Minggu, 05 April 2015

ANALISIS JENIS KALIMAT DITINJAU DARI JENIS KATA YANG MENJADI PREDIKAT DALAM KOLOM OPINI HARIAN SERAMBI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan berbahasa terdapat empat keterampilan pokok, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut tersusun secara sistematis dan saling berhubungan satu sama lainnya. Keterampilan tersebut juga erat sekali hubungannya dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin terampil seseorang berbahasa semakin jelas jalan pikirannya.
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir. Sehingga dalam proses interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif, produktif dan reseptif apresiatif, salah satu unsurnya adalah keterampilan menulis, yang bertujuan untuk menuangkan gagasan dan perasaan seseorang melalui media tulisan. Menulis merupakan keterampilan unik yang patut digali oleh setiap diri pengguna bahasa melalui media tertulis. Hal ini dikarenakan, dengan menulis seseorang berlatih dalam menyampaikan pendapat secara runtut dan sistematis, berolah pikir, berolah rasa, dan melakukan perenungan.
1
Kegiatan menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam komunikasi secara tertulis. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarjo (dalam Komaidi 2011:5), ia menyatakan bahwa ”Menulis merpakan proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan”. Dari pendapat Sumarjo di atas, dapat dipahami bahwa menulis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan tulisan yang berisi gagasan atau ide seseorang melalui media tertulis.  
Dengan menulis, seseorang dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya. Sehingga, ia dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu gagasan atau ide yang akan disampaikan. Selain itu, kegiatan menulis berhubungan erat dengan penggunaan kata, kalimat dan unsur-unsur lain yang membangun sebuah uraian panjang dari konsep sebuah tulisan sebagai alat komunikasi tertulis. Hal ini dikarenakan dalam berkomunikasi digunakan kalimat-kalimat yang disusun dari kata-kata. Sebelum sebuah kalimat diungkapkan secara tertulis, kata-kata harus dibentuk terlebih dahulu kemudian ditata menjadin kalimat sesuai dengan pikiran, ide dan perasaan seseorang. 
Dalam sebuah tulisan, kalimat memiliki peran tersendiri yang tidak kalah penting agar terbentuknya sebuah gagasan yang dapat dipahami oleh orang lain. Bahkan, kalimatlah yang menjadi konsep utama agar tersusun menjadi bagian yang lebih luas dalam menyampaikan gagasan atau ide seseorang. Gabungan dari kalimat-kalimat membentuk sebuah paragraf dan paragraf menjadi wacana merupakan proses terbentuknya gagasan seseorang, salah satunya adalah berupa opini.
Opini merupakan gagasan seseorang yang dibentuk melalui kalimat-kalimat agar menjadi suatu kesatuan pikiran yang utuh yang dimaksud oleh seseorang sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Dalam memaparkan opini yang baik dibutuhkan penyusunan kalimat yang baik dan layak dipublikasikan kepada pembaca, khususnya pada kolom opini dalam surat kabar. Hal ini dikarena surat kabar merupakan media komunikasi yang tersentuh oleh banyak lapisan masyarakat. Sehingga, melalui penyusunan kalimat yang baik akan mampu mewakili gagasan penulis kepada pembaca dan kalimat yang dibentuk harus mampu dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat agar terbentuknya opini yang baik yaitu opini yang berisi gagasan yang dapat dipahami oleh orang lain.  Namun, kenyataan yang terlihat adalah sangat banyak media cetak yang menyodorkan opini atau gagasan yang tidak menyatu dengan semua lapisan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian penulis terhadap pembaca. Oleh karena itu, dengan lebih memperhatikan penyusunan kalimat dalam opini maka akan terbentuk sebuah opini yang baik dan layak dipublikasikan di media cetak, khususnya surat kabar.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah ”Analisis Jenis Kalimat Ditinjau dari Jenis Kata yang Menjadi Predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia”.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat, jenis kalimat apa saja yang terdapat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia?



1.3         Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.

1.4         Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan secara praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu bahasa. Secara praktis dapat bermanfaat bagi peneliti dan mahasiswa. Bagi peneliti dapat termotivasi serta menambah pengetahuan tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
Bagi mahasiswa dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menambahkan pemahaman tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, khususnya bagi mahasiswa jurusan bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, sebagai bahan pertimbangan untuk mendapatkan suatu ide tau gagasan baru di masa yang akan datang.

1.5         Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia. Mengingat cakupan ruang penelitian terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah ini pada jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013.

1.6         Definisi Operasional
Untuk menyamakan pemahaman antara peneliti dengan pembaca, maka perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut :
1)             Analisis adalah proses penguraian/pembahasan terhadap suatu permasalahan untuk diketahui dan ditemukan inti permasalahan lalu disimpulkan.
2)             Jenis kalimat adalah berbagai pembagian atas sebuah kalimat yang terdiri dari beberapa macam kalimat.
3)             Jenis kata adalah berbagai pembagian atas sebuah kata yang terdiri dari beberapa macam kata.
4)             Predikat adalah jabatan yang disandang oleh suatu kata yamg memiliki arti perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek.
5)             Kolom opini adalah ruang yang memuat tentang subuah pendapat atau gagasan dari seseorang yang dituangkan dalam bentuk tertulis dalam sebuah media cetak.
6)             Harian Serambi Indonesia adalah sebuah media cetak yang menerbitkan berbagai berita dan informasi.






BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1         Pengertian Kata
Kegiatan menulis tidak terlepas dari peran sebuah kata, hal ini dikarenakan kata-kata tersebut akan disusun menjadi kalimat. Melalui penyusunan setiap kata dengan tepatlah dapat tersusunnya sebuah kalimat yang baik dan efektif. Menurut Finoza (2003:61), ia mengungkapkan bahwa ”Kata adalah satuan bentuk terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna”. Jelas apa yang dikemukakan oleh Finoza, bahwa kata merupakan unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna tetentu.
Chaer (2003:162), juga menyatakan bahwa ”Kata merupakan suatu satuan bahasa yang memiliki pengertian dan diapit oleh dua buah spasi dan memiliki satu arti”. Maksudnya, kata adalah satuan bahasa yang memiliki arti tertentu dan dipisahkan oleh dua buah spasi serta mengandung makna yang tunggal. Selain itu, Sumadiria (2008:25), ia mengungkapkan bahwa ”Kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir tentang sesuatu hal”. Maksudnya, unsur bahasa berupa kata merupakan tanda tertulis yang tersusun atas rangkaian huruf dan bunyi bahasa yang dapat membuat seseorang menafsirkan sesuatu ketika membacanya.
6
Selanjutnya, Keraf (dalam Hoerudin 2010:71), mengungkapkan bahwa ”Kata ibarat pakaian yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki jiwa. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui jiwa agar ia dapat menggerakkan orang lain dengan jiwa dari kata-kata yang dapat digunakannya”. Maksud pernyataan Keraf di atas, kata merupakan sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang, karena setiap kata itu memiliki makna tersendiri dan melalui kata juga seseorang dapat memahami apa yang dituliskan dalam sebuah bahasa tulis.
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan atau unit terkecil dari sebuah bahasa yang tersusun atas gabungan beberapa huruf dan mengandung satu arti serta dari gabungan beberapa kata akan dapat tersusun sebuah kalimat.

2.2     Unsur-unsur Pembentuk Kata
Sebuah kata yang baik tidak dapat berdiri tanpa adanya unsur pembentuk kata, unsur-unsur itulah yang membuat sebuah kata mengandung arti tertentu. Hal ini dikarenakan unsur-unsur tersebut dapat membuat sebuah kata tidak bermakna ambigu ketika dipahami oleh orang lain.
Menurut Chaer (2003:169), menyatakan bahwa ”Setiap bentuk dasar agar dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu harus dibentuk terlebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, reduplikasi maupun proses komposisi”.
1)             Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar.
Misalnya: me + hibur     =          menghibur (prefiks)
             el + tunjuk     =          telunjuk (infiks)
             bagi + an     =           bagian (sufiks)


2)             Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian maupun perubahan bunyi. 
Misalnya: meja-meja (reduplikasi penuh), lelaki (reduplikasi sebagian), bolak-balik (reduplikasi perubahan bunyi).
3)             Komposisi
Komposisi adalah hasil dari proses penggabungan-penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik secara bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang baru.
Misalnya: jalan tikus yang berarti jalan kecil yang sukar dilewati mobil.
Sehubungan dengan pendapat Chaer di atas tentang unsur-unsur pembentuk sebuah kata, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga proses yang harus dilalui oleh sebuah kata agar menjadi kata yang gramatikal, yaitu proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.

2.3     Jenis-jenis Kata
Suatu kata juga memiliki pengklasifikasian atau pengelompokan tertentu. Dengan kata lain, kata itu bukan hanya satu macam tetapi memiliki berbagai jenis. Pengelompokan kata juga dilihat dari berbagai kriteria atau ketentuan dari pembagian kata tersebut.
Menurut Moeliono, dkk (dalam Finoza, 2003:62), menyatakan bahwa ”Kata dapat dikelompokkan ke dalam lima  jenis, yaitu :
1)             Verba (Kata Kerja)
Kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat.
Misalnya: tulis + dengan pena (KB) atau menulis + dengan cepat (KS)
2)             Ajektiva (Kata Sifat)
Kata sifat adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, tabiat suatu benda/orang/binatang.
Misalnya: aman yaitu keadaan atau situasi yang tenang dan damai.
3)             Adverbia (Kata Keterangan)
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan predikat suatu kalimat.
Misalnya: di kampus yaitu menyatakan tempat dan arah.
4)             Rumpun Kata Benda
(a)      Nomina (kata benda/kata nama) adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak).
Misalnya: buku, pohon (konkret) dan agama, pengetahuan (abstrak).
(b)     Pronomina (kata ganti) adalah kata yang dapat diganti kedudukannya dalam pertuturan dengan kata benda yang menyatakan orang.
Misalnya: Kemarin ayah pergi ke pasar. Dia membeli sebuah cangkul.
Kata dia pada kalimat di atas menggantikan kedudukan kata ayah.
(c)      Numeralia (kata bilangan) adalah kata yang menyatakan jumlah, nomor, urutan, dan himpunan.
Misalnya: satu (kata bilangan utama) dan pertama (kata bilangan tingkat).
5)             Rumpun Kata Tugas
(a)      Preposisi (kata depan) adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan (frasa preposional)
Misalnya: di kantor
(b)     Konjungsi (kata sambung) adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Misalnya: Anda pasti berhasil kalau rajin belajar
(c)      Interjeksi (kata seru) adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan hati seperti rasa kagum, sedih, heran.
Misalnya: Ayo, maju terus, pantang mundur!
(d)     Artikel (kata sandang) adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah orang atau benda.
Misalnya: sang guru yaitu bermakna tunggal.
(e)      Pertikel adalah unsur-unsur kecil dalam bahasa, kecuali yang jelas satuan bentuknya.
Misalnya: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?

Sedangkan menurut Chaer (2006:86), menyatakan bahwa ”Dilihat dari konsep makna yang dimiliki atau peran yang harus dilakukan, kata dibedakan menjadi lima belas jenis, yaitu :


1)             Kata Benda
Kata benda adalah kata-kata yang dapat diikuti dengan frase yang atau yang sangat.
Misalnya: Murid (yang rajin)
                 Pelayanan (yang sangat memuaskan)
2)             Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan kedudukan kata benda yang menyatakan orang.
Misalnya: Kemarin ayah pergi ke pasar. Dia membeli sebuah cangkul.
3)             Kata kerja
Kata kerja adalah kata-kata yang diikuti oleh frase dengan, baik yang menyatakan alat, keadaan, maupun yang menyatakan penyerta.
Misalnya: Menulis (dengan spidol)
4)             Kata Sifat
Kata sifat adalah kata-kata yang dapat diikuti dengan kata keterangan sekali serta dapat dibentuk menjadi kata ulang se-nya.
Misalnya: Baik (baik sekali, sebaik-baiknya)
5)             Kata Sapaan
Kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menyapa, menegur atau menyebut orang kedua atau orang yang diajak bicara.
Misalnya: Pak (bentuk utuh bapak)
6)             Kata Penunjuk
Kata penunjuk adalah kata-kata yang digunakan untuk menunjuk benda.
Misalnya: ini (merupakan kata penunjuk benda yang letaknya relatif dekat dari si pembicara)
7)             Kata Bilangan
Kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan jumlah, nomor, urutan atau himpunan.
Misalnya:  satu (merupakan kata bilangan utama) dan pertama (merupakan kata bilangan tingkat)
8)             Kata Penyangkal
Kata penyangkal adalah kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal.
Misalnya: tidak (merupakan kata penyangkal yang menyatakan ingkar)
9)             Kata Depan
Kata depan adalah kata-kata yang digunakan dimuka kata benda untuk merangkaikan kata benda itu dengan bagian kalimat lain.
Misalnya: di desa (merupakan kata depan yang menyatakan tempat)
10)         Kata Penghubung
Kata penghubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa atau kalimat dengan kalimat.
Misalnya:  Ibu dan ayah pergi ke Medan (dan merupakan kata penghubung kata dengan kata)



11)         Kata Keterangan
Kata keterangan adalah kata-kata yang digunakan untuk memberi penjelasan pada kalimat atau bagian kalimat lain, yang sifatnya tidak menerangkan keadaan atau sifat.
Misalnya: Gadis itu cantik sekali (sekali merupakan kata keterangan yang menyatakan kualitas gadis itu cantik).
12)         Kata Tanya
Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan.
Misalnya:  Apa ini? (kata apa merupakan kata tanya untuk menanyakan benda atau hal).
13)         Kata Seru
Kata seru adalah kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan batin, misalnya rasa kaget, terharu, kagum, marah atau sedih.
Misalnya: Wah, mahal sekali! (merupakan kata seru yang menyatakan perasaan kaget)
14)         Kata Sandang
Kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi menjadi penentu.
Misalnya: Itu dia si Hasan (si merupakan kata penentu yang digunakan di depan kata nama diri)
15)         Kata Partikel
Kata partikel adalah kata-kata yang digunakan untuk menegaskan.
Misalnya: Benarkah dia akan datang hari ini?
2.4     Pengertian Kalimat
Dalam berbahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan, tidak terlepas dari menggunakan kalimat sebagai bagian dari tuturan ataupun teks, hal ini disebabkan karena kalimat tersebut merupakan gabungan sejumlah kata yang disusun rapi dan memiliki kesatuan makna yang utuh dan mampu mewakili gagasan seseorang. Gabungan antara kalimat-kalimat yang baik akan menghasilkan tulisan yang baik pula dan mudah dipahami orang lain.
Menurut Chaer (2003:240), ia menyatakan bahwa ”Kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada jika diperlukan”. Maksud dari pernyataan Chaer di atas, kalimat merupakan bagian awal yang berakhir dengan tanda titik sebagai pengakhir sebuah pernyataan. Lalu, Hoerudin (2010:71), ia mengungkapkan bahwa ”Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud tulis maupun lisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh”. Jelas apa yang dikemukakan oleh Hoerudin bahwa kalimat adalah satuan bahasa, baik dalam wujud lisan ataupun tulisan yang mewakili pikiran yang lengkap.
Selanjutnya, Finoza (2003:107), ia menyatakan bahwa ”Kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek, predikat dan intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap dengan makna”. Maksudnya, kalimat merupakan suatu bagian yang paling sedikit terdiri atas subjek, predikat dan diakhir dengan tanda titik sebagai pengakhir yang menandai ujaran atau tuturan tersebut sudah lengkap dan memiliki makna yang dapat dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang berisi suatu pikiran, gagasan dan ide yang lengkap dan tersusun atas dua buah kata atau lebih yang dapat mewakili perasaan seseorang dan mengandung arti serta diakhir dengan tanda titik.

2.5     Unsur-unsur Pembentuk Kalimat
Suatu kalimat yang baik tentunya tidak dapat berdiri tanpa adanya unsur pembentuk kalimat, karena dengan unsur-unsur itulah dapat tersusunnya kalimat yang mudah dipahami oleh seseorang. Bahkan, tanpa unsur-unsur tertentu yang dijadikan landasan sebagai pembentuk kalimat, sebuah kalimat yang merupakan gagasan dan ide seseorang tidak dapat dipahami oleh orang lain yang membaca gagasan tersebut.
Menurut Finoza (2003:108), ia menyatakan bahwa ”Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang lazim disebut jabatan kata atau peran kata, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Tetapi, kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur yaitu subjek dan predikat”.
1)             Subjek
Subjek adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok atau suatu hal, masalah yang menjadi pangkal atau pokok pembicaraan.
Misalnya: Ayahku sedang mengecat dinding rumah.
Ayahku dalam kalimat di atas berperan sebagai subjek atau pelaku yang melakukan pekerjaan mengecat dinding rumah.

2)             Predikat
Subjek dan predikat merupakan suatu unsur yang harus ada sehingga dapat tersusunnya sebuah kalimat, yang merupakan penegas terhadap apa yang dilakukan subjek. Hal ini sejalan dengan pendapat Finoza (2003:108), ia menyatakan bahwa ”Predikat adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan tindakan apa atau dalam keadaan bagaimana pelaku atau tokoh dalam sebuah kalimat”. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa predikat tersebut merupakan jabatan perbuatan yang disandang oleh subjek dalam kondisi tertentu.
Misalnya: Kuda meringkik.
Pada kalimat di atas, kata meringkik merupakan predikat yang memberitahukan perbuatan kuda.
3)             Objek
Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat. Umumnya diisi oleh nomina, frasa nomina atau klausa.
Misalnya: Ibu Tuti mencubit pipi Santi.
Pada kalimat di atas, pipi Santi merupakan objek yang dikenai perbuatan yaitu cubitan dari si subjek.
4)             Pelengkap
Pelengkap atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat. Jenis kata yang mengisi pelengkap berupa nomina, frasa nominal atau klausa.
Misalnya: Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
Kata puisi kontemporer merupakan pelengkap yang melengkapi predikat dan objek.
5)             Keterangan
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur ini berfungsi menerangkan subjek, predikat, objek dan pelengkap.
Misalnya: Sekretaris itu mengambilkan atasanya air minum dari kulkas.
Kata dari kulkas merupakan keterangan tempat yang menerangkan subjek, predikat, objek dan pelengkap.
Berdasarkan pendapat Finoza di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembentuk sebuah kalimat antara lain adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.

2.6     Jenis-jenis Kalimat
Jenis adalah ragam atau macam. Maksudnya, suatu kalimat memiliki pengklasifikasian atau pengelompokan tertentu. Dengan kata lain, kalimat itu bukan hanya satu macam tetapi memiliki berbagai jenis. Pengelompokan kalimat tersebut juga dilihat dari berbagai kriteria atau ketentuan dari pembagian kalimat.
2.6.1  Jenis Kalimat Berdasarkan Jenis Kata yang Menjadi Predikat dalam Kalimat
          Chaer (2003:249), menyatakan bahwa ”Berdasarkan jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, maka kalimat terbagi atas beberapa jenis, yaitu:

2.6.1.1  Kalimat Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba (kata kerja). Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verba, kalimat verbal  terbagi atas: 1) kalimat transitif, 2) kalimat intransitif, 2) kalimat kalimat aktif, 4) kalimat pasif, 5) kalimat dinamis, 6) kalimat statis, 7) kalimat refleksif, 8) kalimat resiprokal, dan 9) kalimat ekuatif.
1)        Kalimat transitif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotransitif dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa verba bitransitif.
Misalnya:
(1)     Dika menendang bola.
(2)     Ani menanam bunga.
(3)     Ibu memasak nasi.
(4)     Ayah membaca koran.
(5)     Adik menulis puisi.
(6)     Kakak menjahit celana.
(7)     Saya mencabut rumput.
(8)     Dia menggoreng tahu.
(9)     Nenek menonton televisi.
(10) Paman mencukur kumis.
Kalimat (1) Dika menendang bola, merupakan kalimat transitif, yaitu Dika sebagai subjek, menendang sebagai predikat berupa verba yang bersifat monotransitif dan bola sebagai objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).


Misalnya:
(1)      Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa Jepang.
(2)      Adik membacakan kakak sebuah puisi.
(3)      Ibu menjahitkan ayah baju kemeja.
(4)      Rini membuatkan ayah secangkir kopi.
(5)      Kakak menuliskan adik sepucuk surat.
(6)      Ayah memberikan ibu uang belanja.
(7)      Bibi mengantarkan paman sebungkus nasi.
(8)      Bu guru menanyakan kakak sebuah pertanyaan.
(9)      Ani menghadiahkan Husna sebatang pinsil.
(10)  Kakak menceritakan adik sebuah cerita.
Kalimat (1) Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa Jepang, merupakan kalimat transitif, yaitu Dika sebagai subjek, membelikan sebagai predikat berupa verba yang bersifat bitransitif dan Nita serta kamus bahasa Jepang sebagai objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
2)        Kalimat intransitif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif yaitu verba yang tidak memiliki objek.
Misalnya:
(1)      Kakek berlari ke kamar mandi.
(2)      Nenek berjalan ke dapur.
(3)      Dia bernyanyi di kamar.
(4)      Ayam jantan berkokok di pekarangan.
(5)      Mereka berangkat minggu depan.
(6)      Adik melompat kegirangan.
(7)      Kuda Andi berlari menuju garis finis.
(8)      Kakak menari di atas pentas.
(9)      Adik menangis tersedu-sedu.
(10)  Ibu berbelanja di pasar.
Kalimat (1) Kakek berlari ke kamar mandi, merupakan kalimat intransitif yang tidak berobjek. Kakek sebagai subjek, berlari sebagai predikat yang berupa verba intransitif, dan ke kamar mandi sebagai keterangan tempat. Hal yang sama juga dengan kalimat (2) sampai (10).
3)        Kalimat aktif, merupakan kalimat yang predikatnya merupakan kata kerja aktif, biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper-.
Misalnya:
(1)     Adik menulis surat.
(2)     Kakak memasak sayur.
(3)     Ibu membuat kue.
(4)     Ani membersihkan lantai.
(5)     Rini memukul kucing.
(6)     Bibi menyapu halaman.
(7)     Nenek memperhatikan kakek.
(8)     Ibu menjemur pakaian.
(9)     Ayah mengendarai sepeda motor.
(10) Fina membaca cerita.
Kalimat (1) Adik menulis surat, merupakan kalimat aktif, yaitu adik sebagai subjek, menulis sebagai predikat yang berupa kata kerja aktif yang dapat menghasilkan tulisan berupa surat yang merupakan objek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
4)        Kalimat pasif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba pasif, biasanya ditandai dengan prefiks di- atau diper.
Misalnya:
(1)     Surat ditulis adik.
(2)     Ayam dipukul Andi.
(3)     Novel dibaca Ani.
(4)     Jambu dilempar Tono.
(5)     Tanaman disiram Rini.
(6)     Buku dibeli kakak.
(7)     Sebuah puisi dipersembahkan kakak.
(8)     Nasi dimasak ibu.
(9)     Rumput diinjak adik.
(10) Baju diseterika Ani.
Kalimat (1) Surat ditulis adik, merupakan kalimat pasif yang ditandai oleh prefiks di- pada predikatnya ditulis yang berarti dikenakan perbuatan atas si subjek. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
5)        Kalimat dinamis, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis menyatakan tindakan atau gerakan.
Misalnya:
(1)     Kakak pergi begitu saja.
(2)     Adik lari dengan cepat.
(3)     Perawat itu pulang beberapa saat yang lalu.
(4)     Bayi itu merangkak dengan pelan.
(5)     Kakak menari dengan lincah.
(6)     Ani melompat dengan tepat.
(7)     Ibu berjalan dengan pelan.
(8)     Una berteriak dengan keras.
(9)     Dia mengetik dengan cepat.
(10) Prajurit berperang dengan lincah.
Kalimat (1) Kakak pergi begitu saja, merupakan kalimat dinamis yang menyatakan tindakan si subjek kakak yang melakukan gerakan berupa predikat pergi begitu saja. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai (10).
6)        Kalimat statis, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau kegiatan.
Misalnya:
(1)     Anaknya sakit keras.
(2)     Adik Ani demam tinggi.
(3)     Kucing itu masih hidup.
(4)     Kakak keracunan minuman.
(5)     Nenek kedinginan.
(6)     Kakek kepanasan.
(7)     Ayah sudah gemuk.
(8)     Dia sudah tidak waras.
(9)     Ani sangat malas.
(10) Dia mudah diperdaya.
Kalimat (1) Anaknya sakit keras, merupakan kalimat statis yaitu si subjek Anaknya tidak sedang melakukan kegiatan tetapi sakit keras merupakan predikat yang diderita/disandang oleh si subjek. Begitu juga dengan kalimat (2) dan seterusnya.
7)        Kalimat reflektif, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba yang objeknya diri sendiri.
Misalnya:
(1)     Kakak sedang berhias.
(2)     Adik sedang bersepatu.
(3)     Nenek sedang berbaju.
(4)     Adik sedang bersepeda.
(5)     Ayah sedang berdasi.
(6)     Adik sedang bertopi.
(7)     Kakek sedang berkursi roda.
(8)     Mereka sedang berpayung.
(9)     Andi sedang berkostum badut.
(10) Nenek sedang berkalung emas.
Kalimat (1) Kakak sedang berhias merupakan kalimat reflektif, yaitu predikatnya berupa kata kerja yang objeknya adalah diri sendiri. Kata sedang berhias merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kakak terhadap dirinya sendiri. Sama halnya dengan kalimat (2) dan seterusnya.
8)        Kalimat resiprokal, merupakan kalimat yang predikatnya berupa verba yang bermakna berbalasan.
Misalnya:
(1)     Mereka berpelukan.
(2)     Adik bersalaman.
(3)     Kita harus tolong-menolong sesama teman.
(4)     Kita harus bermaaf-maafan.
(5)     Adik bekerja sama dengan kakaknya.
(6)     Keluarga kami kunjung-mengunjung dengan keluarganya.
(7)     Palestina tembak-menembak dengan Israel.
(8)     Mereka pukul-memukul.
(9)     Ani tampar-menampar dengan Tini.
(10) Dika tendang-menendang.
Kalimat (1) Mereka berpelukan, merupakan kalimat resiprokal, yaitu predikatnya berupa kata kerja yang bermakna berbalasan. Kata berpelukan merupakan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh lebih dari satu orang. Begitu juga dengan kalimat (2) dan seterusnya.
9)        Kalimat ekuatif, merupakan kalimat yang mengandung kata kerja bantu seperti adalah, menjadi dan merupakan. Kalimat ini antara subjek dan predikat seakan-akan dianggap sama atau merupakan pengganti makna.
Misalnya:
(1)     Kakekku adalah pelaut.
(2)     Ibu Ani adalah dokter.
(3)     Sukma menjadi penyanyi terkenal.
(4)     Ayahku merupakan pejabat kelurahan.
(5)     Ani menjadi guru teladan.
(6)     Paman merupakan buruh tani.
(7)     Rina adalah karyawan pabrik yang disiplin.
(8)     Kakakku adalah mahasiswa berprestasi.
(9)     Bapak itu adalah dosen yang berwibawa.
(10) Dia menjadi artis terkenal.
Kalimat (1) Kakekku adalah pelaut, merupakan kalimat ekuatif, yaitu predikatnya berupa kata kerja bantu. Kata adalah merupakan kata bantu yang menerangkan pekerjaan yang disandang oleh subjek kakek yaitu seorang pelaut. Sama halnya dengan kalimat (2) dan kalimat berikutnya.
2.6.1.2  Kalimat Nominal
Kalimat nominal merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa nomina (kata benda).

Misalnya:
(1)     Mereka bukan penduduk desa ini.
(2)     Kami mahasiswa universitas Almuslim.
(3)     Ayahnya sopir bus kota.
(4)     Kakaknya pedagang asongan.
(5)     Adiknya pemain bola.
(6)     Dialah sahabat saya.
(7)     Buku itu cetakan Bandung.
(8)     Ibunya guru Bahasa Indonesia.
(9)     Saudaranya pemain gitar.
(10) Adik saya siswa kelas VI.
Kalimat (1) Mereka bukan penduduk desa ini, merupakan kalimat nominal yang ditandai dengan predikat bukan penduduk desa ini yang berupa kata benda. Begitu juga dengan kalimat (2) dan seterusnya.
2.6.1.3  Kalimat Ajektifal
Kalimat ajektifal merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa ajektifa (kata sifat).
Misalnya:
(1)     Mereka rajin sekali.
(2)     Jawaban anak itu sangat tepat.
(3)     Rumahnya megah sekali.
(4)     Kakaknya sombong sekali.
(5)     Ibu guru itu sangat ramah.
(6)     Perangkat keras itu mahal.
(7)     Clock komputer itu cepat sekali.
(8)     Temanku sangat malas.
(9)     Tulisannya rapi sekali.
(10) Mawar itu wangi sekali.
Kalimat (1) Mereka rajin sekali, merupakan kalimat ajektifal yang ditandai dengan predikat rajin sekali yang berupa kata sifat. Begitu juga dengan kalimat (2) dan seterusnya.

2.6.1.4  Kalimat Numeral
Kalimat numeral merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa numeral (kata bilangan).
Misalnya:
(1)     Penduduk Indonesia berjumlah 185 juta jiwa.
(2)     Mobil orang kaya itu ada delapan.
(3)     Yang hadir enam belas orang.
(4)     Temannya tiga puluh anak per kelas.
(5)     Kerbaunya ada tujuh ekor.
(6)     Adiknya dua orang.
(7)     Uangnya hanya sedikit.
(8)     Pisang itu tiga sisi.
(9)     Bungkusannya sangat banyak.
(10) Mereka berjumlah tujuh orang.
Kalimat (1) Penduduk Indonesia berjumlah 185 juta jiwa, merupakan kalimat numeralia yang predikatnya berupa kata bilangan yaitu berjumlah 185 juta jiwa. Sama halnya dengan kalimat (2) sampai kalimat (10).
2.6.1.5  Kalimat Adverbia
Kalimat adverbia merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa adverbia (kata keterangan).
Misalnya:
(1)     Mereka sedang di kampus.
(2)     Dia sungguh-sungguh belajar.
(3)     Ani sedang sakit.
(4)     Andi bersama kakaknya.
(5)     Rina banyak belajar dari pengalaman itu.
(6)     Dia kemarin bersamanya.
(7)     Mereka mungkin bersamanya.
(8)     Dia tidak mungkin melakukan hal itu.
(9)     Kelas itu sangat kotor.
(10) Saya sangat suka makanan yang pedas.
Kalimat (1) Mereka sedang di kampus, merupakan kalimat adverbia yang predikatnya berupa kata keterangan yaitu sedang, yang menjelaskan tempat si subjek berada yaitu di kampus. Sama halnya dengan kalimat (2) dan kalimat selanjutnya.
2.6.1.6  Kalimat Preposisional
Kalimat preposisional merupakan kalimat non-verba yang predikatnya berupa preposisi (kata depan).
Misalnya:
(1)     Mereka ke pengadilan.
(2)     Kakaknya ke stasiun kota.
(3)     Adiknya di lapangan bola.
(4)     Ayah dari Jakarta.
(5)     Dosenku di dalam ruang perkuliahan.
(6)     Nenek di dapur.
(7)     Paman dari kebun.
(8)     Ani di perpustakaan.
(9)     Andi dari desa.
(10) Kakak ke kampus.
Kalimat (1) Mereka ke pengadilan, merupakan kalimat preposisional yang predikatnya berupa preposisi atau kata depan yaitu ke pengadilan. Sama halnya dengan kalimat (2) dan selanjutnya.  
2.6.2   Jenis Kalimat Berdasarkan Intonasinya
          Finoza (2003:118), menyatakan bahwa ”Berdasarkan intonasinya, kalimat terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
2.6.2.1  Kalimat Berita (deklaratif)
Kalimat berita adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk menyatakan suatu berita kepada mitra komunikasinya.

Misalnya:
(1)     Perayaan HUT RI ke-57 berlangsung meriah.
(2)     Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.
(3)     Andi gemar olahraga sepeda gunung.
(4)     Pesawat terbang presiden dirancang secara khusus.
(5)     Tumpahan minyak menimbulkan pencemaran lingkungan.
(6)     Sita murid terpandai di kelasnya.
(7)     Andini belajar setiap hari.
(8)     Penerbangan dihentikan karena cuaca buruk.
(9)     Badu sering bolos sehingga tidak naik kelas.
(10) Kami belajar dan bekerja demi masa depan yang lebih baik.
Kalimat (1) sampai dengan kalimat (10) merupakan contoh kalimat berita, yaitu kalimat yang berisi informasi tentang suatu objek atau permasalahan agar diketahui oleh pembaca atau pendengar. Misalnya saja kalimat (1) yang berisi informasi tentang bagaimana suasana ketika berlangsungnya perayaan HUT RI ke-57.
2.6.2.2  Kalimat Tanya (interogatif)
Kalimat tanya adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk memperoleh informasi atau reaksi berupa jawaban yang diharapkan dari mitra komunikasinya.
Misalnya:
(1)     Apakah barang ini milik Saudara?
(2)     Apakah Anda sudah berpengalaman di bidang mesin?
(3)     Siapa nama lengkap Anda?
(4)     Di mana tempat tinggalmu?
(5)     Bagaimana kondisi kakak Ani sekarang?
(6)     Apa yang menyebabkan terjadinya kebakaran ini?
(7)     Mengapa pemadam kebakaran terlambat datang?
(8)     Apakah ini kunci mobil saudara?
(9)     Siapa yang pertama kali melihat kejadian ini?
(10) Kapan tepatnya peristiwa itu terjadi?
Kalimat (1) Apakah barang ini milik Saudara? merupakan kalimat Tanya yang berisi pertanyaan yang ditujukan kepada seseorang, dan memerlukan jawaban berupa pernyataan akan sebuah barang. Begitu juga dengan kalimat (2) sampai kalimat (10).
2.6.2.3  Kalimat Perintah (imperatif)
Kalimat perintah adalah kalimat yang dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu.
Misalnya:
(1)     Mari kita bernyanyi bersama-sama!
(2)     Masukkan barang-barang ini ke dalam bagasi mobil!
(3)     Jangan membuat ribut, anak-anak!
(4)     Tolong matikan kran air itu!
(5)     Gantilah bajumu !
(6)     Tolong temani nenekmu di rumah !
(7)     Silahkan masuk!
(8)     Tolong buatkan kopi untuk Ayah!
(9)     Sebaiknya cepat bawa adikmu ke rumah sakit!
(10) Susunlah sehingga membentuk lingkaran penuh!
Kalimat (1) sampai kalimat (10) merupakan kalimat perintah, yaitu kalimat yang intonasinya berisi perintah, baik menyuruh atau melarang seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya kalimat (1) menyatakan intonasi yang mengajak seseorang untuk melakukan kegiatan (bernyanyi) secara bersama-sama.
2.6.2.4  Kalimat Seru (ekslamatif)
Kalimat seru adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk mengungkapkan perasaan emosi yang kuat, termasuk kejadian yang tiba-tiba dan memerlukan reaksi spontan.


Misalnya:
(1)     Aduh, saya terpeleset!
(2)     Aduh, kakiku terinjak!
(3)     Astaga, bukuku tertinggal!
(4)     Wah, cantiknya!
(5)     Waw, pemandangan di desa ini bagus sekali!
(6)     Wah, sepatumu bagus sekali!
(7)     Hore, aku bisa mengerjakan PR matematika!
(8)     Astaga, kaki burung itu terluka!
(9)     Aduhai, malang sekali nasib peminta sedekah itu!
(10) Wah, tinggi sungguh cita-citamu!
Kalimat (1) sampai kalimat (10) merupakan contoh kalimat seru, yaitu kalimat yang intonasinya mengungkapkan perasaan atas apa yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Misalnya kalimat (1), yaitu mengungkapkan perasaan yang dialami oleh seseorang berupa kejadian yang tiba-tiba dan kata seru Aduh, merupakan salah satu reaksi spontan yang terucap oleh seseorang yang mengalami kejadian tersebut.

2.7     Kolom Opini Harian Serambi Indonesia
Media cetak bukan hanya merupakan tempat bagi para pengumpul berita memaparkan berita yang terjadi dan telah diliput. Selain itu, media cetak juga   merupakan sarana bagi para penulis untuk menyampaikan gagasan atau ide yang dimilikinya, salah satunya melalui kolom opini dalam media cetak.
Menurut Romli (dalam Komaidi, 2011:132), ia menyatakan bahwa ”Kolom adalah sebuah rubrik khusus di media cetak yang berisikan karangan atau tulisan pendek, yang berisikan pendapat subjektif penulisnya tentang suatu masalah”. Maksudnya, jelas bahwa kolom merupakan sebuah rubrik yang terdapat dalam media cetak yang berisikan pendapat si penulis tentang suatu masalah. Sedangkan opini merupakan pendapat atau gagasan seseorang mengenai sesuatu hal, namun pendapat itu belum pasti, belum nyata, belum terjadi tanpa ditandai dengan bukti yang nyata.
Menurut Fajri (dalam Komaidi, 2011:125), ia menyatakan bahwa ”Opini merupakan pandangan seseorang tentang suatu masalah, pendapat atau pendirian”. Maksudnya, opini merupakan pendapat seseorang yang menjelaskan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan berdasarkan berbagai sudut pandang, yaitu melalui gagasan-gagasan mengenai keadaan yang sebenarnya, namun dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi dan kebenarannya belum dapat dipastikan.
Maka dapat disimpulkan bahwa kolom opini merupakan rubrik yang terdapat dalam media cetak yang berisi pendapat, gagasan atau ide seseorang tentang suatu masalah yang sedang hangat dibicarakan. Salah satunya adalah Kolom Opini yang terdapat dalam surat kabar Harian Serambi Indonesia.














BAB III
METODE PENELITIAN
3.1     Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif bersifat objektif. Data-data hasil penelitian ini berbentuk berbagai pembagian atau penjabaran atas jenis kalimat dan kata dalam kolom opini tanpa menggunakan teknik statistik atau angka-angka, selanjutnya dianalisis dengan teknik kualitatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2007:6) yang menjelaskan bahwa ”Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks, khususnya yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian analisis isi. Kutha Ratna (2010:49), mengungkapkan bahwa ”Penelitian analisis isi merupakan penelitian yang menekankan pada bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi. Dalam media massa penelitian analisis isi dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata, termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, di mana ditulis dan sebagainya”. Peneliti memilih jenis penelitian ini karena mengkaji tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.

31
 


3.2     Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah berupa kalimat-kalimat yang dibangun atas jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia. Sedangkan sumber data penelitian adalah Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013.

3.3     Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik analisis isi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)             Peneliti membaca Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013.
2)             Peneliti memberikan kode pada kalimat-kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
3)             Peneliti mencatat jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
4)             Peneliti mengelompokkan jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
5)             Peneliti menguraikan data-data berupa kalimat-kalimat yang dibangun atas jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, lalu menganalisis serta menyimpulkannya.






3.4     Teknik Analisis Data
          Sugiono (2010:337), menyatakan bahwa ”Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sugiono, maka data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif yaitu menganalisis jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
          Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2010:337), mengemukakan bahwaAktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data.
          Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah mengolah data menurut jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, menganalisis jenis kalimat dan menyimpulkannya.
1)             Mereduksi Data
Tahap mereduksi data mulai dilakukan melalui proses penyeleksian, identifikasi dan pengklasifikasian. Penyeleksian dan pengidentifikasian merupakan kegiatan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi data-data pada kategori jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia. Tahap pengklasifikasian merupakan proses yang dilakukan untuk mengklasifikasikan data, memilih data dan mengelompokkan data.
2)            Menyajikan Data
Menyajikan Data merupakan kegiatan pengelompokkan data melalui tahap reduksi data pada kategori jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia.
3)            Menarik Simpulan
Menarik simpulan dilakukan setelah mengikuti dua tahap. Simpulan ditarik setelah data disusun dan diperiksa kembali. Selanjutnya didiskusikan dengan pembimbing. Setelah proses ini dilalui, hasil akhir penelitian analisis jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

3.5    Pengecekan Keabsahan Data
          Pemeriksaan terhadap keabsahan data adalah bagian yang penting di dalam penelitian kualitatif, yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.
          Keabsahan data diperiksa dengan teknik triangulasi. Teknik ini menuntut peneliti untuk membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh. Jadi, triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks tertentu sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai pandangan dan melalui triangulasi peneliti dapat membandingkan temuannya dengan berbagai sumber, metode dan teori (Moleong, 2010:337). Sejalan dengan pendapat Moleong di atas, dapat dipahami bahwa triangulasi menuntut seorang peneliti untuk membandingkan data-data hasil penelitiannya dengan berbagai teori yang ada. Sehingga terdapat hubungan yang jelas antara data-data hasil penelitian dengan teori yang ada. Maka, jelas bahwa melalui teknik triangulasilah keabsahan data tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam Kolom Opini Harian Serambi Indonesia dapat dibuktikan keabsahan datanya.



















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil Penelitian
          Adapun hasil penelitian tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013, adalah terdapat beberapa jenis kalimat yang ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat tersebut. Maka penulis dapat menjabarkan data tentang jenis kalimat yang ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Data 1
Ketika kita menyaksikan realitas politik yang diciptakan para politikus di negeri ini, dengan kasat mata kita bisa melihat struktur politik yang dibangun dengan imajinasi populer, sebuah ruang, waktu, dan tanda politik yang dibentuk disesaki, dan dipenuhi laku politik yang bersifat dangkal, remeh-temeh dan bermutu rendah.
(konteks data : paragraf 1)

Data 2
Orang-orang yang lahir dari rahim partai politik begitu canggih memainkan seni verbalisme politik demi kepentingan diri dan kelompok (partai)-nya.
(konteks data : paragraf 2)
                                                         
Data 3
Mereka menggunakan partai politik sebagai mesin pencetak harta kekayaan dan kekuasaan.
(konteks data : paragraf 2)

Data 4
Mereka hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat duniawi dengan mengesampingkan dunia eskatologi.
(konteks data : paragraf 2)

Data 5
Di sinilah sifat materialistis-hedonistis mendapatkan tempatnya.
(konteks data : paragraf 2)


36
 


Data 6
Celakanya, tidak sedikit politikus, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini sangat gemar mengembangkan imajinasi populer tersebut.
(konteks data : paragraf 3)

Data 7
Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, kader-kader partai malah bekerja sama melakukan korupsi dan terlibat ”kongkalikong” dengan para aktor ekonomi (misalnya pengusaha) yang sering kali sangat merugikan kepentingan rakyat banyak.
(konteks data : paragraf 3)

Data 8
Inilah realitas politik yang sering kita saksikan yang dilandasi imajinasi dan fantasi-fantasi yang dibangun secara sadar oleh individu atau kelompok (politikus, partai politik) untuk membedakan mereka dengan orang atau kelompok lainnya.
(konteks data : paragraf 4)

Data 9
Imajinasi populer yang dicirikan oleh sifat-sifatnya yang murahan, rendah, vulgar, umum, rata-rata atau rakyat kebanyakan, kini telah digunakan untuk menghimpun massa dalam berbagai wacana politik sebagai massa populer.
(konteks data : paragraf 4)

Data 10
Yasraf Amir Piliang dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat” menjelaskan bahwa imajinasi populer ini terdapat setidak-tidaknya empat bidang, yaitu cara berpikir populer, komunikasi populer, ritual populer, dan simbol populer.
(konteks data : paragraf 5)

Data 11
Pertama, cara berpikir populer, yaitu cara berpikir yang dipengaruhi oleh berbagai wacana budaya populer, seperti televisi, media massa, dunia hiburan dan dunia seni populer, yang dicirikan oleh sifat-sifat kedangkalan, permukaan dan selera massanya.
(konteks data : paragraf 5)

Data 12
Dalam konteks politik, termasuk ke dalam cara berpikir populer adalah berbagai wacana politik populer yang dikembangkan politikus, yang dikemas dengan cara tertentu yang seakan-akan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan politik.
(konteks data : paragraf 6)




Data 13
Padahal, para politikus itu hanya memproduksi cara berpikir politik yang sangat dangkal.
(konteks data : paragraf 6)

Data 14
Kedua, komunikasi populer, yaitu berbagai bentuk komunikasi politik yang dicirikan oleh sifat-sifat dangkal ketimbang kedalaman, permukaan ketimbang substansi, lebih menghibur ketimbang mencerahkan, lebih menawarkan rasa kesenangan ketimbang ilmu pengetahuan, lebih membangkitkan sensasi ketimbang substansi.
(konteks data : paragraf 7)

Data 15
Hal ini bisa berwujud bahasa, tindakan, dan penampilan populer politikus.
(konteks data : paragraf 8)

Data 16
Berbagai psikologi massa, sebagaimana digunakan di dalam budaya populer, kini digunakan di dalam wacana politik, seperti cara-cara untuk membangkitkan dan mengendalikan emosi (simpati, empati) rakyat.
(konteks data : paragraf 8)

Data 17
Misalnya, di televisi para politikus korup bertindak sebagai orang yang harus dikasihani, agar rakyat memaafkan tindakan korupnya.
(konteks data : paragraf 8)

Data 18
Bahkan, ada politikus yang siap digantung di Monas sekalipun demi meyakinkan rakyat bahwa ia tidak terlibat korupsi serupiah pun.
(konteks data : paragraf 8)

Data 19
Ketiga, ritual populer, yaitu berbagai bentuk ritual politik yang secara massal dilakukan mengikuti paradigma budaya populer, yang dalam pelaksanaannya menggunakan logika komoditas.
(konteks data : paragraf 9)

Data 20
Ritual-ritual itu ditata sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial.
(konteks data : paragraf 9)




Data 21
Kegiatan ritual politik yang digiring ke dalam perangkap artifisialitas, permainan bebas bahasa dan citra sebagai cara dalam menciptakan imajinasi kolektif dan pemanipulasian pikiran massa.
(konteks data : paragraf 9)

Data 22
Misalnya, tempat rapat atau pertemuan mewah yang digunakan orang-orang partai yang membedakan tempat rapat partai lainnya.
(konteks data : paragraf 10)

Data 23
Mereka terkadang tidak peduli apakah kemewahan yang ditampilkan tersebut menyakiti hati rakyat yang masih menderita kemiskinan atau tidak.
(konteks data : paragraf 10)

Data 24
Yang ada dalam benak mereka adalah penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”.
(konteks data : paragraf 10)

Data 25
Keempat, simbol populer, ini artinya bahwa simbol-simbol populer digunakan di dalam berbagai praktik politik.
(konteks data : paragraf 11)

Data 26
Simbol populer yang identik dengan penampilan populer mengarahkan pada penampilan yang mencakup mulai dari pakaian sampai rambut dan aksesoris yang menekankan efek-efek kesenangan, simbol, status, tema, prestise, daya pesona, dan berbagai dorongan selera rendah lainnya tanpa mengutamakan substansi politik.
(konteks data : paragraf 11)

Data 27
Pendeknya, aktor-aktor politik hanya mengutamakan kulit luar politik tanpa memikirkan isi, makna, dan hakikat politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 11)

Data 28
Ada berbagai akibat dari masuknya imajinasi populer ke dalam aktivitas politik ini, yaitu banalitas politik.
(konteks data : paragraf 12)



Data 29
Ini mengindikasikan bahwa apapun yang selama ini dianggap profan, nafsu rendah, remeh-temeh dan banal menurut pandangan politik, kini justru menjadi bagian wacana politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 12)

Data 30
Baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas, dan sejenisnya kini dikaburkan dan digiring pada logika budaya baru, yaitu logika banalitas politik.
(konteks data : paragraf 12)

Data 31
Politik berada di tempat yang rendah, remeh-temeh, murahan dengan mengambil alih nilai-nilai dan budaya luhur politik (kesantunan, kebaikan, kemuliaan, dan kejujuran).
(konteks data : paragraf 12)

Data 32
Di dalam praktik politik yang telah teracuni imajinasi populer, sesuatu dulu yang dianggap tidak penting (seperti penampilan, sifat menghibur, gaya pakaian, gaya penampilan) kini menjadi sangat signifikan, dan mendominasi ruang waktu aktivitas para politikus serta menjadi jantung kehidupan politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 13)

Data 33
Di media massa, misalnya di televisi, kita bisa menjumpai seorang politikus terlihat lebih mementingkan gaya penampilannya ketimbang pencapaian tujuan politik seperti yang diajarkan Plato atau Aristoteles, yaitu mencapai masyarakat politik yang terbaik dan menggapai kebaikan bersama.
(konteks data : paragraf 14)

Data 34
Mereka lebih mementingkan gaya bicara, ketimbang esensi politik.
(konteks data : paragraf 14)

Data 35
Dalam keadaan semacam itu, yang muncul adalah ”pementingan yang banal”.
(konteks data : paragraf 14)

Data 36
Inilah imajinasi populer yang saat ini sedang digandrungi kebanyakan politikus di nusantara ini yang kini telah menghadirkan banalitas politik.
(konteks data : paragraf 15)



Data 37
Dan tentunya, gaya politik semacam ini telah merenggut praktik politik dari ruang keluhurannya.
(konteks data : paragraf 15)

Data 38
Hal yang harus dilakukan para politikus sekarang adalah menjalankan tujuan politik sebaik-baiknya, yaitu sebagai alat untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan memakmurkan individu atau kelompok (partai) tertentu.
(konteks data : paragraf 15)

Catatan:
Kata yang bergaris bawah merupakan kata yang menjadi predikat dalam kalimat.



4.2     Pembahasan
          Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian Serambi Indonesia. Maka, berikut ini penulis akan membahas data-data tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian Serambi Indonesia, pada edisi Kamis 22 Agustus 2013, yaitu sebagai berikut:
Data 1
Ketika kita menyaksikan realitas politik yang diciptakan para politikus di negeri ini, dengan kasat mata kita bisa melihat struktur politik yang dibangun dengan imajinasi populer, sebuah ruang, waktu, dan tanda politik yang dibentuk disesaki, dan dipenuhi laku politik yang bersifat dangkal, remeh-temeh dan bermutu rendah.
(konteks data : paragraf 1)

Data 1 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata menyaksikan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan menggunakan indera penglihatan, kata menyaksikan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kita, terhadap objek berupa realitas politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 2
Orang-orang yang lahir dari rahim partai politik begitu canggih memainkan seni verbalisme politik demi kepentingan diri dan kelompok (partai)-nya.
(konteks data : paragraf 2)

Data 2 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata memainkan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan menggunakan alat gerak manusia, kata memainkan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek orang-orang, terhadap objek berupa seni verbalisme politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 3
Mereka menggunakan partai politik sebagai mesin pencetak harta kekayaan dan kekuasaan.
(konteks data : paragraf 2)

Data 3 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif berupa kata menggunakan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan melalui perantaraan suatu objek atau mempergunakan objek sebagai alasan subjek melakukan sesuatu hal. Kata menggunakan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek mereka, terhadap objek berupa partai politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif yang bersifat monotransitif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 4
Mereka hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat duniawi dengan mengesampingkan dunia eskatologi.
(konteks data : paragraf 2)

Data 4 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata mengedepankan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan lebih mementingkan sesuatu hal dari pada suatu hal yang lain, kata mengedepankan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek mereka, terhadap objek berupa hal-hal yang bersifat duniawi. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 5
Di sinilah sifat materialistis-hedonistis mendapatkan tempatnya.
(konteks data : paragraf 2)

Data 5 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek, berupa kata mendapatkan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang telah dilakukan atau telah memperoleh sesuatu pada tingkat tertentu. Kata mendapatkan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek sifat materialistis-hedonistis, terhadap keterangan berupa tempatnya. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja intransitif yang dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.

Data 6
Celakanya, tidak sedikit politikus, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini sangat gemar mengembangkan imajinasi populer tersebut.
(konteks data : paragraf 3)

Data 6 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata mengembangkan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek untuk dapat meningkatkan atau memperbesar suatu hal, kata mengembangkan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek politikus, terhadap objek berupa imajinasi populer. sehingga, data di atas dengan jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 7
Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, kader-kader partai malah bekerja sama melakukan korupsi dan terlibat ”kongkalikong” dengan para aktor ekonomi (misalnya pengusaha) yang sering kali sangat merugikan kepentingan rakyat banyak.
(konteks data : paragraf 3)

Data 7 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata melakukan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh subjek terhadap sebuah objek berupa jenis suatu akibat dari pekerjaannya si subjek, kata melakukan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kader-kader partai, terhadap objek berupa korupsi. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.

Data 8
Inilah realitas politik yang sering kita saksikan yang dilandasi imajinasi dan fantasi-fantasi yang dibangun secara sadar oleh individu atau kelompok (politikus, partai politik) untuk membedakan mereka dengan orang atau kelompok lainnya.
(konteks data : paragraf 4)

Data 8 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek, berupa kata saksikan yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan dengan cara melihat atau menonton sesuatu. Kata saksikan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kita, terhadap keterangan berupa penjelasan tentang imajinasi dan fantasi-fantasi. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja intransitif.
Data 9
Imajinasi populer yang dicirikan oleh sifat-sifatnya yang murahan, rendah, vulgar, umum, rata-rata atau rakyat kebanyakan, kini telah digunakan untuk menghimpun massa dalam berbagai wacana politik sebagai massa populer.
(konteks data : paragraf 4)

Data 9 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dicirikan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek dengan memberikan kriteria tertentu yang memiliki kesamaannya, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek imajinasi populer, terhadap objek berupa sifat-sifat yang murahan. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks –an.


Data 10
Yasraf Amir Piliang dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat” menjelaskan bahwa imajinasi populer ini terdapat setidak-tidaknya empat bidang, yaitu cara berpikir populer, komunikasi populer, ritual populer, dan simbol populer.
(konteks data : paragraf 5)

Data 10 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata menjelaskan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang suatu hal. Kata menjelaskan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek Yasraf Amir Piliang dalam bukunya ”Dunia yang Dilipat”, terhadap objek berupa imajinasi populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.
Data 11
Pertama, cara berpikir populer, yaitu cara berpikir yang dipengaruhi oleh berbagai wacana budaya populer, seperti televisi, media massa, dunia hiburan dan dunia seni populer, yang dicirikan oleh sifat-sifat kedangkalan, permukaan dan selera massanya.
(konteks data : paragraf 5)

Data 11 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dipengaruhi yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek wacana budaya populer, terhadap objek berupa cara berpikir. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -i.

Data 12
Dalam konteks politik, termasuk ke dalam cara berpikir populer adalah berbagai wacana politik populer yang dikembangkan politikus, yang dikemas dengan cara tertentu yang seakan-akan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan politik.
(konteks data : paragraf 6)

Data 12 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa kata adalah, yaitu kata kerja bantu yang menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek konteks politik, yang memberikan penjelasan tentang berbagai wacana politik populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap perbuatan subjek.
Data 13
Padahal, para politikus itu hanya memproduksi cara berpikir politik yang sangat dangkal.
(konteks data : paragraf 6)

Data 13 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata memproduksi yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak. Kata memproduksi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek para politikus, terhadap objek berupa cara berpikir politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -i.
Data 14
Kedua, komunikasi populer, yaitu berbagai bentuk komunikasi politik yang dicirikan oleh sifat-sifat dangkal ketimbang kedalaman, permukaan ketimbang substansi, lebih menghibur ketimbang mencerahkan, lebih menawarkan rasa kesenangan ketimbang ilmu pengetahuan, lebih membangkitkan sensasi ketimbang substansi.
(konteks data : paragraf 7)

   Data 14 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dicirikan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek dengan memberikan kriteria tertentu yang memiliki kesamaannya, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek komunikasi politik, terhadap objek berupa sifat-sifat dangkal. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks –an.
Data 15
Hal ini bisa berwujud bahasa, tindakan, dan penampilan populer politikus.
(konteks data : paragraf 8)

Data 15 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata berwujud yang memiliki arti berbentuk sesuatu hal. Kata berwujud adalah suatu sifat dari suatu hal, yang berbentuk bahasa. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna bentuk dari suatu hal.
Data 16
Berbagai psikologi massa, sebagaimana digunakan di dalam budaya populer, kini digunakan di dalam wacana politik, seperti cara-cara untuk membangkitkan dan mengendalikan emosi (simpati, empati) rakyat.
(konteks data : paragraf 8)

Data 16 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digunakan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek wacana politik, terhadap objek berupa budaya populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 17
Misalnya, di televisi para politikus korup bertindak sebagai orang yang harus dikasihani, agar rakyat memaafkan tindakan korupnya.
(konteks data : paragraf 8)

Data 17 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat dinamis. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba (kata kerja) berupa kata bertindak yang memiliki arti suatu tindakan yang dilakukan subjek dengan maksud untuk melakukan pekerjaan seperti sesuatu hal atau seperti seseorang. Kata bertindak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh si subjek para politikus korup. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat dinamis, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja yang menyatakan suatu tindakan yang dilakukan oleh subjek.
Data 18
Bahkan, ada politikus yang siap digantung di Monas sekalipun demi meyakinkan rakyat bahwa ia tidak terlibat korupsi serupiah pun.
(konteks data : paragraf 8)

Data 18 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digantung yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek politikus, terhadap keterangan tempat berupa Monas. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di-.


Data 19
Ketiga, ritual populer, yaitu berbagai bentuk ritual politik yang secara massal dilakukan mengikuti paradigma budaya populer, yang dalam pelaksanaannya menggunakan logika komoditas.
(konteks data : paragraf 9)

Data 19 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dilakukan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek ritual populer, terhadap keterangan berupa paradigma budaya populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 20
Ritual-ritual itu ditata sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial.
(konteks data : paragraf 9)

Data 20 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata ditata yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek ritual populer, terhadap keterangan berupa sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di-.
Data 21
Kegiatan ritual politik yang digiring ke dalam perangkap artifisialitas, permainan bebas bahasa dan citra sebagai cara dalam menciptakan imajinasi kolektif dan pemanipulasian pikiran massa.
(konteks data : paragraf 9)

Data 21 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek, berupa kata digiring yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan dengan menarik atau mengikutsertakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata digiring adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kegiatan ritual politik, terhadap keterangan tempat berupa ke dalam perangkap artifisialitas. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja intransitif.
Data 22
Misalnya, tempat rapat atau pertemuan mewah yang digunakan orang-orang partai yang membedakan tempat rapat partai lainnya.
(konteks data : paragraf 10)

Data 22 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digunakan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek orang-orang partai, terhadap keterangan tempat berupa tempat rapat atau pertemuan mewah. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 23
Mereka terkadang tidak peduli apakah kemewahan yang ditampilkan tersebut menyakiti hati rakyat yang masih menderita kemiskinan atau tidak.
(konteks data : paragraf 10)

Data 23 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat intransitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba intransitif, yaitu verba yang tidak memiliki objek, berupa kata tidak peduli yaitu memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan tanpa memperhatikan sesuatu hal. Kata tidak peduli adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek mereka, terhadap keterangan tempat berupa kemewahan yang ditampilkan. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat intransitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja intransitif.
Data 24
Yang ada dalam benak mereka adalah penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”.
(konteks data : paragraf 10)

Data 24 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa kata adalah, yaitu kata kerja bantu yang menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek mereka, yang memberikan penjelasan tentang penunjukan keterpesonaan yang serba ”wah”. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap perbuatan subjek.
Data 25
Keempat, simbol populer, ini artinya bahwa simbol-simbol populer digunakan di dalam berbagai praktik politik.
(konteks data : paragraf 11)

Data 25 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digunakan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek simbol populer, terhadap keterangan berupa di dalam berbagai praktik politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 26
Simbol populer yang identik dengan penampilan populer mengarahkan pada penampilan yang mencakup mulai dari pakaian sampai rambut dan aksesoris yang menekankan efek-efek kesenangan, simbol, status, tema, prestise, daya pesona, dan berbagai dorongan selera rendah lainnya tanpa mengutamakan substansi politik.
(konteks data : paragraf 11)

Data 26 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata identik yang memiliki arti bentuk yang sesuai dengan suatu benda yang lain atau kesamaan suatu hal dengan yang lain. Kata identik adalah suatu sifat dari simbol politik, yang memiliki kesamaan dengan penampilan populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna kesamaan dari suatu bentuk dengan yang lain.
Data 27
Pendeknya, aktor-aktor politik hanya mengutamakan kulit luar politik tanpa memikirkan isi, makna, dan hakikat politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 11)

Data 27 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat aktif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja aktif berupa kata mengutamakan yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan subjek terhadap sebuah objek dengan maksud untuk memberikan perhatian yang berbeda terhadap suatu objek. Kata mengutamakan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek aktor-aktor politik, terhadap objek berupa kulit luar politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat aktif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja aktif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks -an.



Data 28
Ada berbagai akibat dari masuknya imajinasi populer ke dalam aktivitas politik ini, yaitu banalitas politik.
(konteks data : paragraf 12)

Data 28 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis transitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif berupa kata masuknya yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk menjadi penyebab dari adanya suatu objek. Kata masuknya adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek berbagai akibat, terhadap objek berupa imajinasi populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif.
Data 29
Ini mengindikasikan bahwa apapun yang selama ini dianggap profan, nafsu rendah, remeh-temeh dan banal menurut pandangan politik, kini justru menjadi bagian wacana politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 12)

Data 29 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata menjadi bagian yang memiliki arti sesuatu yang terdapat atau terbagi dalam suatu kesatuan. Kata menjadi bagian adalah suatu sifat dari wacana politik, yang memiliki kesatuan dengan pandangan politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna kesatuan dari suatu bentuk dengan yang lain.
Data 30
Baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas, dan sejenisnya kini dikaburkan dan digiring pada logika budaya baru, yaitu logika banalitas politik.
(konteks data : paragraf 12)

Data 30 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata dikaburkan yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek logika banalitas politik, terhadap keterangan berupa baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -an.
Data 31
Politik berada di tempat yang rendah, remeh-temeh, murahan dengan mengambil alih nilai-nilai dan budaya luhur politik (kesantunan, kebaikan, kemuliaan, dan kejujuran).
(konteks data : paragraf 12)

Data 31 di atas merupakan kalimat adverbia. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu adverbia (kata keterangan), berupa kata berada yang memiliki arti suatu posisi atau kedudukan dimana subjek terletak. Kata berada adalah suatu kedudukan subjek politik, yang menerangkan tentang keterangan berupa kata di tempat yang rendah. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat adverbia, yaitu dengan adanya predikat berupa kata keterangan yang menerangkan posisi atau tempat subjek terletak.
Data 32
Di dalam praktik politik yang telah teracuni imajinasi populer, sesuatu dulu yang dianggap tidak penting (seperti penampilan, sifat menghibur, gaya pakaian, gaya penampilan) kini menjadi sangat signifikan, dan mendominasi ruang waktu aktivitas para politikus serta menjadi jantung kehidupan politik itu sendiri.
(konteks data : paragraf 13)

Data 32 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata teracuni yang memiliki arti suatu hal yang telah berdampak terhadap sesuatu. Kata teracuni adalah suatu keadaan dari praktik politik, yang telah berefek kepada imajinasi populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna telah memiliki efek atau dampak dari suatu hal.
Data 33
Di media massa, misalnya di televisi, kita bisa menjumpai seorang politikus terlihat lebih mementingkan gaya penampilannya ketimbang pencapaian tujuan politik seperti yang diajarkan Plato atau Aristoteles, yaitu mencapai masyarakat politik yang terbaik dan menggapai kebaikan bersama.
(konteks data : paragraf 14)

Data 33 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif berupa kata menjumpai yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk berhadapan langsung dengan suatu objek. Kata menjumpai adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek kita, terhadap objek berupa seorang politikus. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif yang bersifat monotransitif dan ditandai dengan prefiks me- dan sufiks –i.
Data 34
Mereka lebih mementingkan gaya bicara, ketimbang esensi politik.
(konteks data : paragraf 14)

Data 34 di atas merupakan kalimat ajektifal. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu ajektifa (kata sifat), berupa kata lebih mementingkan, yang memiliki arti suatu perbuatan yang dilakukan subjek dengan memberikan perhatian yang berbeda antara dua hal. Kata lebih mementingkan adalah suatu perbuatan dari subjek mereka, yang bersifat mendahulukan gaya bicara ketimbang esensi politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ajektifal, yaitu dengan adanya predikat berupa kata sifat yang bermakna perbuatan yang lebih mendahulukan sesuatu hal dari pada hal yang lainnya.
Data 35
Dalam keadaan semacam itu, yang muncul adalah ”pementingan yang banal”.
(konteks data : paragraf 14)

Data 35 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa kata adalah, yaitu kata kerja bantu yang menerangkan situasi atau keadaan suatu hal. Kata adalah menjelaskan keadaan suatu hal, berupa penjelasan tentang pementingan yang banal. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap keadaan suatu hal.
Data 36
Inilah imajinasi populer yang saat ini sedang digandrungi kebanyakan politikus di nusantara ini yang kini telah menghadirkan banalitas politik.
(konteks data : paragraf 15)

Data 36 di atas menunjukkan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat pasif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja pasif berupa kata digandrungi yang memiliki arti perbuatan yang dikenakan terhadap si subjek berupa hal yang disukai atas sesuatu, yaitu suatu perbuatan yang dikenakan atas si subjek politikus, terhadap objek berupa imajinasi populer. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat pasif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja pasif dan ditandai dengan prefiks di- dan sufiks -i.
Data 37
Dan tentunya, gaya politik semacam ini telah merenggut praktik politik dari ruang keluhurannya.
(konteks data : paragraf 15)

Data 37 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat transitif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu verba transitif, yang bersifat monotransitif berupa kata merenggut yang memiliki arti suatu pekerjaan yang dilakukan oleh subjek untuk mendapatkan sesuatu. Kata merenggut adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh si subjek gaya politik, terhadap objek berupa praktik politik. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat transitif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja transitif.
Data 38
Hal yang harus dilakukan para politikus sekarang adalah menjalankan tujuan politik sebaik-baiknya, yaitu sebagai alat untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan memakmurkan individu atau kelompok (partai) tertentu.
(konteks data : paragraf 15)

Data 38 di atas merupakan kalimat verbal, yaitu jenis kalimat ekuatif. Hal ini terlihat jelas dengan adanya predikat yaitu kata kerja bantu, berupa kata adalah, yaitu kata kerja bantu yang menerangkan perbuatan yang disandang oleh si subjek. Kata adalah menjelaskan perbuatan subjek para politikus, yang memberikan penjelasan tentang menjalankan tujuan politik sebaik-baiknya. Maka, data di atas jelas menunjukkan kalimat ekuatif, yaitu dengan adanya predikat berupa kata kerja bantu yang bermakna memberikan penjelasan terhadap perbuatan subjek.










BAB V
PENUTUP
5.1     Simpulan
          Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan tentang jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kolom opini Harian Serambi Indonesia, yaitu edisi Kamis 22 Agustus 2013 yang telah dipaparkan dalam bab IV, maka penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3 jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, yaitu (1) kalimat verbal yang terdapat dalam 32 kutipan data, (2) kalimat ajektival yang terdapat dalam 5 kutipan data, dan (3) kalimat adverbia yang terdapat dalam 1 kutipan data.  

5.2     Saran
          Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yaitu sebagai berikut :
1)             Jenis kalimat ditinjau dari jenis kata yang menjadi predikat dalam kalimat, haruslah dapat dipahami dengan baik. Sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan struktur pembentukan kalimat dengan mudah.
2)            
59
Melalui penelitian ini diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar lebih mendalami tentang jenis kalimat tersebut, dengan demikian akan mewujudkan pribadi Indonesia yang mengenal dan memahami tata bahasa Indonesia khususnya tentang kalimat beserta dengan struktur pembentuknya.
3)             Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan juga kepada prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar memperhatikan lagi materi perkuliahan tentang tata bahasa Indonesia melalui berbagai cara, misalnya dengan menyajikan bahan bacaan yang bermutu dan tenaga pendidik yang berkualitas serta ahli dibidangnya.



































DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

----------------- 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Finoza, Lamuddin. 2003. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Hoerudin, Cecep Wahyu. 2010. Pengembangan Kompetensi Bahasa Indonesia. Bandung: Insan Mandiri.

Komaidi, Didik. 2011. Panduan Lengkap Menulis Kreatif (Teori dan Praktik). Yokyakarta: Sabda Media.

Kutha Ratna, Nyoman. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Moleong, Laxy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Panitia Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.

Sadikin, Muhammad. 2011. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Laskar Aksara.

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumadiria, Haris. 2008. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Remaja Rosdakarya.


61
http://www.serambinews.com. diakses tanggal 23/08/2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar