PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Dalam kegiatan berbahasa terdapat
empat keterampilan pokok, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap
keterampilan tersebut tersusun secara sistematis dan saling berhubungan satu
sama lainnya. Keterampilan tersebut juga erat sekali hubungannya dengan
proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan
pikirannya, semakin terampil seseorang berbahasa semakin jelas jalan
pikirannya.
Keterampilan hanya dapat diperoleh
dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan
berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir. Sehingga dalam proses
interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif,
produktif dan reseptif apresiatif, salah satu unsurnya adalah keterampilan menulis,
yang bertujuan untuk menuangkan gagasan dan perasaan seseorang melalui media
tulisan. Menulis merupakan keterampilan unik
yang patut digali oleh setiap diri pengguna bahasa melalui media tertulis. Hal
ini dikarenakan, dengan menulis seseorang berlatih dalam menyampaikan pendapat
secara runtut dan sistematis, berolah pikir, berolah rasa, dan melakukan
perenungan.
1
|
Dengan menulis, seseorang dapat
lebih mengenali kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya. Sehingga, ia dapat
mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu gagasan atau ide yang
akan disampaikan. Selain itu, kegiatan menulis berhubungan erat dengan penggunaan
kata, kalimat dan unsur-unsur lain yang membangun sebuah uraian panjang dari
konsep sebuah tulisan sebagai alat komunikasi tertulis. Hal ini dikarenakan
dalam berkomunikasi digunakan kalimat-kalimat yang disusun dari kata-kata. Sebelum
sebuah kalimat diungkapkan secara tertulis, kata-kata harus dibentuk terlebih
dahulu kemudian ditata menjadin kalimat sesuai dengan pikiran, ide dan perasaan
seseorang.
Dalam sebuah tulisan, kalimat
memiliki peran tersendiri yang tidak kalah penting agar terbentuknya sebuah
gagasan yang dapat dipahami oleh orang lain. Bahkan, kalimatlah yang menjadi
konsep utama agar tersusun menjadi bagian yang lebih luas dalam menyampaikan
gagasan atau ide seseorang. Gabungan dari kalimat-kalimat membentuk sebuah paragraf
dan paragraf menjadi wacana merupakan proses terbentuknya gagasan seseorang,
salah satunya adalah berupa opini.
Opini merupakan gagasan seseorang yang
dibentuk melalui kalimat-kalimat agar menjadi suatu kesatuan pikiran yang utuh
yang dimaksud oleh seseorang sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Dalam
memaparkan opini yang baik dibutuhkan penyusunan kalimat yang baik dan layak
dipublikasikan kepada pembaca, khususnya pada kolom opini dalam surat kabar. Hal
ini dikarena surat kabar merupakan media komunikasi yang tersentuh oleh banyak
lapisan masyarakat. Sehingga, melalui penyusunan kalimat yang baik akan mampu
mewakili gagasan penulis kepada pembaca dan kalimat yang dibentuk harus mampu
dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat agar terbentuknya opini yang baik
yaitu opini yang berisi gagasan yang dapat dipahami oleh orang lain. Namun, kenyataan yang terlihat adalah sangat
banyak media cetak yang menyodorkan opini atau gagasan yang tidak menyatu
dengan semua lapisan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian penulis
terhadap pembaca. Oleh karena itu, dengan lebih memperhatikan penyusunan
kalimat dalam opini maka akan terbentuk sebuah opini yang baik dan layak dipublikasikan
di media cetak, khususnya surat kabar.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di
atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul
penelitian ini adalah ”Analisis Jenis Kalimat Ditinjau dari Jenis Kata yang
Menjadi Predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat, jenis kalimat apa saja
yang terdapat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia?
1.3
Tujuan
Penelitian
Sehubungan
dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan
mendeskripsikan data tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang
menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
1.4
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan secara
praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
bahasa. Secara praktis dapat bermanfaat bagi peneliti dan mahasiswa. Bagi
peneliti dapat termotivasi serta menambah pengetahuan tentang jenis kalimat
ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi
Indonesia.
Bagi
mahasiswa dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menambahkan pemahaman
tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom
Opini Harian Serambi Indonesia, khususnya bagi mahasiswa jurusan bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah, sebagai bahan pertimbangan untuk mendapatkan suatu ide
tau gagasan baru di masa yang akan datang.
1.5
Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian
ini tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom
Opini Harian Serambi Indonesia. Mengingat cakupan ruang penelitian terlalu
luas, maka peneliti membatasi masalah ini pada jenis kalimat ditinjau dari
jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom opini Harian Serambi Indonesia, yaitu
edisi Kamis 22 Agustus 2013.
1.6
Definisi
Operasional
Untuk menyamakan pemahaman antara peneliti dengan pembaca, maka perlu
dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut :
1)
Analisis
adalah proses penguraian/pembahasan
terhadap suatu permasalahan untuk diketahui dan ditemukan inti permasalahan
lalu disimpulkan.
2)
Jenis
kalimat adalah berbagai pembagian atas sebuah kalimat yang terdiri dari
beberapa macam kalimat.
3)
Jenis
kata adalah berbagai pembagian atas sebuah kata yang terdiri dari beberapa
macam kata.
4)
Predikat
adalah jabatan yang disandang oleh suatu kata yamg memiliki arti perbuatan atau
pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek.
5)
Kolom
opini adalah ruang yang memuat tentang subuah pendapat atau gagasan dari
seseorang yang dituangkan dalam bentuk tertulis dalam sebuah media cetak.
6)
Harian
Serambi Indonesia adalah sebuah media cetak yang menerbitkan berbagai berita
dan informasi.
LANDASAN TEORETIS
2.1
Pengertian Kata
Kegiatan menulis tidak terlepas dari peran
sebuah kata, hal ini dikarenakan kata-kata tersebut akan disusun menjadi
kalimat. Melalui penyusunan setiap kata dengan tepatlah dapat tersusunnya
sebuah kalimat yang baik dan efektif. Menurut Finoza (2003:61), ia
mengungkapkan bahwa ”Kata adalah satuan bentuk terkecil dari kalimat yang dapat
berdiri sendiri dan mempunyai makna”. Jelas apa yang dikemukakan oleh Finoza,
bahwa kata merupakan unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai
makna tetentu.
Chaer (2003:162), juga menyatakan bahwa ”Kata
merupakan suatu satuan bahasa yang memiliki pengertian dan diapit oleh dua buah
spasi dan memiliki satu arti”. Maksudnya, kata adalah satuan bahasa yang
memiliki arti tertentu dan dipisahkan oleh dua buah spasi serta mengandung
makna yang tunggal. Selain itu, Sumadiria (2008:25), ia mengungkapkan bahwa
”Kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang
berpikir tentang sesuatu hal”. Maksudnya, unsur bahasa berupa kata merupakan
tanda tertulis yang tersusun atas rangkaian huruf dan bunyi bahasa yang dapat
membuat seseorang menafsirkan sesuatu ketika membacanya.
6
|
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan atau unit terkecil dari
sebuah bahasa yang tersusun atas gabungan beberapa huruf dan mengandung satu
arti serta dari gabungan beberapa kata akan dapat tersusun sebuah kalimat.
2.2 Unsur-unsur Pembentuk
Kata
Sebuah kata yang baik tidak dapat
berdiri tanpa adanya unsur pembentuk kata, unsur-unsur itulah yang membuat
sebuah kata mengandung arti tertentu. Hal ini dikarenakan unsur-unsur tersebut
dapat membuat sebuah kata tidak bermakna ambigu ketika dipahami oleh orang lain.
Menurut Chaer (2003:169),
menyatakan bahwa ”Setiap bentuk dasar agar dapat digunakan di dalam kalimat
atau pertuturan tertentu harus dibentuk terlebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal,
baik melalui proses afiksasi, reduplikasi maupun proses komposisi”.
1)
Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada
sebuah bentuk dasar.
Misalnya: me
+ hibur = menghibur
(prefiks)
el + tunjuk = telunjuk (infiks)
bagi + an = bagian (sufiks)
2)
Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian maupun perubahan
bunyi.
Misalnya: meja-meja
(reduplikasi penuh), lelaki
(reduplikasi sebagian), bolak-balik
(reduplikasi perubahan bunyi).
3)
Komposisi
Komposisi adalah hasil dari proses penggabungan-penggabungan
morfem dasar dengan morfem dasar, baik secara bebas maupun yang terikat,
sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang
baru.
Misalnya: jalan
tikus yang berarti jalan kecil yang sukar dilewati mobil.
Sehubungan dengan pendapat Chaer
di atas tentang unsur-unsur pembentuk sebuah kata, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga proses yang harus dilalui oleh sebuah kata agar menjadi kata yang
gramatikal, yaitu proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.
2.3 Jenis-jenis
Kata
Suatu kata juga memiliki
pengklasifikasian atau pengelompokan tertentu. Dengan kata lain, kata itu bukan
hanya satu macam tetapi memiliki berbagai jenis. Pengelompokan kata juga
dilihat dari berbagai kriteria atau ketentuan dari pembagian kata tersebut.
Menurut Moeliono, dkk (dalam
Finoza, 2003:62), menyatakan bahwa ”Kata dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu :
1)
Verba
(Kata Kerja)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan
perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat.
Misalnya: tulis
+ dengan pena (KB) atau menulis + dengan cepat (KS)
2)
Ajektiva
(Kata Sifat)
Kata sifat adalah kata yang menerangkan
sifat, keadaan, tabiat suatu benda/orang/binatang.
Misalnya: aman
yaitu keadaan atau situasi yang tenang dan damai.
3)
Adverbia
(Kata Keterangan)
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan
predikat suatu kalimat.
Misalnya: di
kampus yaitu menyatakan tempat dan arah.
4)
Rumpun
Kata Benda
(a) Nomina (kata benda/kata nama) adalah kata
yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak).
Misalnya: buku,
pohon (konkret) dan agama,
pengetahuan (abstrak).
(b) Pronomina (kata ganti) adalah kata yang dapat
diganti kedudukannya dalam pertuturan dengan kata benda yang menyatakan orang.
Misalnya: Kemarin ayah pergi ke pasar. Dia
membeli sebuah cangkul.
Kata dia
pada kalimat di atas menggantikan kedudukan kata ayah.
(c) Numeralia (kata bilangan) adalah kata yang
menyatakan jumlah, nomor, urutan, dan himpunan.
Misalnya: satu
(kata bilangan utama) dan pertama
(kata bilangan tingkat).
5)
Rumpun
Kata Tugas
(a) Preposisi (kata depan) adalah kata tugas yang
selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk
gabungan kata depan (frasa preposional)
Misalnya: di
kantor
(b) Konjungsi (kata sambung) adalah kata tugas
yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Misalnya: Anda pasti berhasil kalau rajin belajar
(c) Interjeksi (kata seru) adalah kata tugas yang
dipakai untuk mengungkapkan seruan hati seperti rasa kagum, sedih, heran.
Misalnya: Ayo,
maju terus, pantang mundur!
(d) Artikel (kata sandang) adalah kata tugas yang
membatasi makna jumlah orang atau benda.
Misalnya: sang
guru yaitu bermakna tunggal.
(e) Pertikel adalah unsur-unsur kecil dalam
bahasa, kecuali yang jelas satuan bentuknya.
Misalnya: Apakah
Bapak Ahmadi sudah datang?
Sedangkan menurut Chaer (2006:86),
menyatakan bahwa ”Dilihat dari konsep makna yang dimiliki atau peran yang harus
dilakukan, kata dibedakan menjadi lima belas jenis, yaitu :
1)
Kata
Benda
Kata benda adalah kata-kata yang dapat
diikuti dengan frase yang atau yang sangat.
Misalnya: Murid
(yang rajin)
Pelayanan
(yang sangat memuaskan)
2)
Kata
Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan
kedudukan kata benda yang menyatakan orang.
Misalnya: Kemarin ayah pergi ke pasar. Dia membeli sebuah cangkul.
3)
Kata
kerja
Kata kerja adalah kata-kata yang diikuti oleh
frase dengan, baik yang menyatakan
alat, keadaan, maupun yang menyatakan penyerta.
Misalnya: Menulis
(dengan spidol)
4)
Kata
Sifat
Kata sifat adalah kata-kata yang dapat
diikuti dengan kata keterangan sekali
serta dapat dibentuk menjadi kata ulang se-nya.
Misalnya: Baik
(baik sekali, sebaik-baiknya)
5)
Kata
Sapaan
Kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menyapa,
menegur atau menyebut orang kedua atau orang yang diajak bicara.
Misalnya: Pak
(bentuk utuh bapak)
6)
Kata
Penunjuk
Kata penunjuk adalah kata-kata yang digunakan
untuk menunjuk benda.
Misalnya: ini
(merupakan kata penunjuk benda yang letaknya relatif dekat dari si pembicara)
7)
Kata
Bilangan
Kata bilangan adalah kata-kata yang
menyatakan jumlah, nomor, urutan atau himpunan.
Misalnya: satu
(merupakan kata bilangan utama) dan pertama
(merupakan kata bilangan tingkat)
8)
Kata
Penyangkal
Kata penyangkal adalah kata-kata yang
digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya
suatu hal.
Misalnya: tidak
(merupakan kata penyangkal yang menyatakan ingkar)
9)
Kata
Depan
Kata depan adalah kata-kata yang digunakan
dimuka kata benda untuk merangkaikan kata benda itu dengan bagian kalimat lain.
Misalnya: di
desa (merupakan kata depan yang menyatakan tempat)
10)
Kata
Penghubung
Kata penghubung adalah kata-kata yang
digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa atau
kalimat dengan kalimat.
Misalnya: Ibu dan
ayah pergi ke Medan (dan merupakan
kata penghubung kata dengan kata)
11)
Kata
Keterangan
Kata keterangan adalah kata-kata yang
digunakan untuk memberi penjelasan pada kalimat atau bagian kalimat lain, yang
sifatnya tidak menerangkan keadaan atau sifat.
Misalnya: Gadis itu cantik sekali (sekali merupakan kata keterangan yang menyatakan kualitas gadis itu cantik).
12)
Kata
Tanya
Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai
pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan.
Misalnya: Apa
ini? (kata apa merupakan kata tanya
untuk menanyakan benda atau hal).
13)
Kata
Seru
Kata seru adalah kata-kata yang digunakan untuk
mengungkapkan perasaan batin, misalnya rasa kaget, terharu, kagum, marah atau
sedih.
Misalnya: Wah,
mahal sekali! (merupakan kata seru yang menyatakan perasaan kaget)
14)
Kata
Sandang
Kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi menjadi
penentu.
Misalnya: Itu dia si Hasan (si merupakan kata
penentu yang digunakan di depan kata nama diri)
15)
Kata
Partikel
Kata partikel adalah kata-kata yang digunakan
untuk menegaskan.
Misalnya: Benarkah dia akan datang hari ini?
2.4 Pengertian Kalimat
Dalam berbahasa, baik bahasa lisan maupun
tulisan, tidak terlepas dari menggunakan kalimat sebagai bagian dari tuturan
ataupun teks, hal ini disebabkan karena kalimat tersebut merupakan gabungan
sejumlah kata yang disusun rapi dan memiliki kesatuan makna yang utuh dan mampu
mewakili gagasan seseorang. Gabungan antara kalimat-kalimat yang baik akan
menghasilkan tulisan yang baik pula dan mudah dipahami orang lain.
Menurut Chaer (2003:240), ia menyatakan bahwa
”Kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada
jika diperlukan”. Maksud dari pernyataan Chaer di atas, kalimat merupakan
bagian awal yang berakhir dengan tanda titik sebagai pengakhir sebuah
pernyataan. Lalu, Hoerudin (2010:71), ia mengungkapkan bahwa ”Kalimat adalah
satuan bahasa terkecil dalam wujud tulis maupun lisan yang mengungkapkan
pikiran yang utuh”. Jelas apa yang dikemukakan oleh Hoerudin bahwa kalimat
adalah satuan bahasa, baik dalam wujud lisan ataupun tulisan yang mewakili
pikiran yang lengkap.
Selanjutnya, Finoza (2003:107), ia menyatakan
bahwa ”Kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek,
predikat dan intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap dengan
makna”. Maksudnya, kalimat merupakan suatu bagian yang paling sedikit terdiri
atas subjek, predikat dan diakhir dengan tanda titik sebagai pengakhir yang
menandai ujaran atau tuturan tersebut sudah lengkap dan memiliki makna yang
dapat dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas,
dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang berisi suatu pikiran,
gagasan dan ide yang lengkap dan tersusun atas dua buah kata atau lebih yang
dapat mewakili perasaan seseorang dan mengandung arti serta diakhir dengan
tanda titik.
2.5 Unsur-unsur Pembentuk
Kalimat
Suatu kalimat yang baik tentunya tidak dapat
berdiri tanpa adanya unsur pembentuk kalimat, karena dengan unsur-unsur itulah
dapat tersusunnya kalimat yang mudah dipahami oleh seseorang. Bahkan, tanpa
unsur-unsur tertentu yang dijadikan landasan sebagai pembentuk kalimat, sebuah
kalimat yang merupakan gagasan dan ide seseorang tidak dapat dipahami oleh
orang lain yang membaca gagasan tersebut.
Menurut Finoza (2003:108), ia menyatakan
bahwa ”Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang lazim disebut jabatan kata
atau peran kata, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Tetapi, kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur
yaitu subjek dan predikat”.
1)
Subjek
Subjek adalah bagian kalimat yang menunjukkan
pelaku, tokoh, sosok atau suatu hal, masalah yang menjadi pangkal atau pokok
pembicaraan.
Misalnya: Ayahku
sedang mengecat dinding rumah.
Ayahku dalam kalimat di atas berperan sebagai
subjek atau pelaku yang melakukan pekerjaan mengecat dinding rumah.
2)
Predikat
Subjek dan predikat merupakan
suatu unsur yang harus ada sehingga dapat tersusunnya sebuah kalimat, yang
merupakan penegas terhadap apa yang dilakukan subjek. Hal ini sejalan dengan
pendapat Finoza (2003:108), ia menyatakan bahwa ”Predikat adalah bagian kalimat
yang memberi tahu melakukan tindakan apa atau dalam keadaan bagaimana pelaku
atau tokoh dalam sebuah kalimat”. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa
predikat tersebut merupakan jabatan perbuatan yang disandang oleh subjek dalam
kondisi tertentu.
Misalnya: Kuda meringkik.
Pada kalimat di atas, kata meringkik merupakan predikat yang
memberitahukan perbuatan kuda.
3)
Objek
Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi
predikat. Umumnya diisi oleh nomina, frasa nomina atau klausa.
Misalnya: Ibu Tuti mencubit pipi Santi.
Pada kalimat di atas, pipi Santi merupakan objek yang dikenai perbuatan yaitu cubitan
dari si subjek.
4)
Pelengkap
Pelengkap atau komplemen adalah bagian
kalimat yang melengkapi predikat. Jenis kata yang mengisi pelengkap berupa
nomina, frasa nominal atau klausa.
Misalnya: Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
Kata puisi
kontemporer merupakan pelengkap yang melengkapi predikat dan objek.
5)
Keterangan
Keterangan adalah bagian kalimat yang
menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur ini
berfungsi menerangkan subjek, predikat, objek dan pelengkap.
Misalnya: Sekretaris itu mengambilkan
atasanya air minum dari kulkas.
Kata dari kulkas merupakan keterangan tempat yang menerangkan subjek, predikat, objek dan pelengkap.
Kata dari kulkas merupakan keterangan tempat yang menerangkan subjek, predikat, objek dan pelengkap.
Berdasarkan pendapat Finoza di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembentuk sebuah kalimat antara lain adalah
subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.
2.6 Jenis-jenis Kalimat
Jenis adalah ragam atau macam. Maksudnya,
suatu kalimat memiliki pengklasifikasian atau pengelompokan tertentu. Dengan
kata lain, kalimat itu bukan hanya satu macam tetapi memiliki berbagai jenis.
Pengelompokan kalimat tersebut juga dilihat dari berbagai kriteria atau
ketentuan dari pembagian kalimat.
2.6.1 Jenis Kalimat
Berdasarkan Jenis Kata yang Menjadi Predikat dalam Kalimat
Chaer (2003:249), menyatakan bahwa ”Berdasarkan
jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, maka kalimat terbagi atas
beberapa jenis, yaitu:
2.6.1.1
Kalimat Verbal
Kalimat verbal adalah
kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa
kata atau frase yang berkategori verba (kata kerja). Berkenaan dengan banyaknya
jenis atau tipe verba, kalimat verbal
terbagi atas: 1) kalimat transitif, 2) kalimat intransitif, 2) kalimat
kalimat aktif, 4) kalimat pasif, 5) kalimat dinamis, 6) kalimat statis, 7)
kalimat refleksif, 8) kalimat resiprokal, dan 9) kalimat ekuatif.
1)
Kalimat transitif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa
verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau
verba tersebut bersifat monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau
verbanya berupa verba bitransitif.
Misalnya:
(1) Dika menendang
bola.
(2) Ani menanam
bunga.
(3) Ibu memasak
nasi.
(4) Ayah membaca
koran.
(5) Adik menulis
puisi.
(6) Kakak menjahit
celana.
(7) Saya mencabut
rumput.
(8) Dia menggoreng
tahu.
(9) Nenek menonton
televisi.
(10) Paman mencukur
kumis.
Kalimat (1) Dika menendang bola, merupakan kalimat
transitif, yaitu Dika sebagai subjek,
menendang sebagai predikat berupa
verba yang bersifat monotransitif dan bola
sebagai objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
Misalnya:
(1) Dika membelikan
Nita sebuah kamus bahasa Jepang.
(2) Adik membacakan
kakak sebuah puisi.
(3) Ibu menjahitkan
ayah baju kemeja.
(4) Rini membuatkan
ayah secangkir kopi.
(5) Kakak menuliskan
adik sepucuk surat.
(6) Ayah memberikan
ibu uang belanja.
(7) Bibi mengantarkan
paman sebungkus nasi.
(8) Bu guru menanyakan
kakak sebuah pertanyaan.
(9) Ani menghadiahkan
Husna sebatang pinsil.
(10) Kakak menceritakan
adik sebuah cerita.
Kalimat (1) Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa
Jepang, merupakan kalimat transitif, yaitu Dika
sebagai subjek, membelikan sebagai
predikat berupa verba yang bersifat bitransitif dan Nita serta kamus bahasa
Jepang sebagai objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
2)
Kalimat intransitif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa
verba intransitif yaitu verba yang tidak memiliki objek.
Misalnya:
(1) Kakek
berlari ke kamar mandi.
(2) Nenek berjalan
ke dapur.
(3) Dia bernyanyi
di kamar.
(4) Ayam jantan berkokok di pekarangan.
(5) Mereka berangkat
minggu depan.
(6) Adik melompat
kegirangan.
(7) Kuda Andi berlari
menuju garis finis.
(8) Kakak menari
di atas pentas.
(9) Adik menangis
tersedu-sedu.
(10) Ibu berbelanja
di pasar.
Kalimat (1) Kakek berlari ke kamar mandi, merupakan
kalimat intransitif yang tidak berobjek. Kakek
sebagai subjek, berlari sebagai
predikat yang berupa verba intransitif, dan ke
kamar mandi sebagai keterangan tempat. Hal yang sama juga dengan kalimat
(2) sampai (10).
3)
Kalimat aktif, merupakan kalimat yang predikatnya merupakan kata kerja aktif, biasanya
ditandai dengan prefiks me- atau memper-.
Misalnya:
(1) Adik menulis
surat.
(2) Kakak memasak
sayur.
(3) Ibu membuat
kue.
(4) Ani membersihkan
lantai.
(5) Rini memukul
kucing.
(6) Bibi menyapu
halaman.
(7) Nenek memperhatikan
kakek.
(8) Ibu menjemur
pakaian.
(9) Ayah mengendarai
sepeda motor.
(10) Fina membaca
cerita.
Kalimat (1) Adik menulis surat, merupakan kalimat aktif,
yaitu adik sebagai subjek, menulis sebagai predikat yang berupa
kata kerja aktif yang dapat menghasilkan tulisan berupa surat yang merupakan objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai
(10).
4)
Kalimat pasif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba pasif, biasanya
ditandai dengan prefiks di- atau diper.
Misalnya:
(1) Surat ditulis
adik.
(2) Ayam dipukul
Andi.
(3) Novel dibaca
Ani.
(4) Jambu dilempar
Tono.
(5) Tanaman disiram
Rini.
(6) Buku dibeli
kakak.
(7) Sebuah puisi dipersembahkan kakak.
(8) Nasi dimasak
ibu.
(9) Rumput diinjak
adik.
(10) Baju diseterika
Ani.
Kalimat (1) Surat ditulis adik, merupakan kalimat pasif yang ditandai oleh prefiks di- pada predikatnya ditulis yang berarti dikenakan perbuatan
atas si subjek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
5)
Kalimat dinamis, merupakan kalimat yang predikatnya berupa
verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.
Misalnya:
(1) Kakak pergi
begitu saja.
(2) Adik lari
dengan cepat.
(3) Perawat itu pulang beberapa saat yang lalu.
(4) Bayi itu merangkak
dengan pelan.
(5) Kakak menari
dengan lincah.
(6) Ani melompat
dengan tepat.
(7) Ibu berjalan
dengan pelan.
(8) Una berteriak
dengan keras.
(9) Dia mengetik
dengan cepat.
(10) Prajurit berperang
dengan lincah.
Kalimat (1) Kakak pergi begitu saja, merupakan kalimat dinamis yang menyatakan tindakan si subjek kakak yang melakukan gerakan berupa
predikat pergi begitu saja. Begitu
juga dengan kalimat (2) sampai (10).
6)
Kalimat statis, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak
menyatakan tindakan atau kegiatan.
Misalnya:
(1) Anaknya sakit
keras.
(2) Adik Ani demam
tinggi.
(3) Kucing itu masih hidup.
(4) Kakak keracunan
minuman.
(5) Nenek kedinginan.
(6) Kakek kepanasan.
(7) Ayah sudah
gemuk.
(8) Dia sudah
tidak waras.
(9) Ani sangat
malas.
(10) Dia mudah
diperdaya.
Kalimat (1) Anaknya sakit keras, merupakan kalimat statis
yaitu si subjek Anaknya tidak sedang
melakukan kegiatan tetapi sakit keras merupakan
predikat yang diderita/disandang oleh si subjek. Begitu juga dengan kalimat (2)
dan seterusnya.
7)
Kalimat reflektif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa
verba yang objeknya diri sendiri.
Misalnya:
(1) Kakak sedang
berhias.
(2) Adik sedang
bersepatu.
(3) Nenek sedang
berbaju.
(4) Adik sedang
bersepeda.
(5) Ayah sedang
berdasi.
(6) Adik sedang
bertopi.
(7) Kakek sedang
berkursi roda.
(8) Mereka sedang
berpayung.
(9) Andi sedang
berkostum badut.
(10) Nenek sedang
berkalung emas.
Kalimat (1) Kakak sedang berhias merupakan kalimat
reflektif, yaitu predikatnya berupa kata kerja yang objeknya adalah diri
sendiri. Kata sedang berhias
merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kakak terhadap dirinya sendiri. Sama halnya dengan kalimat (2) dan
seterusnya.
8)
Kalimat resiprokal, merupakan kalimat yang predikatnya berupa
verba yang bermakna berbalasan.
Misalnya:
(1) Mereka berpelukan.
(2) Adik bersalaman.
(3) Kita harus tolong-menolong sesama teman.
(4) Kita harus bermaaf-maafan.
(5) Adik bekerja
sama dengan kakaknya.
(6) Keluarga kami kunjung-mengunjung dengan keluarganya.
(7) Palestina tembak-menembak
dengan Israel.
(8) Mereka pukul-memukul.
(9) Ani tampar-menampar
dengan Tini.
(10) Dika tendang-menendang.
Kalimat (1) Mereka berpelukan, merupakan kalimat
resiprokal, yaitu predikatnya berupa kata kerja yang bermakna berbalasan. Kata berpelukan merupakan pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan oleh lebih dari satu orang. Begitu juga dengan kalimat
(2) dan seterusnya.
9)
Kalimat ekuatif, merupakan kalimat yang mengandung
kata kerja bantu seperti adalah, menjadi dan merupakan. Kalimat ini antara
subjek dan predikat seakan-akan dianggap sama atau merupakan pengganti makna.
Misalnya:
(1) Kakekku
adalah pelaut.
(2) Ibu Ani adalah
dokter.
(3) Sukma menjadi
penyanyi terkenal.
(4) Ayahku merupakan
pejabat kelurahan.
(5) Ani menjadi
guru teladan.
(6) Paman merupakan
buruh tani.
(7) Rina adalah
karyawan pabrik yang disiplin.
(8) Kakakku adalah
mahasiswa berprestasi.
(9) Bapak itu adalah
dosen yang berwibawa.
(10) Dia menjadi
artis terkenal.
Kalimat (1) Kakekku adalah pelaut, merupakan kalimat ekuatif, yaitu predikatnya berupa kata kerja
bantu. Kata adalah merupakan kata
bantu yang menerangkan pekerjaan yang disandang oleh subjek kakek yaitu seorang pelaut. Sama halnya
dengan kalimat (2) dan kalimat berikutnya.
2.6.1.2
Kalimat Nominal
Kalimat nominal merupakan kalimat non-verba
yang predikatnya berupa nomina (kata benda).
Misalnya:
(1) Mereka bukan
penduduk desa ini.
(2) Kami mahasiswa
universitas Almuslim.
(3) Ayahnya sopir bus kota.
(4) Kakaknya pedagang
asongan.
(5) Adiknya pemain
bola.
(6)
Dialah sahabat saya.
(7) Buku
itu cetakan Bandung.
(8) Ibunya guru
Bahasa Indonesia.
(9) Saudaranya pemain gitar.
(10) Adik saya siswa kelas VI.
Kalimat (1) Mereka bukan penduduk desa ini, merupakan
kalimat nominal yang ditandai dengan predikat bukan penduduk desa ini yang berupa kata benda. Begitu juga dengan
kalimat (2) dan seterusnya.
2.6.1.3
Kalimat Ajektifal
Kalimat ajektifal merupakan kalimat non-verba
yang predikatnya berupa ajektifa (kata sifat).
Misalnya:
(1) Mereka rajin
sekali.
(2) Jawaban anak itu sangat tepat.
(3) Rumahnya megah
sekali.
(4) Kakaknya sombong
sekali.
(5) Ibu
guru itu sangat ramah.
(6) Perangkat
keras itu mahal.
(7) Clock
komputer itu cepat sekali.
(8)
Temanku sangat malas.
(9) Tulisannya
rapi sekali.
(10) Mawar
itu wangi sekali.
Kalimat (1) Mereka rajin sekali, merupakan kalimat ajektifal yang ditandai dengan
predikat rajin sekali yang berupa
kata sifat. Begitu juga dengan kalimat (2) dan seterusnya.
2.6.1.4
Kalimat Numeral
Kalimat numeral merupakan kalimat non-verba yang
predikatnya berupa numeral (kata bilangan).
Misalnya:
(1) Penduduk Indonesia berjumlah 185 juta jiwa.
(2) Mobil orang kaya itu ada delapan.
(3) Yang
hadir enam belas orang.
(4) Temannya tiga
puluh anak per kelas.
(5) Kerbaunya ada tujuh ekor.
(6)
Adiknya dua orang.
(7) Uangnya
hanya sedikit.
(8) Pisang itu tiga sisi.
(9) Bungkusannya sangat banyak.
(10) Mereka berjumlah tujuh orang.
Kalimat (1) Penduduk
Indonesia berjumlah 185 juta jiwa,
merupakan kalimat numeralia yang predikatnya berupa kata bilangan yaitu berjumlah 185 juta jiwa. Sama halnya
dengan kalimat (2) sampai kalimat (10).
2.6.1.5
Kalimat Adverbia
Kalimat adverbia merupakan kalimat non-verba
yang predikatnya berupa adverbia (kata keterangan).
Misalnya:
(1) Mereka sedang
di kampus.
(2) Dia sungguh-sungguh
belajar.
(3) Ani sedang
sakit.
(4) Andi bersama
kakaknya.
(5) Rina banyak
belajar dari pengalaman itu.
(6) Dia kemarin
bersamanya.
(7) Mereka mungkin
bersamanya.
(8) Dia tidak
mungkin melakukan hal itu.
(9) Kelas itu sangat
kotor.
(10) Saya sangat
suka makanan yang pedas.
Kalimat (1) Mereka sedang di kampus, merupakan kalimat adverbia yang predikatnya berupa kata
keterangan yaitu sedang, yang
menjelaskan tempat si subjek berada
yaitu di kampus. Sama halnya dengan kalimat (2) dan kalimat selanjutnya.
2.6.1.6
Kalimat Preposisional
Kalimat
preposisional merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa preposisi
(kata depan).
Misalnya:
(1) Mereka ke
pengadilan.
(2) Kakaknya ke
stasiun kota.
(3) Adiknya di
lapangan bola.
(4) Ayah dari
Jakarta.
(5)
Dosenku di dalam ruang perkuliahan.
(6) Nenek di
dapur.
(7) Paman dari
kebun.
(8) Ani di
perpustakaan.
(9) Andi dari
desa.
(10) Kakak ke
kampus.
Kalimat (1) Mereka ke pengadilan, merupakan kalimat
preposisional yang predikatnya berupa preposisi atau kata depan yaitu ke pengadilan. Sama halnya dengan
kalimat (2) dan selanjutnya.
2.6.2
Jenis Kalimat Berdasarkan Intonasinya
Finoza
(2003:118), menyatakan bahwa ”Berdasarkan intonasinya, kalimat terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
2.6.2.1
Kalimat Berita (deklaratif)
Kalimat berita adalah kalimat yang dipakai
oleh penutur untuk menyatakan suatu berita kepada mitra komunikasinya.
Misalnya:
(1) Perayaan HUT RI ke-57 berlangsung meriah.
(2) Nenek
akan datang dari Bandung besok pagi.
(3) Andi
gemar olahraga sepeda gunung.
(4) Pesawat
terbang presiden dirancang secara khusus.
(5) Tumpahan
minyak menimbulkan pencemaran lingkungan.
(6) Sita
murid terpandai di kelasnya.
(7) Andini
belajar setiap hari.
(8) Penerbangan dihentikan karena
cuaca buruk.
(9) Badu sering bolos sehingga tidak
naik kelas.
(10)
Kami belajar dan bekerja demi masa depan yang
lebih baik.
Kalimat
(1) sampai dengan kalimat (10) merupakan contoh kalimat berita, yaitu kalimat
yang berisi informasi tentang suatu objek atau permasalahan agar diketahui oleh
pembaca atau pendengar. Misalnya saja kalimat (1) yang berisi informasi tentang
bagaimana suasana ketika berlangsungnya perayaan
HUT RI ke-57.
2.6.2.2
Kalimat Tanya (interogatif)
Kalimat tanya adalah kalimat yang dipakai
oleh penutur untuk memperoleh informasi atau reaksi berupa jawaban yang
diharapkan dari mitra komunikasinya.
Misalnya:
(1) Apakah barang ini milik Saudara?
(2) Apakah Anda sudah berpengalaman di bidang
mesin?
(3) Siapa nama lengkap Anda?
(4) Di mana tempat tinggalmu?
(5) Bagaimana kondisi kakak Ani sekarang?
(6) Apa
yang menyebabkan terjadinya kebakaran ini?
(7) Mengapa
pemadam kebakaran terlambat datang?
(8) Apakah
ini kunci mobil saudara?
(9) Siapa
yang pertama kali melihat kejadian ini?
(10) Kapan
tepatnya peristiwa itu terjadi?
Kalimat (1) Apakah barang ini milik Saudara?
merupakan kalimat Tanya yang berisi pertanyaan yang ditujukan kepada seseorang,
dan memerlukan jawaban berupa pernyataan akan sebuah barang. Begitu juga dengan
kalimat (2) sampai kalimat (10).
2.6.2.3
Kalimat Perintah (imperatif)
Kalimat perintah adalah
kalimat yang dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat
sesuatu.
Misalnya:
(1) Mari kita bernyanyi bersama-sama!
(2) Masukkan
barang-barang ini ke dalam bagasi mobil!
(3) Jangan
membuat ribut, anak-anak!
(4) Tolong
matikan kran air itu!
(5) Gantilah
bajumu !
(6) Tolong
temani nenekmu di rumah !
(7) Silahkan masuk!
(8) Tolong
buatkan kopi untuk Ayah!
(9) Sebaiknya
cepat bawa adikmu ke rumah sakit!
(10) Susunlah
sehingga membentuk lingkaran penuh!
Kalimat (1) sampai
kalimat (10) merupakan kalimat perintah, yaitu kalimat yang intonasinya berisi
perintah, baik menyuruh atau melarang seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya
kalimat (1) menyatakan intonasi yang mengajak seseorang untuk melakukan
kegiatan (bernyanyi) secara
bersama-sama.
2.6.2.4
Kalimat Seru (ekslamatif)
Kalimat seru adalah kalimat yang dipakai oleh
penutur untuk mengungkapkan perasaan emosi yang kuat, termasuk kejadian yang
tiba-tiba dan memerlukan reaksi spontan.
Misalnya:
(1) Aduh, saya terpeleset!
(2) Aduh, kakiku terinjak!
(3) Astaga, bukuku tertinggal!
(4) Wah, cantiknya!
(5) Waw, pemandangan di desa ini bagus
sekali!
(6) Wah,
sepatumu bagus sekali!
(7) Hore, aku bisa mengerjakan PR
matematika!
(8) Astaga, kaki burung itu terluka!
(9) Aduhai,
malang sekali nasib peminta sedekah itu!
(10)
Wah, tinggi sungguh cita-citamu!
Kalimat (1) sampai kalimat (10) merupakan
contoh kalimat seru, yaitu kalimat yang intonasinya mengungkapkan perasaan atas
apa yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Misalnya kalimat (1), yaitu
mengungkapkan perasaan yang dialami oleh seseorang berupa kejadian yang
tiba-tiba dan kata seru Aduh, merupakan salah satu reaksi spontan yang terucap
oleh seseorang yang mengalami kejadian tersebut.
2.7 Kolom Opini Harian Serambi Indonesia
Media cetak bukan
hanya merupakan tempat bagi para pengumpul berita memaparkan berita yang
terjadi dan telah diliput. Selain itu, media cetak juga merupakan sarana bagi para penulis untuk
menyampaikan gagasan atau ide yang dimilikinya, salah satunya melalui kolom
opini dalam media cetak.
Menurut Romli
(dalam Komaidi, 2011:132), ia menyatakan bahwa ”Kolom adalah sebuah rubrik
khusus di media cetak yang berisikan karangan atau tulisan pendek, yang
berisikan pendapat subjektif penulisnya tentang suatu masalah”. Maksudnya,
jelas bahwa kolom merupakan sebuah rubrik yang terdapat dalam media cetak yang
berisikan pendapat si penulis tentang suatu masalah. Sedangkan opini merupakan
pendapat atau gagasan seseorang mengenai sesuatu hal, namun pendapat itu belum
pasti, belum nyata, belum terjadi tanpa ditandai dengan bukti yang nyata.
Menurut Fajri (dalam Komaidi, 2011:125), ia menyatakan bahwa ”Opini merupakan pandangan seseorang tentang suatu masalah, pendapat
atau pendirian”. Maksudnya, opini merupakan pendapat seseorang yang
menjelaskan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan berdasarkan berbagai sudut
pandang, yaitu melalui gagasan-gagasan mengenai keadaan yang sebenarnya, namun
dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi dan kebenarannya belum dapat
dipastikan.
Maka dapat disimpulkan bahwa kolom
opini merupakan rubrik yang terdapat dalam media cetak yang berisi pendapat,
gagasan atau ide seseorang tentang suatu masalah yang sedang hangat
dibicarakan. Salah satunya adalah Kolom Opini yang terdapat dalam surat kabar
Harian Serambi Indonesia.
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif bersifat objektif. Data-data hasil
penelitian ini berbentuk berbagai pembagian atau penjabaran atas jenis kalimat
dan kata dalam kolom opini tanpa menggunakan teknik statistik atau angka-angka,
selanjutnya dianalisis dengan teknik kualitatif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Moleong (2007:6) yang menjelaskan bahwa ”Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa
pada suatu konteks, khususnya yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah”.
Adapun jenis
penelitian ini adalah
penelitian analisis isi. Kutha Ratna (2010:49), mengungkapkan bahwa ”Penelitian
analisis isi merupakan penelitian yang menekankan pada
bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang
terjadi dalam peristiwa komunikasi. Dalam media massa penelitian analisis isi
dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata, termasuk volume ruangan yang
diperlukan, waktu penulisan, di mana ditulis dan sebagainya”. Peneliti memilih jenis
penelitian ini karena mengkaji tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis
kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
31
|
3.2 Data
dan Sumber Data
Data dalam
penelitian ini adalah berupa kalimat-kalimat yang dibangun atas jenis kata yang
menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia. Sedangkan sumber
data penelitian adalah Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis
22 Agustus 2013.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik analisis
isi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Peneliti
membaca Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22
Agustus 2013.
2)
Peneliti
memberikan kode pada kalimat-kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi
predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
3)
Peneliti
mencatat jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom
Opini Harian Serambi Indonesia.
4)
Peneliti
mengelompokkan jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat
dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
5)
Peneliti menguraikan data-data berupa kalimat-kalimat
yang dibangun atas jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian
Serambi Indonesia,
lalu menganalisis serta menyimpulkannya.
3.4 Teknik
Analisis Data
Sugiono
(2010:337), menyatakan bahwa ”Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu”.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sugiono, maka data hasil penelitian ini
dianalisis secara kualitatif yaitu menganalisis jenis kalimat ditinjau
dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi
Indonesia.
Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan
Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2010:337), mengemukakan bahwa ”Aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga
datanya sudah jenuh. Aktivitas
dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data”.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam pengolahan data adalah mengolah data menurut jenis kalimat ditinjau dari
jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, menganalisis jenis kalimat dan
menyimpulkannya.
1)
Mereduksi
Data
Tahap mereduksi
data mulai dilakukan melalui proses penyeleksian, identifikasi dan
pengklasifikasian. Penyeleksian dan pengidentifikasian merupakan kegiatan untuk
menyeleksi dan mengidentifikasi data-data pada kategori jenis kalimat
ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi
Indonesia.
Tahap
pengklasifikasian merupakan proses yang dilakukan untuk mengklasifikasikan
data, memilih data dan mengelompokkan data.
2)
Menyajikan
Data
Menyajikan Data merupakan kegiatan pengelompokkan
data melalui tahap reduksi data pada kategori jenis kalimat ditinjau
dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi
Indonesia.
3)
Menarik
Simpulan
Menarik simpulan dilakukan
setelah mengikuti dua tahap. Simpulan ditarik setelah data disusun dan
diperiksa kembali. Selanjutnya didiskusikan dengan pembimbing. Setelah proses
ini dilalui, hasil akhir penelitian analisis jenis kalimat ditinjau dari
jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia disajikan dalam bentuk laporan
penelitian.
3.5 Pengecekan
Keabsahan Data
Pemeriksaan
terhadap keabsahan data adalah bagian yang penting di dalam penelitian
kualitatif, yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap
keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh
hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.
Keabsahan data diperiksa dengan teknik
triangulasi. Teknik ini menuntut peneliti untuk membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh. Jadi, triangulasi berarti
cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang
ada dalam konteks tertentu sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai pandangan dan melalui triangulasi peneliti dapat
membandingkan temuannya dengan berbagai sumber, metode dan teori (Moleong,
2010:337). Sejalan dengan pendapat Moleong di atas, dapat dipahami bahwa triangulasi menuntut seorang peneliti
untuk membandingkan data-data hasil penelitiannya dengan berbagai teori yang
ada. Sehingga terdapat hubungan yang jelas antara data-data hasil penelitian
dengan teori yang ada. Maka, jelas bahwa melalui teknik triangulasilah keabsahan data tentang jenis
kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian
Serambi Indonesia dapat dibuktikan keabsahan datanya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian
Adapun hasil penelitian tentang jenis kalimat ditinjau
dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian Serambi
Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013, adalah terdapat beberapa jenis
kalimat yang ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat
tersebut. Maka penulis dapat menjabarkan data tentang jenis kalimat yang
ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat adalah
sebagai berikut:
Data 1
Ketika
kita menyaksikan realitas politik yang diciptakan para politikus di
negeri ini, dengan kasat mata kita bisa melihat struktur politik yang dibangun
dengan imajinasi populer, sebuah ruang, waktu, dan tanda politik yang dibentuk
disesaki, dan dipenuhi laku politik yang bersifat dangkal, remeh-temeh dan
bermutu rendah.
(konteks
data : paragraf 1)
Data 2
Orang-orang
yang lahir dari rahim partai politik begitu canggih memainkan seni
verbalisme politik demi kepentingan diri dan kelompok (partai)-nya.
(konteks
data : paragraf 2)
Data
3
Mereka menggunakan
partai politik sebagai mesin pencetak harta kekayaan dan kekuasaan.
(konteks
data : paragraf 2)
Data
4
Mereka
hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat duniawi dengan mengesampingkan
dunia eskatologi.
(konteks
data : paragraf 2)
Data
5
Di sinilah sifat
materialistis-hedonistis mendapatkan tempatnya.
(konteks
data : paragraf 2)
36
|
Data 6
Celakanya, tidak
sedikit politikus, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini sangat gemar mengembangkan
imajinasi populer tersebut.
(konteks
data : paragraf 3)
Data
7
Alih-alih
memperjuangkan kepentingan rakyat, kader-kader partai malah bekerja sama melakukan
korupsi dan terlibat ”kongkalikong” dengan para aktor ekonomi (misalnya
pengusaha) yang sering kali sangat merugikan kepentingan rakyat banyak.
(konteks
data : paragraf 3)
Data
8
Inilah realitas
politik yang sering kita saksikan yang dilandasi imajinasi dan
fantasi-fantasi yang dibangun secara sadar oleh individu atau kelompok
(politikus, partai politik) untuk membedakan mereka dengan orang atau kelompok
lainnya.
(konteks
data : paragraf 4)
Data
9
Imajinasi populer
yang dicirikan oleh sifat-sifatnya yang murahan, rendah, vulgar, umum,
rata-rata atau rakyat kebanyakan, kini telah digunakan untuk menghimpun massa
dalam berbagai wacana politik sebagai massa populer.
(konteks
data : paragraf 4)
Data
10
Yasraf Amir
Piliang dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat” menjelaskan bahwa imajinasi
populer ini terdapat setidak-tidaknya empat bidang, yaitu cara berpikir
populer, komunikasi populer, ritual populer, dan simbol populer.
(konteks data : paragraf 5)
Data 11
Pertama, cara
berpikir populer, yaitu cara berpikir yang dipengaruhi oleh berbagai
wacana budaya populer, seperti televisi, media massa, dunia hiburan dan dunia
seni populer, yang dicirikan oleh sifat-sifat kedangkalan, permukaan dan selera
massanya.
(konteks
data : paragraf 5)
Data 12
Dalam konteks
politik, termasuk ke dalam cara berpikir populer adalah berbagai wacana
politik populer yang dikembangkan politikus, yang dikemas dengan cara tertentu
yang seakan-akan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan politik.
(konteks
data : paragraf 6)
Data 13
Padahal, para
politikus itu hanya memproduksi cara berpikir politik yang sangat
dangkal.
(konteks data : paragraf 6)
Data 14
Kedua, komunikasi
populer, yaitu berbagai bentuk komunikasi politik yang dicirikan oleh
sifat-sifat dangkal ketimbang kedalaman, permukaan ketimbang substansi, lebih
menghibur ketimbang mencerahkan, lebih menawarkan rasa kesenangan ketimbang
ilmu pengetahuan, lebih membangkitkan sensasi ketimbang substansi.
(konteks
data : paragraf 7)
Data 15
Hal ini bisa berwujud bahasa,
tindakan, dan penampilan populer politikus.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 16
Berbagai
psikologi massa, sebagaimana digunakan di dalam budaya populer, kini digunakan
di dalam wacana politik, seperti cara-cara untuk membangkitkan dan
mengendalikan emosi (simpati, empati) rakyat.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 17
Misalnya, di
televisi para politikus korup bertindak sebagai orang yang harus
dikasihani, agar rakyat memaafkan tindakan korupnya.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 18
Bahkan, ada
politikus yang siap digantung di Monas sekalipun demi meyakinkan rakyat
bahwa ia tidak terlibat korupsi serupiah pun.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 19
Ketiga, ritual
populer, yaitu berbagai bentuk ritual politik yang secara massal dilakukan
mengikuti paradigma budaya populer, yang dalam pelaksanaannya menggunakan
logika komoditas.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 20
Ritual-ritual itu
ditata sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 21
Kegiatan ritual
politik yang digiring ke dalam perangkap artifisialitas, permainan bebas
bahasa dan citra sebagai cara dalam menciptakan imajinasi kolektif dan
pemanipulasian pikiran massa.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 22
Misalnya, tempat
rapat atau pertemuan mewah yang digunakan orang-orang partai yang
membedakan tempat rapat partai lainnya.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 23
Mereka terkadang tidak
peduli apakah kemewahan yang ditampilkan tersebut menyakiti hati rakyat
yang masih menderita kemiskinan atau tidak.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 24
Yang ada dalam
benak mereka adalah penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 25
Keempat, simbol
populer, ini artinya bahwa simbol-simbol populer digunakan di dalam
berbagai praktik politik.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 26
Simbol populer
yang identik dengan penampilan populer mengarahkan pada penampilan yang
mencakup mulai dari pakaian sampai rambut dan aksesoris yang menekankan
efek-efek kesenangan, simbol, status, tema, prestise, daya pesona, dan berbagai
dorongan selera rendah lainnya tanpa mengutamakan substansi politik.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 27
Pendeknya,
aktor-aktor politik hanya mengutamakan kulit luar politik tanpa
memikirkan isi, makna, dan hakikat politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 28
Ada berbagai
akibat dari masuknya imajinasi populer ke dalam aktivitas politik ini,
yaitu banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 29
Ini
mengindikasikan bahwa apapun yang selama ini dianggap profan, nafsu rendah,
remeh-temeh dan banal menurut pandangan politik, kini justru menjadi bagian
wacana politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 30
Baik/buruk,
benar/salah, pantas/tidak pantas, dan sejenisnya kini dikaburkan dan
digiring pada logika budaya baru, yaitu logika banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 31
Politik berada
di tempat yang rendah, remeh-temeh, murahan dengan mengambil alih nilai-nilai
dan budaya luhur politik (kesantunan, kebaikan, kemuliaan, dan kejujuran).
(konteks
data : paragraf 12)
Data 32
Di dalam praktik
politik yang telah teracuni imajinasi populer, sesuatu dulu yang
dianggap tidak penting (seperti penampilan, sifat menghibur, gaya pakaian, gaya
penampilan) kini menjadi sangat signifikan, dan mendominasi ruang waktu
aktivitas para politikus serta menjadi jantung kehidupan politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 13)
Data 33
Di media massa,
misalnya di televisi, kita bisa menjumpai seorang politikus terlihat
lebih mementingkan gaya penampilannya ketimbang pencapaian tujuan politik
seperti yang diajarkan Plato atau Aristoteles, yaitu mencapai masyarakat
politik yang terbaik dan menggapai kebaikan bersama.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 34
Mereka lebih mementingkan
gaya bicara, ketimbang esensi politik.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 35
Dalam keadaan semacam itu, yang
muncul adalah ”pementingan yang banal”.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 36
Inilah imajinasi
populer yang saat ini sedang digandrungi kebanyakan politikus di
nusantara ini yang kini telah menghadirkan banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 15)
Data 37
Dan tentunya,
gaya politik semacam ini telah merenggut praktik politik dari ruang
keluhurannya.
(konteks
data : paragraf 15)
Data 38
Hal
yang harus dilakukan para politikus sekarang adalah menjalankan tujuan
politik sebaik-baiknya, yaitu sebagai alat untuk mensejahterakan seluruh rakyat
Indonesia, bukan memakmurkan individu atau kelompok (partai) tertentu.
(konteks
data : paragraf 15)
Catatan:
Kata yang
bergaris bawah merupakan kata yang menjadi predikat dalam kalimat.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil penelitian tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom
opini Harian Serambi Indonesia. Maka, berikut ini penulis akan membahas
data-data tentang jenis
kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian
Serambi Indonesia, pada edisi Kamis 22 Agustus 2013, yaitu sebagai
berikut:
Data 1
Ketika kita menyaksikan
realitas politik yang diciptakan para politikus di negeri ini, dengan kasat
mata kita bisa melihat struktur politik yang dibangun dengan imajinasi populer,
sebuah ruang, waktu, dan tanda politik yang dibentuk disesaki, dan dipenuhi
laku politik yang bersifat dangkal, remeh-temeh dan bermutu rendah.
(konteks
data : paragraf 1)
Data 1 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa
kata menyaksikan yang memiliki arti
suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan menggunakan
indera penglihatan, kata menyaksikan adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh si subjek kita,
terhadap objek berupa realitas politik.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 2
Orang-orang
yang lahir dari rahim partai politik begitu canggih memainkan seni
verbalisme politik demi kepentingan diri dan kelompok (partai)-nya.
(konteks
data : paragraf 2)
Data 2 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa
kata memainkan yang memiliki arti
suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan menggunakan alat
gerak manusia, kata memainkan adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh si subjek orang-orang,
terhadap objek berupa seni verbalisme politik.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data
3
Mereka menggunakan
partai politik sebagai mesin pencetak harta kekayaan dan kekuasaan.
(konteks
data : paragraf 2)
Data 3 di
atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif
berupa kata menggunakan yang memiliki
arti suatu pekerjaan yang dilakukan melalui perantaraan suatu objek atau
mempergunakan objek sebagai alasan subjek melakukan sesuatu hal. Kata menggunakan adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh si subjek mereka,
terhadap objek berupa partai politik.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja transitif yang bersifat monotransitif dan ditandai
dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data
4
Mereka
hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat duniawi dengan mengesampingkan
dunia eskatologi.
(konteks
data : paragraf 2)
Data 4 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata mengedepankan yang memiliki arti suatu
pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan lebih mementingkan
sesuatu hal dari pada suatu hal yang lain,
kata mengedepankan adalah suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek mereka,
terhadap objek berupa hal-hal yang
bersifat duniawi. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data
5
Di sinilah sifat
materialistis-hedonistis mendapatkan tempatnya.
(konteks
data : paragraf 2)
Data 5 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu
verba yang tidak memiliki objek, berupa kata mendapatkan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang telah dilakukan
atau telah memperoleh sesuatu pada tingkat tertentu. Kata mendapatkan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek sifat
materialistis-hedonistis, terhadap keterangan berupa tempatnya. Maka, data di atas jelas
menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja
intransitif yang dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 6
Celakanya, tidak
sedikit politikus, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini sangat gemar mengembangkan
imajinasi populer tersebut.
(konteks
data : paragraf 3)
Data 6 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata mengembangkan yang memiliki arti suatu
pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek untuk dapat meningkatkan
atau memperbesar suatu hal, kata mengembangkan
adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek politikus, terhadap objek berupa imajinasi populer. sehingga, data di atas dengan jelas menunjukkan
kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan
ditandai dengan prefiks me- dan
sufiks -an.
Data
7
Alih-alih
memperjuangkan kepentingan rakyat, kader-kader partai malah bekerja sama melakukan
korupsi dan terlibat ”kongkalikong” dengan para aktor ekonomi (misalnya
pengusaha) yang sering kali sangat merugikan kepentingan rakyat banyak.
(konteks
data : paragraf 3)
Data 7 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata melakukan yang memiliki arti suatu
pekerjaan yang dikerjakan oleh subjek terhadap sebuah objek berupa jenis suatu
akibat dari pekerjaannya si subjek, kata melakukan
adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kader-kader partai, terhadap objek berupa korupsi. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data
8
Inilah realitas
politik yang sering kita saksikan yang dilandasi imajinasi dan
fantasi-fantasi yang dibangun secara sadar oleh individu atau kelompok
(politikus, partai politik) untuk membedakan mereka dengan orang atau kelompok
lainnya.
(konteks
data : paragraf 4)
Data 8 di
atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini
terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang
tidak memiliki objek, berupa kata
saksikan yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan dengan cara
melihat atau menonton sesuatu. Kata saksikan
adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kita,
terhadap keterangan berupa penjelasan tentang imajinasi dan fantasi-fantasi. Maka, data di atas jelas menunjukkan
kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja
intransitif.
Data
9
Imajinasi populer
yang dicirikan oleh sifat-sifatnya yang murahan, rendah, vulgar, umum,
rata-rata atau rakyat kebanyakan, kini telah digunakan untuk menghimpun massa
dalam berbagai wacana politik sebagai massa populer.
(konteks
data : paragraf 4)
Data 9 di
atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dicirikan yang memiliki arti perbuatan
yang dikenakan terhadap si subjek dengan memberikan kriteria tertentu yang
memiliki kesamaannya, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek imajinasi populer, terhadap objek berupa
sifat-sifat yang murahan. Maka, data
di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa
kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks –an.
Data
10
Yasraf Amir Piliang
dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat” menjelaskan bahwa imajinasi populer
ini terdapat setidak-tidaknya empat bidang, yaitu cara berpikir populer,
komunikasi populer, ritual populer, dan simbol populer.
(konteks data : paragraf 5)
Data 10 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata menjelaskan yang memiliki arti suatu
pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk memberikan
pemahaman yang mendalam tentang suatu hal. Kata menjelaskan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek Yasraf
Amir Piliang dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat”, terhadap objek
berupa imajinasi populer. Maka, data di atas jelas
menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif
dan ditandai dengan prefiks me- dan
sufiks -an.
Data 11
Pertama, cara
berpikir populer, yaitu cara berpikir yang dipengaruhi oleh berbagai
wacana budaya populer, seperti televisi, media massa, dunia hiburan dan dunia
seni populer, yang dicirikan oleh sifat-sifat kedangkalan, permukaan dan selera
massanya.
(konteks
data : paragraf 5)
Data 11 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa
kata dipengaruhi yang memiliki arti
perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang
dikenakan atas si subjek wacana budaya
populer, terhadap objek berupa cara
berpikir. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan
adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -i.
Data 12
Dalam konteks
politik, termasuk ke dalam cara berpikir populer adalah berbagai wacana
politik populer yang dikembangkan politikus, yang dikemas dengan cara tertentu
yang seakan-akan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan politik.
(konteks
data : paragraf 6)
Data 12 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa
kata adalah, yaitu kata kerja bantu
yang menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek konteks politik, yang memberikan
penjelasan tentang berbagai wacana politik populer. Maka, data di atas
jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata
kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap perbuatan subjek.
Data 13
Padahal, para
politikus itu hanya memproduksi cara berpikir politik yang sangat
dangkal.
(konteks data : paragraf 6)
Data 13 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata memproduksi yang memiliki arti suatu
pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih banyak. Kata memproduksi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek para
politikus, terhadap objek berupa cara berpikir politik.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -i.
Data 14
Kedua, komunikasi
populer, yaitu berbagai bentuk komunikasi politik yang dicirikan oleh
sifat-sifat dangkal ketimbang kedalaman, permukaan ketimbang substansi, lebih
menghibur ketimbang mencerahkan, lebih menawarkan rasa kesenangan ketimbang
ilmu pengetahuan, lebih membangkitkan sensasi ketimbang substansi.
(konteks
data : paragraf 7)
Data 14 di atas menunjukkan kalimat verbal,
yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu
kata kerja pasif berupa kata dicirikan yang
memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek dengan memberikan
kriteria tertentu yang memiliki kesamaannya, yaitu suatu perbuatan yang
dikenakan atas si subjek komunikasi
politik, terhadap objek berupa sifat-sifat
dangkal. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan
adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks –an.
Data 15
Hal ini bisa berwujud bahasa,
tindakan, dan penampilan populer politikus.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 15 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata berwujud yang memiliki arti berbentuk sesuatu hal. Kata berwujud adalah suatu sifat dari suatu hal, yang berbentuk bahasa. Maka, data di atas jelas
menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat
yang bermakna bentuk dari suatu hal.
Data 16
Berbagai
psikologi massa, sebagaimana digunakan di dalam budaya populer, kini digunakan
di dalam wacana politik, seperti cara-cara untuk membangkitkan dan
mengendalikan emosi (simpati, empati) rakyat.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 16 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digunakan yang memiliki arti perbuatan
yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si
subjek wacana politik, terhadap objek
berupa budaya populer. Maka, data di
atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata
kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di-
dan sufiks -an.
Data 17
Misalnya, di
televisi para politikus korup bertindak sebagai orang yang harus
dikasihani, agar rakyat memaafkan tindakan korupnya.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 17 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat dinamis.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba (kata kerja) berupa
kata bertindak yang memiliki arti
suatu tindakan yang dilakukan subjek dengan maksud untuk melakukan pekerjaan
seperti sesuatu hal atau seperti seseorang. Kata bertindak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh si subjek para
politikus korup. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat
dinamis, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja yang menyatakan suatu
tindakan yang dilakukan oleh subjek.
Data 18
Bahkan, ada
politikus yang siap digantung di Monas sekalipun demi meyakinkan rakyat
bahwa ia tidak terlibat korupsi serupiah pun.
(konteks
data : paragraf 8)
Data 18 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat
pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif
berupa kata digantung yang memiliki
arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang
dikenakan atas si subjek politikus,
terhadap keterangan tempat berupa Monas.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di-.
Data 19
Ketiga, ritual
populer, yaitu berbagai bentuk ritual politik yang secara massal dilakukan
mengikuti paradigma budaya populer, yang dalam pelaksanaannya menggunakan
logika komoditas.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 19
di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dilakukan yang memiliki arti perbuatan
yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si
subjek ritual populer, terhadap
keterangan berupa paradigma budaya populer. Maka, data di atas
jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja
pasif dan ditandai dengan prefiks di-
dan sufiks -an.
Data 20
Ritual-ritual itu
ditata sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 20
di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata ditata yang memiliki arti perbuatan yang
dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si
subjek ritual populer, terhadap
keterangan berupa sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di-.
Data 21
Kegiatan ritual
politik yang digiring ke dalam perangkap artifisialitas, permainan bebas
bahasa dan citra sebagai cara dalam menciptakan imajinasi kolektif dan
pemanipulasian pikiran massa.
(konteks
data : paragraf 9)
Data 21
di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini
terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang
tidak memiliki objek, berupa kata
digiring yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan dengan menarik
atau mengikutsertakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata digiring adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh si subjek kegiatan ritual politik,
terhadap keterangan tempat berupa ke dalam perangkap
artifisialitas. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat
intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja intransitif.
Data 22
Misalnya, tempat
rapat atau pertemuan mewah yang digunakan orang-orang partai yang
membedakan tempat rapat partai lainnya.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 22
di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digunakan yang memiliki arti perbuatan
yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si
subjek orang-orang partai, terhadap
keterangan tempat berupa tempat rapat atau pertemuan
mewah. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 23
Mereka terkadang tidak
peduli apakah kemewahan yang ditampilkan tersebut menyakiti hati rakyat
yang masih menderita kemiskinan atau tidak.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 23 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu
verba yang tidak memiliki objek, berupa kata
tidak peduli yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan tanpa
memperhatikan sesuatu hal. Kata tidak
peduli adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek mereka,
terhadap keterangan tempat berupa kemewahan yang ditampilkan.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata kerja intransitif.
Data 24
Yang ada dalam
benak mereka adalah penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”.
(konteks
data : paragraf 10)
Data 24 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa
kata adalah, yaitu kata kerja bantu
yang menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek mereka, yang memberikan penjelasan
tentang penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”. Maka, data di atas
jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata
kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap perbuatan subjek.
Data 25
Keempat, simbol
populer, ini artinya bahwa simbol-simbol populer digunakan di dalam
berbagai praktik politik.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 25 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat
pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif
berupa kata digunakan yang memiliki
arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang
dikenakan atas si subjek simbol populer,
terhadap keterangan berupa di dalam berbagai praktik
politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 26
Simbol populer
yang identik dengan penampilan populer mengarahkan pada penampilan yang
mencakup mulai dari pakaian sampai rambut dan aksesoris yang menekankan
efek-efek kesenangan, simbol, status, tema, prestise, daya pesona, dan berbagai
dorongan selera rendah lainnya tanpa mengutamakan substansi politik.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 26 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata identik yang memiliki arti bentuk yang sesuai dengan suatu benda
yang lain atau kesamaan suatu hal dengan yang lain. Kata identik adalah suatu sifat dari simbol
politik, yang memiliki kesamaan dengan penampilan
populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna kesamaan dari suatu
bentuk dengan yang lain.
Data 27
Pendeknya,
aktor-aktor politik hanya mengutamakan kulit luar politik tanpa
memikirkan isi, makna, dan hakikat politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 11)
Data 27 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa
kata mengutamakan yang memiliki arti
suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk
memberikan perhatian yang berbeda terhadap suatu objek. Kata mengutamakan adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh si subjek aktor-aktor politik,
terhadap objek berupa kulit luar politik.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat
berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 28
Ada berbagai
akibat dari masuknya imajinasi populer ke dalam aktivitas politik ini,
yaitu banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 28
di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis transitif. Hal ini terlihat jelas
dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif
berupa kata masuknya yang memiliki
arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk menjadi penyebab dari
adanya suatu objek. Kata masuknya
adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek berbagai akibat, terhadap objek berupa imajinasi populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat
transitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif.
Data 29
Ini
mengindikasikan bahwa apapun yang selama ini dianggap profan, nafsu rendah,
remeh-temeh dan banal menurut pandangan politik, kini justru menjadi bagian
wacana politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 29 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata menjadi bagian yang memiliki arti sesuatu yang terdapat atau
terbagi dalam suatu kesatuan. Kata menjadi
bagian adalah suatu sifat dari wacana
politik, yang memiliki kesatuan dengan pandangan
politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna kesatuan dari suatu
bentuk dengan yang lain.
Data 30
Baik/buruk,
benar/salah, pantas/tidak pantas, dan sejenisnya kini dikaburkan dan
digiring pada logika budaya baru, yaitu logika banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 12)
Data 30 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa
kata dikaburkan yang memiliki arti
perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang
dikenakan atas si subjek logika
banalitas politik, terhadap keterangan berupa baik/buruk,
benar/salah, pantas/tidak pantas. Maka, data di atas jelas
menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif
dan ditandai dengan prefiks di- dan
sufiks -an.
Data 31
Politik berada
di tempat yang rendah, remeh-temeh, murahan dengan mengambil alih nilai-nilai
dan budaya luhur politik (kesantunan, kebaikan, kemuliaan, dan kejujuran).
(konteks
data : paragraf 12)
Data 31 di atas merupakan kalimat adverbia. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu adverbia (kata keterangan), berupa kata berada yang memiliki arti suatu posisi
atau kedudukan dimana subjek terletak. Kata berada
adalah suatu kedudukan subjek politik, yang
menerangkan tentang keterangan berupa kata di
tempat yang rendah. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat adverbia,
yaitu dengan adanya predikat berupa kata keterangan yang menerangkan posisi
atau tempat subjek terletak.
Data 32
Di dalam praktik
politik yang telah teracuni imajinasi populer, sesuatu dulu yang
dianggap tidak penting (seperti penampilan, sifat menghibur, gaya pakaian, gaya
penampilan) kini menjadi sangat signifikan, dan mendominasi ruang waktu
aktivitas para politikus serta menjadi jantung kehidupan politik itu sendiri.
(konteks
data : paragraf 13)
Data 32 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata teracuni yang memiliki arti suatu hal yang telah berdampak terhadap
sesuatu. Kata teracuni adalah suatu
keadaan dari praktik politik, yang
telah berefek kepada imajinasi populer.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya
predikat berupa kata sifat yang bermakna telah memiliki efek atau dampak dari
suatu hal.
Data 33
Di media massa,
misalnya di televisi, kita bisa menjumpai seorang politikus terlihat
lebih mementingkan gaya penampilannya ketimbang pencapaian tujuan politik
seperti yang diajarkan Plato atau Aristoteles, yaitu mencapai masyarakat
politik yang terbaik dan menggapai kebaikan bersama.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 33
di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini
terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat
monotransitif berupa kata menjumpai yang
memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk berhadapan
langsung dengan suatu objek. Kata menjumpai
adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kita, terhadap objek berupa seorang
politikus. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif yang bersifat monotransitif
dan ditandai dengan prefiks me- dan
sufiks –i.
Data 34
Mereka lebih mementingkan
gaya bicara, ketimbang esensi politik.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 34 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata lebih mementingkan, yang memiliki arti suatu perbuatan yang
dilakukan subjek dengan memberikan perhatian yang berbeda antara dua hal. Kata lebih mementingkan adalah suatu
perbuatan dari subjek mereka, yang
bersifat mendahulukan gaya bicara
ketimbang esensi politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat
ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna
perbuatan yang lebih mendahulukan sesuatu hal dari pada hal yang lainnya.
Data 35
Dalam keadaan semacam itu, yang
muncul adalah ”pementingan yang banal”.
(konteks
data : paragraf 14)
Data 35 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif.
Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa
kata adalah, yaitu kata kerja bantu
yang menerangkan situasi atau keadaan suatu hal. Kata adalah menjelaskan keadaan suatu hal, berupa penjelasan tentang pementingan
yang banal. Maka,
data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat
berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap keadaan
suatu hal.
Data 36
Inilah imajinasi
populer yang saat ini sedang digandrungi kebanyakan politikus di
nusantara ini yang kini telah menghadirkan banalitas politik.
(konteks
data : paragraf 15)
Data 36
di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digandrungi yang memiliki arti perbuatan
yang dikenakan terhadap si subjek berupa hal yang disukai atas sesuatu, yaitu
suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek politikus, terhadap objek berupa imajinasi
populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -i.
Data 37
Dan tentunya,
gaya politik semacam ini telah merenggut praktik politik dari ruang
keluhurannya.
(konteks
data : paragraf 15)
Data 37
di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini
terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat
monotransitif berupa kata merenggut yang
memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk mendapatkan
sesuatu. Kata merenggut adalah suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek gaya
politik, terhadap objek berupa praktik
politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu
dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif.
Data 38
Hal
yang harus dilakukan para politikus sekarang adalah menjalankan tujuan
politik sebaik-baiknya, yaitu sebagai alat untuk mensejahterakan seluruh rakyat
Indonesia, bukan memakmurkan individu atau kelompok (partai) tertentu.
(konteks
data : paragraf 15)
Data 38
di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif. Hal ini terlihat
jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa kata adalah, yaitu kata kerja bantu yang
menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek para politikus, yang memberikan penjelasan tentang menjalankan
tujuan politik sebaik-baiknya.
Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan
adanya predikat berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan
terhadap perbuatan subjek.
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah peneliti
lakukan tentang jenis
kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian
Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013 yang telah dipaparkan dalam bab IV, maka penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3 jenis
kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, yaitu (1)
kalimat verbal yang terdapat dalam 32 kutipan data, (2) kalimat ajektival yang
terdapat dalam 5 kutipan data, dan (3) kalimat adverbia yang terdapat dalam 1
kutipan data.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka
penulis menyarankan kepada berbagai pihak yaitu sebagai berikut :
1)
Jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang
menjadi predikat dalam kalimat, haruslah dapat dipahami dengan baik. Sehingga
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan struktur pembentukan kalimat
dengan mudah.
2)
59
|
3)
Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan
juga kepada prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar memperhatikan lagi
materi perkuliahan tentang tata bahasa Indonesia melalui berbagai cara,
misalnya dengan menyajikan bahan
bacaan yang bermutu dan tenaga pendidik yang berkualitas serta ahli
dibidangnya.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
----------------- 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Finoza, Lamuddin. 2003. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
Hoerudin, Cecep Wahyu. 2010. Pengembangan
Kompetensi Bahasa Indonesia. Bandung: Insan Mandiri.
Komaidi, Didik. 2011. Panduan
Lengkap Menulis Kreatif (Teori dan Praktik). Yokyakarta: Sabda Media.
Kutha Ratna, Nyoman.
2010. Teori, Metode dan
Teknik Penelitian. Denpasar:
Pustaka Pelajar.
Moleong, Laxy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Panitia Penyusun. 2013. Pedoman
Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.
Sadikin, Muhammad. 2011. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Laskar Aksara.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sumadiria, Haris. 2008. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
61
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar