada umumnya teks anekdot terdiri atas lima bagian, yaitu:
1)        Abstrak
Abstrak adalah bagian di awal paragraf yang berfungsi memberi gambaran tentang isi teks. Biasanya bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks. Dapat dipahami bahwa abstrak merupakan bagian pertama dalam teks yang dapat mendeskripsikan tentang keseluruhan dari teks tersebut.
2)        Orientasi
Orientasi adalah bagian yang menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detil di bagian ini. Maksudnya, jelas bahwa orientasi merupakan bagian dalam teks yang menggambarkan kejadian awal yang terjadi dalam suatu teks.
3)        Krisis
Krisis adalah bagian ini adalah bagian terjadinya suatu hal atau masalah yang unik dan tidak biasa, yang terjadi pada si penulis atau orang yang diceritakan. Maksudnya, krisis merupakan bagian dalam teks yang menggambarkan tentang suatu hal yang berbeda dari yang lain yang dialami oleh tokoh dalam teks.
4)        Reaksi
Reaksi adalah bagian yang berisi tentang bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis tersebut menyelesaikan masalah yang timbul di bagian krisis tadi. Maksudnya, jelas bahwa reaksi merupakan bagian dalam teks yang menceritakan tentang bagaimana sang tokoh menyelesaikan berbagai masalah yang telah muncul.
5)        Coda
Coda merupakan bagian akhir dari cerita unik tersebut. Bisa juga dengan memberi kesimpulan tentang kejadian yang dialami penulis atau orang yang ditulis. Dapat dipahami bahwa coda adalah bagian dalam teks yang menjadi bagian terakhir yang berisi tentang kesimpulan dari berbagai masalah yang dialami sang tokoh dalam teks dan bisa juga mendeskripsikan tentang pesan moral.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur pembangun teks anekdot terbagi atas lima bagian, yaitu abstrak, orientasi, krisis, reaksi, dan coda.

2.8     Ciri-ciri Teks Anekdot
          Teks anekdot juga memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat membedakannya dengan jenis teks lainnya. Dalam heycamellia.blogspot.com menjelaskan bahwa teks anekdot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)        Aspirasi (opini)
2)        Menyindir (sarkasme)
3)        Tokohnya Faktual
4)        Memiliki alur/plot
5)        Memiliki latar waktu, tempat, dan latar suasana
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks anekdot memiliki ciri-ciri yang unik, yaitu bisa berupa opini dari seorang penulis naskah, bisa berupa kata-kata yang penuh dengan sindiran dalam naskah tersebut, bisa juga dikarenakan adanya tokoh yang terkenal, dan dianggap penting, selain itu bisa juga teks anekdot terbentuk dari urutan peristiwa yang menarik atau bahkan lucu, dan teks anekdot juga mempunyai latar kejadian dalam naskah.

2.9     Contoh Teks Drama Berstruktur Anekdot
Teka-teki Suksesi
Seorang wakil presiden di masa Orde Baru, sebut saja namanya Tresno. Sebagai wakil presiden yang baik, ia ingin belajar dari Lee Kuan Yew bagaimana caranya memilih Menteri yang pintar. Maka dia datang ke Singapura diam-diam.
Tresno                  : ”Bagaimana caranya memilih Menteri yang pintar, Pak Lee??” Tanya Tresno.
Lee                      : ”Gampang”, jawab Lee.
                               ”Kita test saja kecerdasannya”.
Lalu, tokoh Singapura itupun memanggil perdana menterinya, Goh Chok Tong. Lee mengajukan satu pertanyaan yang harus dijawab Goh dengan cepat dan tepat :
Lee                      : ”Hai, Chok Tong, misalkan orang tuamu punya anak tiga orang, Siapakah gerangan anak yang bukan kakakmu, dan Bukan pula adikmu?” Tanya Lee.
Goh Chok Tong : Goh menjawab dengan tangkas, ”Ya itu saya sendiri.”
Lee                      :  Lee bertepuk tangan, ”Angka 10 untuk Goh. Sebab itu dia kupilih!”
Tresno sangat terkesan dengan cara memilih gaya Lee Kuan Yew ini. Dia pulang ke Jakarta dan segera mau menguji Moko.
Tresno                  : ”Pak Moko,” kata Tresno,
”Saya ingin menguji sampeyan. Ada satu pertanyaan yang harus sampeyan jawab: Misalkan orang tua sampeyan punya anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakak sampeyan dan bukan pula adik sampeyan?” Tanya Tresno.
Ternyata Moko tidak segera bisa menjawab. Tapi dia punya akal dan minta permisi sebentar keluar ruangan, dimana menunggu Surata.
Moko                   :  ”Coba mas Rata”, Katanya kepada bawahannya ini.
”Misalkan orang tua situ punya anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakak situ dan bukan pula adiknya situ?” Tanya Moko.
          Surata berfikir lima menit, lalu menjawab:
Surata                  :  ”Itu saya, Pak.” Jawab Surata.
Moko senang bukan main, dan masuk kembali ke ruang Tresno. Dia langsung maju.
Moko                   :  ”Jadi tadi petunjuknya, eh, pertanyaannya bagaimana, Pak Tres?”. Tanya Moko.
Tres dengan sabar mengulangi,
Tresno                  :  ”Orang Tua sampeyan punya anak tiga orang. Siapakah anak yang bukan kakak sampeyan dan bukan adik sampeyan?”
Moko                   :  Moko kali ini menjawab tangkas: ”Ya Surata, Pak!”
Tres ketawa geli.
Tresno                  :  ”Pak Moko ini gimana! Jawabnya yang benar, ya. Goh Chok Tong, dong!” Ujar Tresno.

    (dikutip dalam heycamellia.blogspot.com)











BAB III
METODE PENELITIAN
3.1     Pendekatan dan Jenis Penelitian
          Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian di atas, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa data yang dikumpulkan berupa nilai atau angka-angka, adanya rumusan hipotesis yang jelas, analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul dan analisis data ini dilakukan dengan menggunakan rumus statistik (Arikunto, 2002:11). Maka data-data dalam penelitian ini berbentuk statistik dari kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot, lalu diolah dengan menggunakan rumus statistik. Pendekatan kuantitatif tersebut digunakan mengingat tujuan penelitian ini ingin membuktikan hipotesis bahwa masih kurangnya kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
          Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penggunaan jenis penelitian ini didasarkan pada pendapat Sugiono (2003:11), ia menyatakan bahwa ”Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain”. Peneliti memilih jenis penelitian ini karena dalam penelitian ini mengkaji tentang kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
23
 


3.2     Lokasi dan Waktu Penelitian
          Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kuta Blang yang terletak di Jalan Medan Banda Aceh Desa Paya Nie Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Alasan peneliti memilih SMA Negeri 1 Kuta Blang sebagai lokasi penelitian ini karena peneliti ingin membuktikan kebenaran dari hipotesis yang telah peneliti ajukan bahwa masih kurangnya kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot. Menurut peneliti, SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen merupakan salah satu SMA yang terletak di Kabupaten Bireuen, yang masih kurang dalam segi pembelajaran tentang menulis, khususnya tentang naskah drama yang berstruktur anekdot.

3.3     Populasi dan Sampel Penelitian
          3.3.1 Populasi
          Populasi adalah keseluruhan objek dalam penelitian. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006:32), bahwa ”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Populasi berkenaan dengan data, bukan dengan orang atau bendanya. Populasi merupakan kelompok subjek, baik manusia, kelas, nilai, tes, benda-benda ataupun peristiwa yang akan diteliti”. Sehingga, dengan berpegang pada pendapat di atas, maka adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang yang berjumlah 23 siswa. Maka, jumlah populasi adalah sebanyak 23 siswa.
          3.3.2  Sampel
          Penarikan sampel dipedomani pada pendapat Arikunto (2006:134), ia menyatakan bahwa ”Apabila subjeknya (populasi) kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya (populasi) besar atau lebih besar dari 100, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”. Dengan demikian, karena jumlah subjek kurang dari 100, maka penulis mengambil keseluruhan dari subjek yang dijadikan sebagai sampel yaitu seluruh siswa kelas X yang berjumlah 18 siswa. Dengan demikian, jumlah sampel sebanyak 18 siswa.

3.4     Teknik Pengumpulan Data
          Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan instrumen atau alat tes. Tes yang digunakan adalah tes essai, dengan menugaskan siswa menulis naskah drama berstruktur anekdot.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1)        Peneliti meminta responden menulis naskah drama berstruktur anekdot dengan tema persahabatan.
2)        Responden melakukan tugas yang diberikan peneliti.
3)        Peneliti mengumpulkan hasil kerja responden.


4)        Peneliti menilai hasil kerja responden.
5)        Peneliti mengelompokkan data hasil kerja responden dan dianalisis.

3.5     Teknik Analisis Data
Adapun analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)        Mentabulasi nilai hasil tes secara acak.
2)        Mengurutkan nilai tertinggi ke nilai terendah.
3)        Menentukan range (Rg) dengan rumus Rg = H-L+1
4)        Menentukan jumlah kelas interval (K) dengan rumus:
K + 1+3.3 log n
5)        Menentukan jumlah interval kelas (1) dengan rumus:
1 =
6)        Membuat tabel distribusi frekuensi.
7)        Mencari nilai rata-rata (mean) dengan rumus:
M =
Keterangan rumus:
M = Nilai kemampuan rata-rata
fx = Nilai perkalian frekuensi dan nilai tengah
f    = Frekuensi tiap kelompok nilai
X  = Nilai tengah
N  = Jumlah sampel

8)        Mengklasifikasi nilai sebagai berikut:
86-100   sangat baik
76-85     baik
66-75     cukup
56-65     kurang
≤ 55       jelek    


















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil Penelitian
   Setelah data hasil penelitian tentang menulis naskah drama berstruktur anekdot diperoleh, data tersebut selanjutnya diolah untuk dapat ditentukan nilai rata-rata kemampuan menulis naskah drama berstruktur anekdot siswa secara total. Pengolahan data dan analisis data dilakukan berdasarkan teknik pengolahan data secara kuntitatif. Pengukuran data menulis naskah drama berstruktur anekdot ini dilakukan dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk menulis naskah drama berstruktur anekdot yang dikerjakan oleh siswa secara tertulis. Nilai penulisan naskah drama berstruktur anekdot diukur dengan menghitung data yang diperoleh dari kelas siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang.
1)        Mentabulasi nilai hasil tes secara acak
Nilai yang diperoleh oleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot adalah sebagai berikut:
70        70        70        70        70        70        70        90        90       
80        70        70        70        80        80        80        70        70
2)        Mengurutkan nilai tertinggi ke nilai terendah
Urutan nilai tertinggi hingga nilai terendah dari nilai dalam mengidentifikasi unsur-unsur berita yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut:
90        90        80        80        80        80        70        70        70       
70        70         70       70        70        70        70        70        70

28
 


3)        Menentukan range (Rg) dengan rumus Rg = H-L+1
Setelah data diperoleh, selanjutnya langkah yang ditempuh adalah range. Range adalah selisih nilai tertinggi (H) dengan nilai terendah (L), kemudian ditambah satu (1).
Berdasarkan data yang diperoleh, nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah adalah 70.
Dengan demikian, rangenya adalah:
Rg  = H – L + 1
       = 90 - 70 + 1
       = 20 + 1
       = 21
4)        Menentukan jumlah kelas interval (K) dengan rumus K + 1+3.3 log n
Setelah range diketahui, langkah yang ditempuh selanjutnya adalah menentukan lebar kelas, yaitu:
K    = 1 + (3,3) log n
       = 1 + (3,3) log 18
       = 1 + (3,3) 1,255
       = 1 + 4,14
       = 5,14
       = 6
5)        Menentukan jumlah interval kelas (I) dengan rumus I =
Setelah lebar kelas diketahui, selanjutnya ditentukan nilai lebar kelas (I), yaitu:
Dengan demikian interval penelitian adalah:
I      =
       =
       = 4,2
       = 5
6)        Membuat tabel distribusi frekuensi.
Setelah menentukan range dan lebar kelas, selanjutnya disusun tabel distribusi dan frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.1.1    Distribusi dan frekuensi kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang
No
Interval Kelas
Frekuensi (f)
Nilai Tengah (x)
Perselisihan (fx)
1
95-99
0
97
0
2
90-94
2
92
184
3
85-89
0
87
0
4
80-84
4
82
328
5
75-79
0
77
0
6
70-74
12
72
864
-
N=18
-
1376

7)        Mencari nilai rata-rata (mean) dengan rumus M =
Berdasarkan distribusi dan frekuensi di atas, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai rata-rata, yaitu:
M =
     =
     = 76,44
     = 77
4.2     Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, diperoleh nilai rata-rata kemampuan siswa kelas X, SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot adalah 77. Setelah nilai rata-rata diperoleh, selanjutnya nilai tersebut dimasukkan ke dalam skala penelitian. Dari keseluruhan jumlah siswa yaitu 18 siswa, prestasi skor yang diperoleh sangat bervariasi, yaitu 2 orang memperoleh nilai sangat baik, 4 orang memperoleh nilai baik, dan 12 orang memperoleh nilai cukup.
Jika nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan kriteria nilai yang telah ditetapkan maka kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot sudah baik.
Tabel 4.2.1    Persentase kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
Klasifikasi
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Kualitatif
Kuantitatif
  Sangat baik
86-99
2
11,1
Baik
76-85
4
22,2
  Cukup
70-75
12
66,7
Jumlah
N=18
100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai sangat baik dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot yaitu terdapat 2 siswa (11,1%), siswa yang medapatkan nilai baik dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot yaitu 4 siswa (22,2%), dan siswa yang mendapatkan nilai cukup dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot adalah 12 siswa (66,7%).
Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot sudah dapat memahami dan mengetahui cara menulis naskah drama berstruktur anekdot dengan baik, hal ini dikarenakan tidak ada siswa yang memiliki nilai yang kurang, namun para siswa telah mendapatkan nilai yang cukup, bahkan ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai yang baik dan sangat baik.

4.3     Pembuktian Hipotesis
          Pembuktian hipotesis adalah salah satu langkah yang harus dilakukan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu hal pada tingkat tertentu yang dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Berpedoman pada rumusan hipotesis yang telah dikemukakan dalam bab I, yaitu kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur teks anekdot masih kurang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata 77 yang diperoleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur teks anekdot termasuk kategori baik, yang berada pada rentang (76-85). Dengan demikian, hipotesis yang diajukan ditolak kebenarannya.








BAB V
PENUTUP
5.1      Simpulan
          Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data dapat disimpulkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur teks anekdot secara keseluruhan berada pada katagori baik. Hal ini terlihat dari nilai yang didapat oleh para siswa dalam menulis drama berstruktur teks anekdot, yaitu 2 orang yang memperoleh nilai sangat baik, 4 orang memperoleh nilai baik, dan 12 orang memperoleh nilai cukup. Dari nilai tersebut didapatkan nilai rata-rata kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur teks anekdot sebesar 77 yang termasuk pada kategori baik. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak kebenarannya.

5.2     Saran
          Sebagai usaha pengembangan kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur teks anekdot, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1)          Kepada Guru Bahasa Indonesia
Untuk lebih meningkatkan lagi keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar khususnya pada materi menulis drama berstruktur teks anekdot.
Guru diharapkan menggunakan metode mengajar yang bervariasi agar mampu membuat siswa semakin berminat dan semangat dalam belajar atau tidak jenuh.
33
 


2)          Kepada Kepala Sekolah
Untuk memberikan fasilitas yang lebih memadai lagi kepada guru dan peserta didiknya, agar proses belajar mengajar bisa berjalan lebih efektif lagi. Misalnya dengan menyediakan lebih banyak lagi bahan bacaan yang bermutu di perpustakaan, menyediakan ruangan kelas yang lebih efisien serta menyediakan tenaga pendidik yang professional.
3)          Kepada Siswa
Selayaknya untuk lebih terlibat aktif dalam pembelajaran karena ingatlah bahwa kalian adalah generasi kedepan. Jadi, jangan membuang waktu untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat.















DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Djuharie. 2005. Panduan Menulis Karya Ilmiah. Bandung: PT. Yrama Widya.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: Caps.

http://aladzaniart.blogspot.com/2012/04/drama.html diakses pada tanggal 27 Juni 2014.


http://heycamellia.blogspot.com/2013/08/anekdot.html, diakses pada tanggal 27 Juni 2014.

Komaidi, Didik. 2011. Menulis Kreatif. Yogyakarta: Sabda Media.

Kosasih, Encang. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.

Pranoto. 2004. Creative Writting. 72 Jurus Seni mengarang. Jakarta: PT. Primadia Pustaka.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas.
------------. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.






35
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar