Minggu, 05 April 2015

ANALISIS STRUKTUR ALUR YANG DIBANGUN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE LIYE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil kreatif dari imajinasi yang direpresentasikan dari kehidupan nyata. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra merupakan karya seni yang imajinatif sehingga ia harus diciptakan dengan suatu daya  kreativitas.
Namun, kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra, tetapi lebih dari itu. Seorang pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya dan seorang pengarang harus dapat memilih unsur-unsur terbaik dari pengalaman hidup manusia yang dihayatinya, yang akhirnya dituang dalam bentuk tulisan.
1
 
Novel merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Dalam novel, pengarang memaparkan realitas kehidupan manusia yang dibungkus dengan rapi dengan menggunakan bahasa yang  dapat membuat pembaca ikut merasakan dan mengalami sendiri, seperti yang dilukiskan oleh pengarang. Selain itu, novel dapat juga menjadi sarana perubahan tingkah laku manusia, mampu menyampaikan nilai-nilai luhur, dan menjadi sarana penyampaian adat dan budaya melalui tangan-tangan kreatif seorang pengarang. Pengarang memberikan gambaran kehidupan yang luar biasa dalam novel. Kehidupan yang dijadikan sebagai cerminan bagi pembaca dalam mengambil pelajaran akan sikap hidup yang dikandungnya.
Dalam novel muncul kejadian-kejadian yang membuat tokoh dalam cerita bisa bersikap bijaksana atau mengambil sikap yang sesuai dalam menghadapi pertikaian yang akan mengubah nasib mereka. Novel sebagai bagian dari karya sastra dan sebagai produk budaya menampilkan khasanah budaya yang ada dalam masyarakat. Pengarang tidak hanya menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat melainkan juga kearifan-kearifan yang dihadirkan dari perenungan yang mendalam. 
Berbagai kejadian yang digambarkan oleh pengarang dalam novel mampu membuat pembaca lebih dewasa dalam menghadapi segudang kemelut dalam kehidupan. Kejadian-kejadian yang digambarkan tersebut disusun dengan sangat unik dan dapat memberikan nilai tersendiri dalam novel. Pengarang menguraikan struktur alur yang dapat membuat pembaca lebih terkesan dengan apa yang ingin dilukiskan oleh seorang pengarang.
Namun sebaliknya, jika sebuah novel tidak menggunakan struktur alur yang baik, maka cerita yang dikisahkan dalam novel tidak akan terkesan indah dan tidak akan mampu menarik minat pembaca akan kisah yang diceritakan dalam novel tersebut. Pembaca hanya sekedar membaca, tetapi tidak ikut merasakan dan termotivasi dengan cerita yang diceritaka dan juga dikisahkan dalam novel tersebut.
Novel Moga Bunda Disayang Allah merupakan salah satu novel karya Tere-Liye yang dibungkus dengan alur yang sangat menarik. Sebuah novel yang melukiskan perjalanan hidup seorang anak kecil yang bernama Melati, penuh dengan tantangan dan cobaan. Namun, kehidupan yang dialaminya tidak membuatnya pantang menyerah untuk bangkit dan terus semangat menjalani hidupnya dengan kondisi buta, bisu dan tuli.  Lalu, sosok tokoh Karang yang berjuang bersama Melati untuk mampu merasakan kembali indahnya hidup dan kehidupan.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Struktur Alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye”.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye?

1.3         Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.



1.4         Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis dan praktis.
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman baru dalam mengungkapkan perkembangan dunia sastra Indonesia, yaitu mengenai struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
Selanjutnya, secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
1)        Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang kesusastraan Indonesia, khususnya novel yang menggambarkan realita kehidupan masyarakat yang penuh dengan berbagai persoalan dan dapat menambah pengetahan dalam menganalisis karya sastra dari segi struktur alur dalam sebuah novel, yaitu struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye dan untuk lebih memotivasi potensi yang ada dalam diri peneliti.
2)        Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat memberi informasi empiris dan pendalaman ilmu serta pengetahuan mengenai bidang kesusastraan, sehingga akan menjadi dasar dan landasan awal untuk lebih mencintai karya sastra Indonesia berbentuk novel serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.


1.5         Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis menguraikan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1)        Analisis adalah suatu kegiatan pengkajian atau pengamatan yang dilakukan untuk meneliti tentang struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
2)        Struktur alur adalah bagian-bagian atas jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan.
3)        Novel adalah suatu bentuk karya sastra yang menceritakan kehidupan pelaku   sampai pada tahap penyelesaian masalah dan di dalamnya terdapat berbagai muatan nilai, dan peristiwa-peristiwa tentang kehidupan manusia.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1     Pengertian Novel
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia, yaitu berupa prosa yang mengungkapkan sebagian kehidupan pelaku yang dianggap penting dan menarik. Bentuk sastra ini paling banyak beredar. Hal ini dikarenakan daya komunikasinya yang luas dalam masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel biasanya menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, di mana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 15), ia menyatakan bahwa ”Novel adalah karya yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam”. Maksudnya, novel merupakan hasil karya imajinasi pengarang yang bersifat realistis yaitu sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia dan mengandung nilai-nilai luhur bagi para pembacanya. 
Menurut Depdikbud (yang terdapat dalam blog Agustian), menjelaskan bahwa ”Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa serta mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku”. Maksudnya, jelas bahwa novel merupakan karangan panjang yang ditulis dengan sederet kisah hidup seseorang dan orang disekitarnya dengan menampilkan karakter setiap tokoh yang digambarkan dalam novel tersebut.
6
 
 


Sedangkan menurut Kosasih (2003: 250), ia mengemukakan bahwa ”Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh”. Maksudnya jelas bahwa novel merupakan karya imajinasi seorang pengarang yang menceritakan tentang berbagai masalah yang terjadi dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang. 
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang adalah realitas atau fenomena yang dilihat dan dirasakan.

2.2     Unsur-unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel
          2.2.1 Unsur-unsur Intrinsik Novel
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah novel dari dalam. Maksudnya, unsur ini berada dalam novel tersebut. Unsur-unsur intrinsik sebuah novel, yaitu:
1)        Tema
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:255), menjelaskan bahwa ”Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalannya cerita dalam sebuah novel”. Maksudnya, jelas bahwa tema adalah unsur utama yang membangun sebuah novel, yaitu berupa pokok permasalahan yang mendukung jalannya cerita.

2)        Latar atau Setting
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:256), menjelaskan bahwa ”Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita, setting ini meliputi waktu, tempat, dan keadaan”. Maksudnya, latar adalah hal penting yang membangun cerita dalam novel, yaitu berupa tempat suatu kejadian terjadi yang diungkapkan dengan deskripsi dan waktu sebuah kejadian terjadi serta keadaan yang berupa gambaran suatu kondisi yang dihadapi oleh oleh tokoh-tokoh dalam cerita.
3)        Penokohan
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:256), menyatakan bahwa ”Penokohan merupakan penggambaran karakter pelaku atau tokoh dalam cerita. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, dan lingkungan tempat tinggalnya”. Maksudnya, penokohan adalah penggambaran karakter setiap tokoh dalam novel yang terlihat melalui watak dan sifat setiap tokoh tersebut.
4)        Alur atau Plot
Menurut Tukan (dalam Kosasih, 2003:257), menyatakan bahwa ”Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibagi menjadi 3 jenis : maju, mundur, dan campuran”. Maksudnya, jelas bahwa alur adalah gabungan peristiwa-peristiwa dalam novel yang membentuk menjadi sebuah kisah yang menyatu.


5)        Sudut Pandang
Menurut Harry Show (dalam Kosasih, 2003:257), menyatakan bahwa ”Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita novel. Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu : sudut pandang orang pertama (pengarang menggambarkan dirinya sebagai aku), orang kedua (pengarang menggambarkan dirinya sebagai kamu, kalian), orang ketiga (pengarang menggambarkan dirinya sebagai mereka, dia, atau tidak menggambarkan dirinya/ menyebutkan nama tokoh)”. Maksudnya jelas bahwa sudut pandang merupakan posisi keberadaan si pengarang dalam sebuah novel.
6)        Gaya Bahasa
Menurut Rustamaji (dalam Kosasih, 2003:257), menyatakan bahwa ”Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika”. Maksudnya jelas bahwa dengan menggunakan bahasa yang bernilai keindahan, maka akan dapat membuat pengarang dengan mudah dapat mendeskripsikan peristiwa dan hal apa saja yang dialami oleh tokoh dengan sangat baik dan menarik.
7)        Amanat
Menurut Kosasih (2003:258), menyatakan bahwa ”Amanat marupakan unsur terakhir yang terdapat dalam unsur intrinsik novel, berupa pesan yang ingin disampaikan penulis melalui cerita novel tersebut”. Maksudnya, amanat adalah pesan moral yang disampaikan oleh penulis melalui alur dalam novel.

          2.2.2 Unsur-unsur Ekstrinsik Novel
Selain dibangun oleh unsur-unsur intrinsik, karya sastra berbentuk novel juga dibangun dengan adanya unsur-unsur ekstrinsik, yaitu unsur-unsur yang berada di luar novel, yang secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut, yaitu:
1)        Biografi Pengarang, biasanya sejarah pengarang berpengaruh pada cerita yang dibuatnya.
2)        Situasi dan kondisi, secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada hasil karya seseorang.
3)        Nilai-nilai dalam cerita, dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara lain :
(1)     Nilai Moral, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
(2)     Nilai Budaya, yaitu konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (misalnya adat istiadat, kesenian,
kepercayaan, upacara adat).
(3)     Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma-norma dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong, dan tenggang rasa).
(4)     Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan seni dan keindahan dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra berbentuk novel adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun novel yang berasal dari dalam novel itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun novel yang berasal dari luar novel. Unsur intrinsik yaitu tema, latar, penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu biografi pengarang, situasi dan kondisi, dan nilai-nilai dalam cerita.

2.3     Jenis-jenis Novel
Novel merupakan karya sastra yang dihasilkan dari buah imajinasi seorang penulis memiliki beragam jenis tersendiri. Dalam Anneahira, menjelaskan bahwa ”Karya sastra berbentuk novel memiliki pembagian tersendiri, yaitu berdasarkan :
1)        Berdasarkan Kebenaran Cerita
Berdasarkan kebenarannya ceritanya, novel terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
(1)   Novel Fiksi, adalah novel yang berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak pernah terjadi. Cerita, tokoh, alur, latar belakangnya, hanyalah karangan penulis. Walaupun ada kisah nyata, namun dimodifikasi sehingga terkesan tidak nyata. Misalnya novel Perahu Kertas karya Dee.
(2)   Novel Nonfiksi, novel ini adalah kebalikan dari novel fiksi, yaitu novel yang bercerita tentang hal nyata yang sudah pernah terjadi. Biasanya pengalaman seseorang, kisah nyata, atau berdasarkan sejarah. Misalnya novel Moga Bunda Disayang Allah, karya Tere Liye.
2)        Berdasarkan Genre Cerita
Berdasarkan genre cerita, novel terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
(1)   Novel Romantis, merupakan novel yang ceritanya berkisar seputar percintaan dan kasih sayang. Dari awal hingga akhir, pembaca akan disuguhi sebuah konflik percintaan yang dibumbui oleh romantisme.  Misalnya novel Sekuntum Kenangan Buat Sepotong Senja, karya Seno Gumira Aji Darma.
(2)   Novel Horor, merupakan novel yang memiliki cerita menegangkan, seram, dan membuat pembaca berdebar-debar. Umumnya novel jenis ini bercerita tentang hal-hal yang mistis atau seputar dunia gaib, misalnya novel Pengantin Lembah Kematian, karya Koji Suzuki.
(3)   Novel Misteri, merupakan novel yang memiliki unsur teka-teki yang harus dipecahkan. Genre novel seperti ini dapat menimbulkan rasa penasaran pembaca hingga akhir cerita. Misalnya novel Angels and Demons, karya Dan Brown.
(4)   Novel Komedi, merupakan novel yang mengandung unsur kelucuan atau humor yang pastinya akan membuat orang tertawa dan terhibur.  Misalnya novel Manusia Setengah Salmon, karya Raditya Dika.
(5)   Novel Inspiratif, merupakan novel yang ceritanya mampu menginspirasi orang banyak. Umumnya, novel ini sarat akan pesan moral atau hikmah tertentu yang bisa diambil oleh pembaca sehingga membaca mendapatkan motivasi untuk melakukan hal-hal yang lebih baik. Misalnya novel Negeri 5 Menara, karya Ahmad Fuadi. H
3)        Berdasarkan Isi, Tokoh dan Pangsa Pasar
Berdasarkan isi, tokoh dan pangsa pasar, novel terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
(1)   Teenlit, berasal dari kata ’teen’ yang berarti remaja dan ’lit’ dari kata literature yang berarti tulisan/karya tulis. Novel ini merupakan jenis novel yang bercerita seputar persoalan para remaja, umumnya tentang cinta atau persahabatan. Tokoh dan pangsa pasar novel jenis ini adalah anak usia remaja, usia yang dianggap labil dan memiliki banyak permasalahan. Misalnya novel Dark Love, karya Ken Terate.
(2)   Chicklit, adalah bahasa slang dari Amerika yang berarti wanita muda. Novel ini merupakan novel yang bercerita tentang kehidupan atau permasalahan yang dihadapi oleh seorang wanita muda pada umumnya. Cerita dari novel ini lebih kompleks, rumit dan mengandung unsur dewasa yang tidak terlalu mudah ditangkap oleh pembaca usia remaja. Misalnya novel Janji Es Krim, karya Nimas Aksan.
(3)   Songlit, merupakan novel yang ditulis berdasarkan sebuah lagu, misalnya novel Ruang Rindu, di mana judul novel ini adalah judul sebuah lagu ciptaan letto group band Indonesia. Misalnya novel Ruang Rindu, karya Andi Ariawan.
(4)   Novel Dewasa, merupakan novel yang diperuntukkan untuk orang dewasa, karena umumnya ceritanya seputar percintaan yang mengandung unsur seksualitas orang dewasa. Misalnya novel Sentuhan Indah itu Bernama Cinta, karya Mira Widjaya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa novel terbagi menjadi tiga jenis, yaitu berdasarkan kebenaran cerita, yaitu novel fiksi dan nonfiksi, berdasarkan genre cerita, yaitu novel romantis, horor, misteri, komedi, dan novel inspiratif,  dan berdasarkan isi, tokoh dan pangsa pasar, yaitu novel teenlit, chicklit, songlit, dan novel dewasa.

2.4     Pengertian Alur
Alur atau jalan cerita yang sering disebut orang secara tradisional, merupakan plot, sedangkan dalam teori-teori yang berkembang selanjutnya, dikenal dengan istilah struktur naratif, susunan dan juga sujet. Alur merupakan pola pengembangan cerita berupa rangkaian peristiwa yang terjadi, yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang lain.
Menurut Staton (dalam Nurgiyantoro, 2012:113), menyatakan bahwa ”Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lainnya”. Maksudnya jelas bahwa, plot atau alur merupakan bagian dari sepenggal cerita yang berisi urutan kejadian atau peristiwa, yaitu peristiwa yang dihubungkan secara sebab akibat atau peristiwa yang satu merupakan penyebab timbulnya peristiwa yang lainnya.
Sedangkan menurut Forster (dalam Nurgiyantoro, 2012:113), menyatakan bahwa ”Plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekatan pada adanya hubungan kausalitas”. Maksudnya, plot merupakan berbagai peristiwa yang timbul dalam cerita yang memiliki hubungan sebab akibat, peristiwa yang satu ikut menjadi andil penting sehingga munculnya peristiwa selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alur atau plot merupakan rentetan peristiwa yang terjadi dalam cerita yang memiliki hubungan sebab akibat, yaitu peristiwa yang satu ikut menyebabkan munculnya berbagai peristiwa selanjutnya.

2.5     Jenis-jenis Alur
Alur dalam sebuah cerita terbagi menjadi beberapa kriteria tersendiri. Pembagian jenis alur tersebut disebabkan oleh jenis suatu cerita yang dideskripsikan oleh penulis. Pembelajaran tentang jenis-jenis alur yang terdapat dalam sebuah novel tentunya juga telah dipelajari oleh siswa SMP.
Menurut Nurgiyantoro (2012:153), menyatakan bahwa ”Alur dikatagorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut pandang tinjauan atau kriteria yang berbeda, yaitu:
1)        Alur berdasarkan kriteria urutan waktu
(1)     Alur lurus atau maju (progresif), yaitu peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa selanjutnya. Maksudnya, setiap peristiwa yang terdapat dalam cerita saling berurutan, kejadian pertama menyebabkan munculkan kejadian kedua dan seterusnya.
(2)     Alur sorot-balik, mundur atau flash-back (regresif), yaitu cerita dalam plot ini tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian diceritakan tahap awal cerita. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur jenis ini, tidak mengurutkan kejadian pertama dan kejadian selanjutnya, namun kejadian pertama menjadi penutup dari kejadian yang terakhir.
(3)     Alur campuran (progresif-regresif), yaitu cerita dalam plot ini bersifat campuran, karena kadang sedang menceritakan peristiwa secara progresif lalu kemudian dalam bentuk regresif dan selanjutnya. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur jenis ini tidaklah membuat cerita berjalan sesuai dengan urutan kejadiannya, namun sering kali bercampur.
2)        Alur berdasarkan kriteria jumlah
(1)     Alur tunggal, yaitu cerita yang disajikan dalam plot ini hanya mengembangkan sebuah cerita yang umumnya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut. Maksudnya, cerita yang memakai alur tunggal merupakan sebuah cerita yang hanya mengisahkan atau menceritakan tentang seorang tokoh saja.
(2)     Alur sub-subplot, yaitu cerita yang disajikan dalam plot ini memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan dan terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidupnya. Maksudnya, cerita yang memakai alur ini merupakan sebuah cerita yang tidak hanya mengisahkan atau menceritakan tentang seorang tokoh saja namun ada beberapa tokoh yang diceritakan kisahnya.
3)        Alur berdasarkan kriteria kepadatan
(1)     Alur padat, yaitu peristiwa dalam plot ini disajikan secara cepat, peristiwa yang terjadi susul menyusul dengan cepat. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur padat secara cepat terus menampilkan berbagai peristiwa yang dialami oleh tokoh.
(2)     Alur longgar, yaitu pergantian peristiwa demi peristiwa dalam plot ini berlangsung lambat dan hubungan antarperistiwa pun tidaklah erat. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur longgar, merupakan cerita yang peristiwa yang dialami sang tokoh tidaklah secara terus-menerus terjadi, namun ada waktu tertentu.
4)        Alur berdasarkan kriteria isi
(1)     Alur peruntungan, yaitu plot yang ceritanya mengungkapkan nasib, peruntungan yang menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan. Maksudnya, cerita dengan memakai alur jenis ini, banyak mengisahkan tentang nasib baik yang menimpa si tokoh.
(2)     Alur tokohan, yaitu plot yang menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokohlah yang menjadi fokus perhatian. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur jenis ini sering mementingkan tokoh dalam pendeskripsian cerita.
(3)     Alur pemikiran, yaitu plot yang mengungkapkan sesuatu sebagai bahan pemikiran, keinginan, perasaan, dan berbagai hal yang menjadi masalah hidup manusia. Maksudnya, cerita yang menggunakan alur ini adalah cerita yang banyak memberikan motivasi dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan manusia.
          Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alur dibagi menjadi beberapa jenis yang berbeda berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu alur maju dan alur mundur, berdasarkan kriteria jumlah, yaitu alur tunggal dan alur sub-subalur, berdasarkan kriteria kepadatan, yaitu alur padat dan alur longgar, dan berdasarkan kriteria isi, yaitu alur peruntungan, alur tokohan, dan alur pemikiran.

2.6     Struktur Alur
          Alur yang membentuk sebuah cerita terdiri atas beberapa struktur. Struktur-struktur tersebut merupakan bagian yang saling menyatu sehingga terbentuknya sebuah cerita yang menarik untuk dinikmati para pembaca.
          Menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2012:149) menyatakan bahwa ”Struktur plot dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1)        Tahap situation atau tahap penyituasian, yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Maksudnya, tahap ini merupakan tahap dalam novel yang memperkenalkan situasi dan kondisi suatu cerita serta memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
2)        Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, yaitu tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi konflik-konflik berikutnya. Maksudnya, tahap ini merupakan tahap awal bermunculannya berbagai masalah dalam kehidupan para tokoh dalam cerita.
3)        Tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, yaitu tahap di mana konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya, peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Maksudnya, tahap ini adalah tahap mulai memuncaknya berbagai konflik yang terjadi dalam kehidupan para tokoh.
4)        Tahap climax atau tahap klimaks, yaitu tahap di mana konflik dan pertentangan yang terjadi dilalui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Maksudnya, tahap ini adalah tahap puncak berbagai masalah yang dihadapi para tokoh dalam cerita.
5)        Tahap denouement atau tahap penyelesaian, yaitu tahap di mana konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan. Maksudnya, tahap ini adalah tahap di mana, semua masalah yang dihadapi oleh tokoh dalam cerita telah mengalami penyelasaian dan ada solusinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa struktur yang membangun sebuah alur cerita dalam novel, yaitu tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. Dengan tahapan alur tersebut, maka sebuah cerita akan menjadi enak untuk dibaca dan dipahami oleh pembaca.

2.7     Biografi Pengarang
          Tere-liye, seorang penulis novel berbahasa Indonesia. Lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menghasilkan 15 buah novel. Seorang penulis novel yang memiliki nama asli Darwis, yang beristrikan Riski Amelia dan seorang ayah dari Abdullah Pasai. Lahir dan besar di Pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari 7 bersaudara. Ia memakai nama pena Tere-Liye dengan alasan bahwa Tere Liye artinya ”Untuk Mu”. Bebas diartikan untuk siapa saja dan sebuah persembahan karya untuk para penikmat sastra. Ia sekolah di SD Negeri 2 Kikim Timur Sumatera Selatan, melanjutkan ke SMP Negeri 2 Kikim Timur Sumatera Selatan, lalu ke tingkat SMU Negeri 9 Bandar Lampung dan menempuh jenjang Perguruan Tinggi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 
          Seorang penulis yang menghasilkan karya-karya terbaiknya, yaitu novel 1) Sepotong Hati yang Baru, 2) Kisah Sang Penandai, 3) Ayahku (Bukan) Pembohong, 4) Eliana (Serial Anak-anak Mamak), 5) Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin, 6) Pukat (Serial Anak-anak Mamak), 7) Burlian (Serial Anak Mamak), 8) Hafalan Shalat Delisa, 9) Moga Bunda Disayang Allah, 10) Bidadari-bidadari Surga, 11) Rembulan Tenggelam di Wajahmu, 12) Senja Bersama Rosie, 13) Mimpi-mimpi si Patah Hati14) Cintaku Antara Jakarta dan Kualalumpur,  dan 15) The Gogons Series 1. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa Hidup ini Sederhana melalui tulisannya. Seperti kutipan dari pojok biografi salah satu novelnya, yang sangat berkesan di hati saya (selaku pembaca), yaitu ”Bekerja keras, namun selalu merasa cukup, mencintai, berbuat baik dan berbagi, senantiasa bersyukur dan berterima kasih maka Tere-Liye percaya, sejatinya kita sudah menggenggam kebahagiaan hidup ini. Sederhana memang, tapi sungguh pada pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu”. 







BAB III
METODE PENELITIAN
3.1     Pendekatan dan Jenis Penelitian
          Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena data hasil penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris.
          Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kutha Ratna (2009:47), mengungkapkan bahwa ”Pendekatan kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah yaitu data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung dibalik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah pendekatan kualitatif dianggap sama dengan pemahaman. Sesuai dengan namanya, pendekatan ini mempertahankan nilai-nilai sehingga pendekatan ini dipertentangkan dengan pendekatan kualitatif yang berarti bebas nilai”.
21
 
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural hermeneutik. Wiyatmi (2009:89), menyatakan bahwa ”Pendekatan struktural berarti penelitian yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri”. Pada dasarnya pendekatan struktural sastra sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, yang harus dikaji dan diteliti yaitu baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik, salah satu unsur ekstrinsik adalah unsur mistik yang dikandung oleh sastra tersebut.
Menurut Endraswara (2003:42), menyatakan bahwa ”Studi sastra mengenal hermeneutik sebagai tafsir sastra.  Hermeneutik merupakan sebuah paradigma yang berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik, yang akan dapat membuat penjelasan teks sastra dan pemahaman makna dengan menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata lebih berhubungan dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Makna kata akan membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu, dari kata-kata akan tercermin makna kultural teks sastra.
Dari kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktural hermeneutik adalah pendekatan yang memberikan tafsiran terhadap teks sastra yang berkenaan dengan aspek yang membangun karya sastra, salah satunya dilihat dari langkah kerja pendekatan struktural yaitu membahas mengenai struktur alur yang dibangun dalam novel tersebut. Jadi teks sastra yang dianalisis adalah teks-teks sastra yang berhubungan dengan struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
  
3.2     Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah kutipan atau teks-teks yang berada dalam novel tersebut yang menunjukkan struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye, terbit tahun 2006 setebal 306 halaman, penerbit Republika.

3.3     Teknik Pengumpulan Data
            Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian hermeneutik struktural ini adalah sebagai berikut:
1)        Peneliti membaca dan memahami Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye.
2)        Peneliti memberi kode dan mencatat teks-teks yang mengandung struktur alur yang dibangun dalam novel tersebut.
3)        Peneliti mengumpulkan kutipan yang mengandung struktur alur yang dibangun dalam novel tersebut.
4)        Peneliti menganalisis kutipan yang telah dikumpulkan, untuk kemudian menyimpulkannya.
5)        Peneliti menuangkan hasil penelitian ke dalam sebuah tulisan atau skripsi dengan judul Analisis struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.

3.4     Teknik Analisis Data
          Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis secara kualitatif yaitu menganalisis struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye. Menurut Sugiono (2009:337), mengungkapkan bahwaAnalisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
          Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2009:337), mengemukakan bahwa ”Aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data.
          Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1)        Mereduksi data
Tahap mereduksi data merupakan tahap awal dalam penganalisisan data dalam penelitian. Mereduksi berarti kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini, data yang direduksi adalah struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
2)        Menyajikan data
Menyajikan data merupakan tahap yang dilakukan setelah pelaksanaan reduksi. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan cara pengorganisasian dari hasil reduksi data dengan cara menyusun sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi. Hal ini diharapkan dapat  memberi kemungkinan menarik kesimpulan. Dalam menganalisis struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye adalah menyajikan tulisan yang menunjukkan/menjurus kepada struktur alur yang dalam novel tersebut.
3)        Verifikasi          
          Langkah ketiga adalah verifikasi, yaitu langkah yang dilakukan untuk menguji kebenaran dan mencocokkan makna-makna yang muncul dari data. Pengujian dan pencocokan makna-makna yang muncul diharapkan dapat menjadi temuan baru yang sebelumnya pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Dalam menganalisis struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, diharapkan akan mendapatkan kejelasan tentang urutan kejadian yang digambarkan dalam novel tersebut setelah diteliti.

3.5     Pengecekan Keabsahan Data
          Pengecekan keabsahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian, untuk mengecek keabsahan data maka teknik yang digunakan adalah teknik kriteria kepercayaan yang dikembangkan oleh Moleong (2010:330), yaitu:
1)        Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
2)        Ketekunan pengamatan, dilakukan pengamat dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan terus menerus selama kegiatan analisis terhadap struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan sesuai.
3)        Pemeriksaan sejawat, yaitu mengekspos proses dan hasil penelitian dengan rekan-rekan sejawat.     
Maka, jelas bahwa melalui triangulasi, ketekunan pengamatan dan pemeriksaan sejawatlah keabsahan data tentang struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye dapat dibuktikan keabsahan datanya.

3.6     Tahap-tahap Penelitian
          Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan dalam jenis penelitian hermeneutik struktural ini adalah:
1)        Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah membaca Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
2)        Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap ini, peneliti mengelompokkan data berdasarkan urutan alur yang terdapat dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.
3)        Tahap Observasi
Observasi ini dilakukan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang data berupa struktur alur yang dibangun dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye.

4)        Tahap Refleksi
Dalam tahap refleksi, yang dilakukan peneliti adalah menganalisis data-data yang diperoleh dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, lalu menganalisis struktur alurnya dan disimpulkan.




















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil Penelitian
          Adapun hasil penelitian tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, yaitu terdapat lima tahapan alur yang mendasari jalannya cerita dalam novel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terhadap novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, penulis menjabarkan data tentang tahapan alur novel tersebut, sebagai berikut:
1)        Tahap Penyituasian
          Data 1
          ”Kau sudah bangun, Sayang?” Bunda bertanya lemah, berusaha tersenyum.
”Terima kasih sudah membangunkan Bunda, Sayang!” Bunda lembut meraih tangan putri semata wayangnya.
(Halaman 14, Tahap penyituasian)

Data 2
”Buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya... Kinasih pasti sehebat Papa-nya. Atau malah lebih hebat”. Bunda balas tersenyum. Lemah. Manatap tangan-tangan yang terampil mengeluarkan peralatan.
”Bunda bisa saja! Aku kan baru lulus ujian”. Gadis itu tersipu kecil yang seketika membuat lesung pipitnya terlihat.
(Halaman 33, Tahap penyituasian)

Data 3
”Seminggu terakhir kami mengundang psikiater dan dokter anak-anak dari salah satu rumah sakit ternama Ibukota. Tim mereka memiliki reputasi yang baik. Kami amat berharap... Empat hari pertama Melati sepertinya mulai terkendali, mau menuruti terapi atau entahlah yang dilakukan. Kami benar-benar berharap sedikit kabar baik itu akhirnya datang...” Bunda terdiam lagi, wajahnya sedih, tertunduk, pipinya berkedut menahan sedan.
(Halaman 36, Tahap penyituasian)

Data 4
”Ada surat untukmu!” Ibu-ibu itu berkata datar.
”Kau tidak pernah membuka surat-surat itu, Anakku?”
Karang menggerutu sebal. Memangnya penting? Melambaikan tangan. Maksudnya, tolong tutup kembali jendela itu.
28
 
 


”Aku akan menutup jendelanya, asal sekali saja kau membacanya, Karang.”
(Halaman 65, Tahap penyituasian)

Data 5
”Pelankan! Pelankan laju perahu!” Salah satu awak kapal yang berdiri di buritan berteriak kencang. Panik!
”Awas ombak besar di haluan kanan!” Nahkoda memutar kemudi.
(Halaman 73, Tahap penyituasian)

Data 6
”Selamat pagi, Nak!” Ibu-ibu itu ragu-ragu menyapa.
”Aku Bunda HK. Maafkan kalau menggangu tidur siangmu.”
”Apakah kau menerima suratku selama ini?” Bertanya hati-hati.
”Aku mohon anakku, tolonglah kami.” Bunda berkata penuh harap sambil tersenyum.
”Kau datang pada orang dan tempat yang keliru, Nyonya! Dan yang lebih pasti lagi, kau datang di waktu yang salah!” Karang memotong kasar, menguap lebar-lebar.
(Halaman 81, Tahap penyituasian)

Data 7
”Kau tahu, nama putri kami, Melati. Umurnya enam tahun. Sungguh anak-anak yang menggemaskan. Wajahnya imut-bundar. Rambutnya ikal mengombak. Pipinya tembam. Matanya hitam bagai biji buah leci. Giginya... giginya lucu sekali, seperti gigi kelinci. Kalau ia sedang berlari...” Bunda terhenti sejenak.
”Kalau... kalau ia sedang berlari, maka seolah-olah waktu terhenti. Semua wajah tertoleh, semua wajah terpesona menatapnya, waktu benar-benar seolah terhenti. Melati sungguh anak yang menggemaskan. Senyumnya, tawanya, wajahnya, semuanya.”
”Tapi itu dulu... Sekarang seluruh kesedihan itu telah mengambil semuanya. Tidak menyisakan apapun meski hanya seutas benang harapan. Meski hanya seutas benang kecil seperti jaring laba-laba. Putri kami berubah amat menyedihkan.”
(Halaman 83, Tahap penyituasian)

Data 8
”Selamat pagi!” Karang berkata pendek. Tanpa intonasi.
”Selamat pagi, Karang. Silahkan, Anakku.”
”Kemari, silahkan bergabung dengan kami.”
Karang melangkah masuk.
”Ini, Karang, Yang! Seperti yang kuceritakan beberapa hari lalu. Ini suamiku, Tuan HK!” Bunda tersenyum.
”Dan, dan ini... inilah putri kami satu-satunya.” Bunda pelan menunjuk Melati yang masih sibuk mengaduk-aduk mangkuk buburnya.
(Halaman 97, Tahap penyituasian)
Data 9
”Umurnya juga enam tahun waktu itu, Nyonya...” Karang tiba-tiba berkata pelan.
Bunda menoleh, tersenyum, bersiap mendengarkan.
”Qintan seperti Melati, Nyonya. Wajah menggemaskan. Seringainya. Tatapan matanya. Kerut wajahnya. Qintan penuh rasa ingin tahu. Setiap detik selalu berisik bertanya. ’Kenapa malam gelap, Kak Karang?’ ’Kenapa ayam kakinya dua?’ Dan kenapa-kenapa lainnya...”
”Rambutnya lurus hitam legam sehitam matanya. Giginya kecil-kecil seperti gigi Melati. Bedanya, gigi Qintan tanggal satu, lucu sekali melihatnya. Ia amat suka mendengar cerita. Suka nyeletuk. Sok dewasa. Suka sok ngatur teman-temannya. Dan pandai sekali menipu, ah, tukang jahil.” Karang tertawa kecil.
”Aku mengenalnya saat ia berumur tiga tahun, ketika ditelantarkan di panti asuhan.”
”Qintan anak yang aktif, selalu bergerak ke mana-mana meski kedua kakinya mulai dari lutut hingga ujung jari lumpuh. Sempurna lumpuh layu.”
”Qintan memakai dua tongkat diketiak. Suara tongkatnya amat khas. Karena Qintan suka menggerakkannya berirama saat berjalan. Anak itu kreatif. Amat lateral. Dan ia suka bernyanyi, meski suaranya cempreng. Berisik. Suka mengejar capung di halaman Taman Bacaan meski geraknya lamban dan sering jatuh berdebam.”
(Halaman 235, Tahap penyituasian)

2)        Tahap Pemunculan Konflik
Data 10
”Aduh, pakaian Ibu basah! Basah kenapa?”
”Tidak apa-apa, Salamah! Basah sedikit. Melati tidak sengaja melemparkan gelas air jeruk!” Bunda menoleh, tersenyum.
(Halaman 15, Tahap pemunculan konflik)

Data 11
”Aduh, maaf! Seharusnya Salamah letakkan gelasnya di tempat yang lebih tinggi! Aduh, Salamah lupa lagi...” Salamah mendekat rusuh. Berusaha membereskan sisa ”keributan”.
(Halaman 15, Tahap pemunculan konflik)

Data 12
”Tetapi di hari kelima, persis dua hari lalu... Melati tiba-tiba merajuk. Marah! Melati berteriak-teriak saat badannya ditempeli kertas-kertas medis, entahlah... Melati menarik salah satu tangan dokter, dan, dan...” Bunda menelan ludahnya, ”Melati menggigit jari salah satu dokter itu. Sampai... sampai nyaris putus...” Bunda sekarang benar-benar menangis mengingat kejadiaan itu.
(Halaman 36, Tahap pemunculan konflik)
Data 13
”Baa... Ma... Baa” Melati mengaduk-aduk piring di hadapannya.
”Pelan-pelan, Sayang!” Bunda yang duduk di sebelahnya membenarkan posisi piring.
”Ayo dimakan, Sayang!” Bunda sekali lagi membantu membenarkan posisi piring yang hampir jatuh tersenggol gerakan jemari Melati.
”Ayo, Melati... Pakai tangan bagus!” Suster Tya sekali lagi berusaha membantu Melati.
”Ba... Ma... Aaa...” Melati mendadak berteriak kencang.
”Jangan teriak-teriak, Sayang!” Bunda tersenyum. Menenangkan.
(Halaman 55, Tahap pemunculan konflik)

Data 14
”Buat apa? Bukankah Ibu setiap hari sudah membacanya untukku!” Karang mendengus sebal, memotong.
Ibu-ibu gendut menelan ludah, berkata pelan, ”Kau tahu, ada anak yang membutuhkan bantuanmu...”
(Halaman 65, Tahap pemunculan konflik)

Data 15
”Jangan lepaskan pegangan, Qintan!”
(Halaman 75, Tahap pemunculan konflik)

Data 16
”Maukah kau membantu Melati, Anakku?”
”Anak itu membutuhkan dokter, psikiater, atau entahlah, Nyonya! Bukan aku!” Karang menjawab kasar.
(Halaman 83, Tahap pemunculan konflik)

Data 17
”Makannya pelan-pelan, Sayang!” Bunda tersenyum, memperbaiki posisi mangkuk yang hampir jatuh di tepi meja.
”Ba... Baaa...” Melati menghentak-hentakkan kakinya, sedikit marah karena Bunda sempat menyentuh jemarinya.
(Halaman 99, Tahap pemunculan konflik)

Data 18
”Ba... Ba... Maaaaa!!” Melati berteriak.
”Kau harus makan dengan sendok!” Kecuali Karang yang justru mendesis galak padanya.
”Baaa!” Melati berniat melempar sendok itu. Terlambat, gerakan tangan Karang lebih cepat.
(Halaman 127, Tahap pemunculan konflik)



Data 19
”B-a-a-a...” Melati menggerung.
”Apa yang hendak kau lakukan! Makan saja sarapanmu!”
”B-a-a-a...”
”Diam Melati! Disini tidak ada Ibumu! Juga tidak ada ayahmu! Buat apa kau mengeluh!” Karang menghardik.
(Halaman 132, Tahap pemunculan konflik)

Data 20
”Apakah kau tahu siapa sebenarnya pemuda itu?” Tuan HK bertanya tajam.
”Siapa?” Bunda melipat dahinya.
”Aku sejak awal sudah tidak suka kehadirannya di rumah ini! Dan kau tahu, tadi sore Salamah panik meneleponku. Melaporkan kalau di kamar pemuda itu ada botol minuman keras... Minuman keras! Ya Allah, bagaimana mungkin aku membiarkan seorang pemabuk tidur di bawah atap rumah ini!”
(Halaman 158, Tahap pemunculan konflik)

Data 21
”Hingga tiga tahun lalu. Kejadian yang menyedihkan itu...” Suara Bunda mulai pelan terdengar. Serak.
”Putri kecil kami hanya jatuh terduduk ya Allah... Tapi sejak siang itu, entah apa maksudnya, entah apa sebabnya seluruh kebahagiaan kami mulai diambil satu persatu... Keterbatasan Melati mulai datang satu persatu. Seperti eksekusi pengadilan yang amat menyakitkan. Seperti menguliti bawang, sehelai demi sehelai, membuat mata pedih berair.” Bunda berusaha menahan tangisnya.
(Halaman 203, Tahap pemunculan konflik)

Data 22
”Kau! Apa yang kau lakukan di rumahku! Di ruang makan keluarga kami!” Dalam hitungan seperseribu detik, Tuan HK sudah berteriak tanpa tedeng aling-aling.
”Kau!! Pergi dari rumah ini!” Tuan HK beringas melangkah mendekati kursi Karang.
”Jangan, Yang... Jangan!”
”Bagaimana mungkin kau membohongi ku?? Tuan HK membentak istrinya. ”Aku, aku bisa menjelaskannya, Yang... Apa yang kau lihat, tidaklah sama seperti tiga minggu lalu. Sungguh! Berikan aku waktu satu menit saja untuk menjelaskannya!”
”Omong kosong! Apa yang sebenarnya kalian rencanakan? Apa yang kalian sembunyikan dari ku?” Tuan HK mendesis kencang.
(Halaman 266, Tahap pemunculan konflik)




3)        Tahap Peningkatan Konflik
Data 23
”Anak ini tidak membutuhkan dokter, Nyonya! Anak ini membutuhkan rumah sakit jiwa!” Juga teriakan-teriakan marah dan panik lainnya. Bersahut-sahutan.
(Halaman 37, Tahap peningkatan konflik)

Data 24
”Baaa!” Melati memukul-mukul meja makan. Marah.
”Jangan pukul mejanya, Melati!” Tya berusaha menghentikan tangan Melati.
”Biarkan, Tya.” Bunda berkata menengahi keributan.
(Halaman 56, Tahap peningkatan konflik)

Data 25
Karang tertawa sinis, ”Bantuan? Terakhir kali aku bersama anak-anak, aku justru membunuhnya. Bukankah Ibu tahu itu?”
(Halaman 65, Tahap peningkatan konflik)

Data 26
”Tetap di tempatmu Qintan!”   
(Halaman 75, Tahap peningkatan konflik)

Data 27
”Kami sudah mengundang berpuluh-puluh dokter. Bahkan berpuluh-puluh tim dokter ternama. Tapi semuanya sia-sia”
”Kalau mereka saja sia-sia, bagaimana mungkin Nyonya berharap kepada seorang pemabuk seperti ku!” Karang menyeringai, sinis.
”Nyonya hanya menghabiskan waktu datang kesini. Aku tidak bisa membantu apapun.”
(Halaman 83, Tahap peningkatan konflik)

Data 28
”Apakah ia selalu makan seperti ini? Tidak ada bedanya dengan seekor binatang saat makan?” Karang berkata dingin.
Tuan HK seketika meletakkan sendoknya, ”Maaf, apa yang Anda katakan barusan?”
”Saya pikir Anda tahu kalau Melati buta dan tuli! Saya pikir Anda tahu keterbatasan Melati. Jadi, makan seperti apa yang Anda harapkan darinya?” Tuan HK berkata tajam.
”Anak ini memang buta dan tuli, Tuan! Tapi bukan berarti ia tidak berotak. Hanya binatang tidak berotaklah yang tidak memiliki adab makan. Mengaduk-aduk makanannya. Bahkan, monyet terlatih pun bisa menggunakan sendok-garpu!” Karang mendesis tidak kalah tajamnya.
(Halaman 100, Tahap peningkatan konflik)
Data 29
”Makan dengan sendok!” Menghardik.
”Baaaaa!!” Melati berteriak, ngamuk. Mana mau menurut.
”Baik! Kalau kau tidak mau. Tidak mau makan dengan sendok. Itu berarti tidak ada sarapan pagi ini!” Karang berdiri marah, menyeret paksa Melati.
(Halaman 127, Tahap peningkatan konflik)

Data 30
”Pakai sendokmu!”
”Baaa...” Melati tidak peduli, tepatnya mana pula ia mendengar teriakan Karang.
”Pakai sendokmu, Melati!” Karang memukul meja sekali lagi.
”Baaa... Ma... Baaa!!!” Melati berteriak-teriak.
”Ini sendok, ini garpu! Pakai ini jika kau ingin makan!” Karang mencengkeram tangan Melati, memaksanya memegang sendok-garpu itu.
(Halaman 133, Tahap peningkatan konflik)

Data 31
”Kau! Kau pergi sekarang juga dari rumah ini!” Tuan HK mendesis tajam.
”Aku mohon dengarkan aku, Yang... Karang sudah melakukan banyak hal. Jangan, jangan usir dia... Berikan aku satu menit untuk menjelaskan semua.”
”Lihat, lihatlah Melati, putri kita sudah bisa makan dengan sendok. Lihatlah, aku mohon... Melati juga sudah bisa makan sambil duduk di kursi, lihatlah... Putri kita sudah bisa melaku...” Kata-kata Bunda mendadak terputus.
”Melati anakku... Dimana Melati?!” Bunda berteriak.
”Dimana Melati! Dimana anakku!!”
(Halaman 267-269, Tahap peningkatan konflik)

4)        Tahap Klimaks
Data 32
”Sebelum semuanya terlambat, anak ini harus dibawa ke unit konservasi kejiwaan, Tuan HK!” Dokter senior yang memimpin tim berusaha berkata lembut, sok bersimpati.
”Melati tidak gila! Melati tidak gila!” Bunda memotong, berkata lemah berkali-kali, parau.
”Melati sekarang belum gila, Nyonya! Tapi semua keterbatasan ini suatu saat pasti akan membuatnya gila! Ia membutuhkan terapi yang komprehensif.”
”Melati tidak gila!” Bunda bergumam tidak terima.
”Maafkan kami,  Nyonya” Tersenyum tipis.
”Melati tidak gila!” Bunda mendesis galak.
”Hanya orang gila yang bisa menggigit hampir putus jari orang lain, Nyonya!” Salah satu dokter menyela lebih galak, jengkel.
(Halaman 38, Tahap klimaks)
Data 33
”Pyar!” Pecah berantakan. Melati melemparkan piring itu tanpa ampun ke lantai.
”Aduh, Melati jangan dilempar.” Tya yang setengah terkejut, banyakan gugupnya, berusaha menarik tangan Melati yang masih mencari benda lainnya.
Bunda lembut memegangi tangan satunya, ”Melati, Sayang...”
”Baaa... Ma...” Melati meronta-ronta.
(Halaman 57, Tahap klimaks)

Data 34
”Tidak bisakah kau sekali saja menemui mereka? Ini surat ketujuh yang mereka kirimkan seminggu terakhir. Mereka berharap banyak kau mau datang...”
”Buat apa?” Karang menjawab masygul.
”Setidaknya kau mendengarkan apa permintaan mereka.”
(Halaman 66, Tahap Klimaks)

Data 35
”Dntum!”
Terlambat, semua terbanting! Ombak besar menggulung. Perahu nelayan itu tanpa ampun terbalik.
”Berpegangan!” Karang tersengal, tersedak air laut.
Boneka panda itu mengambang di dekat Karang.
”Qintan! Qintan dimana!” Karang terkesiap demi melihat boneka panda itu.
”Qintan! Bertahanlah, Sayang.” Karang panik.
”Aku mohon. Bertahanlah!” Karang berteriak parau.
”Qin-tan... Qin-tan takut, Kak Karang.” Gadis kecil itu berbisik dalam dekapan.
”Bertahanlah! Aku mohon.” Karang mengguncang tubuh Qintan.
”A-da ca-ha-ya... A-da ca-ha-ya, Kak Karang!”
”A-da... A-da yang da-tang, Kak Karang” Qintan berbisik lirih.
”Kak Karang, Ma-ma Pa-pa da-tang... Ma-ma Pa-pa da-tang” Gadis itu merekahkan senyumnya diantara bibir pucat membeku.
”Jangan, Sayang. Jangan pergi. Kak Karang mohon.”
Qintan terkulai lemah dalam pelukan Karang. Ia sudah p-e-r-g-i...
(Halaman 78, Tahap Klimaks)

Data 36
”Kau tahu, Melati buta, Anakku...” Berkata dengan suara bergetar.
”Melati buta! Ia tidak bisa melihat walau selarik cahaya.” Bunda mulai terisak.
”Tetapi Melati buta dan tuli, Anakku... Melati buta dan tuli. Ia sungguh terputus dari dunia ini.” Bunda HK benar-benar menangis sekarang.
Karang tetap menatap tajam ke depan. Tidak bergeming.
(Halaman 85, Tahap Klimaks)
Data 37
”Makannya tidak boleh pakai tangan!” Karang mendesis.
”Ba! Baaa!!” Melati seketika berteriak marah.
”Ini sendok! Kau harus makan dengan ini!” Karang tidak kalah galaknya membentak.
”Ba... Ma... Baaaa!!” Melati yang benar-benar mengamuk seketika membanting sendok yang diberikan.
”Tidak boleh!” Karang lebih cepat. Memindahkan mangkuk dari jangkauan Melati.
”Hentikan! Kau tidak boleh melakukannya.” Karang menangkap tangan-tangan itu, mencengkeramnya.
”Kau tidak boleh makan, jika tetap merajuk!” Karang berdiri.
”Baaa... Maaaa!!” Melati berteriak galak.
”Baik, kau sendiri yang memintanya!” Kasar Karang menarik tubuh Melati, bahkan menyeretnya menjauhi meja makan.
”Lepaskan Melati!” Tuan HK membentak.
”Apa yang kau lakukan!” Tuan HK mendesis.
”Apa yang aku lakukan? Aku mengajarinya, Tuan!” Karang berkata datar.
”Kau! Siapa pun kau! Pergi dari rumah ini!” Tuan HK kehabisan kalimat mendengar jawaban dingin Karang.
”Salamah, panggilkan penjaga depan! Seret keluar tamu sialan ini!” Tuan HK meneriaki Salamah.
(Halaman 101-105, Tahap Klimaks)

Data 38
”Ikut dengan ku!”
”Ba... Baaaa!!” Melati tersengal.
”Baa... Maaa...” Tubuh Melati terseret tanpa ampun.
”Kau! Duduk disini hingga kami selesai sarapan!” Karang mendesis galak.
”Ba... B-a-a-a...” Melati terhenyak.
”Kau! Sebagai hukuman, kau tetap disini hingga sarapan selesai!” Karang, mendelik marah.
(Halaman 128-129, Tahap klimaks)

Data 39
”Gedebuk!” Kaki Melati tersangkut sandal kepala kelincinya sendiri. Tubuh kecil itu terbanting tanpa ampun ke lantai.
” Ba... Baaa...” Melati merintih, gadis kecil itu mengeluh.
”Jangan masuk, Nyonya!” Karang mendesis. Langkah Bunda  pun tertahan.
”Dengarkan aku! Kau yang memintanya. Jangan salahkan aku... Tidak ada sarapan. Tidak ada! Kau tetap disitu selama kau tidak mau menggunakan sendok dan garpu!”
”Apa yang tadi kau lakukan? Marah! Berteriak! Memaki-maki! Menyumpah-nyumpah! Mencoba lari?” Karang galak membentak.
”Percuma, Melati!” Suara Karang mendadak serak.
(Halaman 135 dan 144, Tahap klimaks)
Data 40
”Kau! Aku tahu siapa kau sebenarnya! Delapan belas anak-anak yang mati tenggelam di laut! Pengadilan itu! Tuduhan-tuduhan itu! Aku tidak peduli apa yang diputuskan oleh hakim. Aku tidak peduli dengan dukungan-dukungan. Opini! Aku tidak peduli dengan opini! Yang aku peduli, aku tidak pernah menyetujui seorang pemabuk berada di rumahku! Seorang pemabuk mengajari putriku! Tidak pernah!” Tuan HK berteriak marah.
”Well, ternyata Tuan sudah tahu ’pelajaran sejarah’ itu! Kalau begitu, satu orang lagi yang tahu kejadian penting tersebut...” Karang menyeringai.
”Berhentilah bertingkah seperti kau amat hebat! Seperti kau amat bisa mengendalikan seluruh suasana. Kau! Pergi dari rumah ini sekarang juga!” Kalimat Karang membuat Tuan HK benar-benar mengkal.
(Halaman 166, Tahap klimaks)

Data 41
”Kami tidak tahu kalau ternyata Melati pelan-pelan mulai buta, ya Allah... dan... dan seminggu kemudian kabar buruk itu benar-benar datang, dua kali lipat menyedihkan. Saat kami memeriksakan Melati ke Dokter Ryan. Melati juga mulai tuli. Ya Allah, benar-benar menyakitkan mendengar berita itu. Bagaimana mungkin putri kami yang lucu dan menggemaskan, tuli? Buta?”
(Halaman 203, Tahap Klimaks)

Data 42
”Apa, apa yang kau lakukan disini, Sayang...” Bunda berseru amat cemas. ”Hujan! Di luar sedang hujan, Melati. Kau bisa kedinginan...”
”Biarkan, Nyonya... Biarkan Melati...” Karang berseru lirih.
”Baaa...  B-a-a-a...” Melati menggerung pelan.
Karang gemetar merengkuh tangan Melati yang satunya, yang tidak terjulur. Ia mengerti sudah. Caranya! Caranya itu! Telapak tangan Melati. Akhirnya sisa-sisa panca indera itu kembali. Melalui telapak tangan Melati. Air mancur yang mengalir lembut di telapak tangan dan sela jari berhasil mencungkilnya.
(Halaman 270, Tahap klimaks)

5)        Tahap Penyelesaian

Data 43
”Pakaian Ibu harus diganti”.
”Nanti saja, setelah sarapan”. Bunda menggeleng tegas, tetap tersenyum, membantu menyerahkan gelas.
(Halaman 15, Tahap penyelesaian)

Data 44
”Melati akan baik-baik saja, Bun... Jika Bunda tetap yakin, maka ia pasti akan baik-baik saja”. Kinasih berbisik pelan.
”Suatu saat Kinasih percaya, bahkan Melati pasti bisa memanggil ’Bunda’ dengan sempurna. Memeluk dan menyatakan cintanya kepada Bunda dengan utuh”. ”Terima kasih, Anakku! Kau sungguh gadis  baik. Semoga Tuhan memberikan jodoh yang baik bagimu”.
(Halaman 39, Tahap penyelesaian)

Data 45
”Bersihkan belingnya, Salamah! Cepat! Sebelum terkena Melati!”
Tuan HK menelan ludah, berkata tajam, ”Biarkan Tya... Biarkan!”
(Halaman 57, Tahap penyelesaian)

Data 46
”Tidakkah kau sejenak saja bisa berdamai dengan masa lalu itu?” Ibu-ibu gendut bertanya pelan, menyentuh lembut lengan Karang.
(Halaman 66, Tahap penyelesaian)

Data 47
”Kami tidak meminta keajaiban Melati sembuh, ya Allah! Kami tidak meminta keajaiban Melati bisa melihat dan mendengar lagi, karena itu mustahil. Kami tahu itu, tapi kami hanya meminta keajaiban agar Melati mempunyai cara untuk mengenal dunia ini. Mengenal Bunda dan Ayahnya, dan... dan mengenal Engkau, ya Allah. Anak itu bisa dengan baik mengenal-Mu.”
(Halaman 86, Tahap penyelesaian)

Data 48
”Baik! Pagi ini aku akan pergi, Tuan! Tapi, besok aku pasti akan kembali. Diminta ataupun tidak, kalian pasti membutuhkan ku.” Karang mendesis pelan.
”Melati tidak akan pernah bisa disembuhkan, Nyonya. Ia seumur hidupnya akan tetap buta dan tuli. Maafkan aku telah mengatakan kabar buruk itu. Tapi, kita bisa menemukan cara agar ia mengenal dunia ini. Mengenal Tuhan. Mengenal Penciptanya yang tega sekali telah menciptakannya dengan segala keterbatasan. Nyonya, aku bisa membantunya, tapi kita punya aturan main... Tiadak ada protes. Tidak ada keberatan. Jika kau ingin aku melakukannya, turuti semua yang aku katakan, biarkan semua yang ingin aku kerjakan.”
(Halaman 105-109, Tahap penyelesaian)

Data 49
”Dengarkan aku, Sayang... Kita akan membuat keadilan itu terlihat! Kita akan membuatnya terlihat agar semua orang di dunia mengerti. Menjadi saksinya! Karena tidak setiap hari Tuhan berbaik hati menunjukkannya. Kita akan membuatnya terlihat, Melati. P-a-s-t-i...” Karang mengusap rambut ikal gadis kecil dalam dekapannya.
(Halaman 146, Tahap penyelesaian)
Data 50
”Maafkan aku, Yang!” Tuan HK berbisik pelan, ”Maafkan aku telah membentakmu.”
Bunda mengusap ujung-ujung matanya.
”Maafkan aku, tapi keputusan ini sudah selesai. Aku akan mengusirnya malam ini juga. Kau tahu, besok pagi-pagi aku harus ke bandara, berangkat ke ke Frankurt selama tiga minggu... Aku tidak ingin pemuda ’berbahaya’ itu menghabiskan waktunya di rumah ini selama aku pergi...” Tuan HK membelai rambut beruban istrinya.
”Biarkan aku yang bicara, Yang. Aku mohon... itu akan lebih baik buat semua. Kita tidak ingin terjadi pertengkaran, bukan?” Bunda HK berbisik lirih.
(Halaman 161, Tahap penyelesaian)

Data 51
”Berikan aku waktu 21 hari lagi selama Tuan HK pergi, Nyonya. Aku akan memperbaiki banyak hal. Dan jika di hari ke-21 Melati tetap tidak berubah, aku sendiri yang akan pergi sebelum Tuan HK tiba di rumah.”
”Maafkan aku, Karang. Kau harus pergi. Biarlah Melati sendiri dengan segala keterbatasannya.”
(Halaman 174, Tahap penyelesaian)

Data 52
”A-i-r!” Karang gemetar menuliskan huruf demi huruf itu di telapak tangan Melati.
”Ba-aa-aa...” Melati menggerung pelan.
Karang mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya. Berkata sekali lagi dengan suara bergetar, ”A-i-r...”
”Ba-aa-aaa...” Melati mendadak tersenyum riang.
Karang sudah memeluk tubuh gadis kecil itu erat-erat. Menangis.
”Apa... Apa... yang terjadi, Anakku?” Bunda bertanya bingung.
”Ba-aa-aaa...” Melati menggerung, menoleh ke Karang. Bertanya.
”B-u-n-d-a...” Karang meraih telapak tangan Melati, menuliskan huruf demi hurufnya. Lalu mendekatkan telapak tangan itu ke mulutnya. Bergetar. Getaran bibir itu masuk ke dalam memori kepala Melati.
”Ba-aa-aaa...” telapak tangan Melati yang bebas terus meraba-raba wajab Bunda.
”Ba-aa-aaa...” Melati bertanya.
Karang kembali menuliskan huruf-huruf itu di teapak tangan Melati. Mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya.
”A-y-a-h...”
”Baaa...” Melati menggerung senang. Mengangguk-angguk.
(Halaman 273-275, Tahap penyelesaian)



Data 53
”Mamang sekarang tahu kenapa harus menggunting rumput ini setiap minggu... dulu Pak Guru kan pernah bilang, ’Percuma kau memotong rumput halaman ini! Hanya untuk menunggunya tumbuh lagi, kemudian memotongnya lagi!’ Suara itu semakin bergetar.
”Tiga tahun lamanya buat apa coba Mamang memotong rumput ini, membuatnya indah setiap hari. Hari ini Mamang bisa melihat Melati berlarian ia atasnya. Rasanya bahagia sekali. Bahkan Mamang tidak peduli kalau harus disuruh memotong rumput ini tanpa henti, sepanjang Melati bisa bermain senang di atasnya...” Mang Jeje menyeka ujung-ujung matanya.
(Halaman 285, Tahap penyelesaian)

Data 54
”Ergh...”
Kinasih menoleh. Ya?
Karang menelan ludah. Kinasih menatapnya. Menunggu.
”Ergh, aku...” Karang tertegun sejenak menatap wajah itu, lantas sekejap tersenyum, ”Aku juga rindu padamu...”
Salah satu kapal pesiar lainnya ikut membunyikan dengking suara ’klaksonnya’. Tidak mau kalah. Buuungggg...
Saat yang tepat untuk merajut kembali semua cerita.
(Halaman 295, Tahap penyelesaian)



4.2     Pembahasan
          Berdasarkan hasil penelitian tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, maka penulis menjelaskan pembahasan sebagai berikut :
1)        Tahap Penyituasian
          Data 1 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu menggambarkan tokoh Nyonya HK (Ibu Melati) yang sabar meskipun menghadapi kegaduhan yang ditimbulkan oleh Melati. Melalui tuturan yang diucapkan oleh Nyonya HK tersebut terlihat bahwa ia adalah sosok Ibu yang sangat baik, penyayang, dan sangat sabar menjaga dan selalu mengusahakan kesembuhan untuk Melati, anaknya. Ucapannya dalam data dua di atas, juga menunjukkan rasa sayangnya kepada Melati. Ia tidak sedikit pun memarahi Melati, meskipun Melati membangunkannya dengan teriakan yang kuat. Meski ia sendiri tahu kalau Melati pun tidak akan pernah dapat melihat bahkan tidak dapat merasakan kasih sayang yang ia tunjukkan. Namun beliau dengan sabar selalu menyayanginya.
          Data 2 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu pengenalan tokoh Kinasih (Putri Dokter Ryan), melalui tuturan yang diucapkan oleh Kinasih kepada Nyonya HK ketika berkunjung ke rumahnya saat memeriksa kesehatan Bunda HK tersebut terlihat bahwa ia adalah sosok gadis yang memiliki paras cantik, rendah hati, dan terampil dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter muda yang baru saja menyelesaikan ujian akhirnya. Bunda HK pun menegaskan bahwa keterampilannya tersebut tidak jauh berbeda dengan ayahnya, Dokter Ryan.
          Data 3 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu penjelasan atau memberitahukan tentang keadaan Melati. Hal ini sesuai dengan tuturan yang dilontarkan oleh Bunda Melati kepada Kinasih, yaitu Nyonya dan Tuan HK telah mendatangkan dokter dan psikiater dari rumah sakit ternama. Tanpa putus asa, bunda Melati tetap mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, yaitu kesembuhan untuk Melati. Ia tidak putus asa untuk terus berharap akan adanya kabar baik atas keadaan Melati. 
          Data 4 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu tentang permintaan Ibu-ibu gendut di tempat tinggal Karang, yang bisa dilakukannya tiap pagi adalah mengingatkan Karang akan surat-surat yang dikirim untuknya yang tidak pernah dibaca oleh Karang. Bahkan menurut Karang, surat-surat tersebut tidak penting sama sekali.
          Data 5 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu melukiskan keadaan yang terjadi di lautan ketika perahu yang di dalamnya terdapat anak-anak yang ikut serta dengan Karang, salah satunya adalah Qintan. Situasi tersebut ialah ketika perahu tersebut diterpa oleh ombak yang besar, ketika itu pula awak kapal meneriaki nahkoda untuk memelankan laju perahunya.
          Data 6 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Bunda Melati mendatangi kamar Karang. Ia dengan ramahnya menyapa Karang dan memperkenalkan dirinya kepada Karang. Lalu, menjelaskan maksud kedatangannya menjumpai Karang. Namun, Karang malah memotong perkataan Bunda Melati dengan mengatakan kalau ia datang pada orang yang salah dan pada waktu yang tidak tepat pula.
          Data 7 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Bunda Melati memberitahukan kepada Karang tentang keadaan putrinya, Melati. Gadis kecil yang dulunya sangat menggemaskan, cantik. Namun, seketika kesedihan datang mengambil milik putrinya, tanpa menyisakan sedikit pun harapan. Melati berubah menjadi sangat menyedihkan. Karena hal itulah yang menjadikan alasan ia datang ke tempat Karang pagi ini.
          Data 8 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu ketika Ketika Karang tiba-tiba muncul di rumah Tuan HK, dan dengan hangat pun Karang diterima di ruamah itu oleh Nyonya HK, dengan mempersilahkan Karang masuk serta mengenalkan Karang kepada Tuan HK, juga mengenalkan Melati kepada Karang, ketika mereka berada di ruang makan milik keluarga Tuan HK.
          Data 9 di atas merupakan tahap penyituasian yaitu Karang menceritakan kepada Bunda HK, tentang Qintan. Qintan adalah anak yang baru berumur enam tahun. Ia seperti Melati, sama menggemaskan. Ia juga penuh rasa ingin tahu, rambutnya lurus hitam. Giginya juga kecil-kecil seperti gigi Melati. Ia amat suka mendengar cerita, bahkan dia juga jahil. Karang melanjutkan dengan mengatakan kalau Qintan adalah anak yang aktif, ia suka bernyanyi, suka mengejar capung, meskipun ia sering terjatuh karena ia memakai tongkat di ketiaknya.
2)        Tahap Pemunculan Konfliks
          Data 10 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui percakapan antara Salamah dan Nyonya HK. Percakapan tersebut terjadi setelah Melati melemparkan gelas yang berisi air jeruk dan mengenai tepat ke atas badan Ibunya ketika sedang tertidur, sehingga membuat baju yang dipakainya pun menjadi basah.
          Data 11 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui ucapan Salamah kepada Nyonya HK, yaitu ucapan maafnya karena kelalaiannya yang tidak meletakkan gelas berisi air jeruk untuk Nyonya HK di tempat yang tinggi, menyebabkan gelas tersebut dapat dengan mudah diambil dan dilempar oleh Melati. Hal ini dikarenakan, Melati mana tahu hal apa yang boleh dilakukannya atau hal apa saja yang tidak boleh dilakukannya, yang ia pahami hanyalah melempar apa saja barang yang ada di dekatnya.  
          Data 12 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang tergambar melalui tuturan Nyonya HK kepada Kinasih yaitu mengenai kondisi Melati yang ketika hari kelima saat didatangkannya dokter dan ahli psikiater ternama tersebut  Melatih bukannya semakin tenang, malah semakin marah dan berteriak sesukanya saat tim dokter tersebut memerikasanya. Bahkan, Melati sempat menggigit jari salah satu dokter tersebut.
          Data 13 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui tuturan antara Bunda, Suster Tya dan Melati, ketika di meja makan saat mereka sedang makan. Hal ini terlihat ketika Melati berteriak dan mengaduk-aduk piring makan dihadapannya. Bunda mencoba menenangkannya, bahkan Suster Tya pun membantu Melati untuk makan dengan tangan bagus, namun Melati mana tahu dan sama sekali tidak dapat merasakan apa yang diucapakan oleh Bundanya. Serta sama sekali tidak memperdulikan Suster Tya. Ia hanya semakin berteriak dan semakin mengaduk-aduk piring yang berisi makanannya. 
          Data 14 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui tuturan antara Karang dengan Ibu di tempat ia tinggal. Karang semakin kesal karena setiap pagi yang bisa dilakukan oleh Ibu itu adalah memintanya untuk membaca setiap surat yang datang untuknya, Karang pun berkata bahwa bukankah Ibu-ibu itu telah menbacanya setiap pagi, jadi dia tidak perlu lagi membacanya. Namun, Ibu itu tidak berhenti dan memberitahukan Karang bahwa ada anak yang membutuhkan bantuannya. 
          Data 15 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui teriakan Karang kepada Qintan, yang memberitahukan untuk tidak melepaskan pegangannya, ketika sedang berada di dalam perahu yang diterpa ombak besar. 
          Data 16 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui percakapan antara Bunda Melati dengan Karang di kamarnya. Bunda meminta kesediaan Karang agar mau membantu Melati. Namun, dengan kasarnya Karang malah mengatakan bahwa Melati membutuhkan dokter, psikiater, bukan dia.  
          Data 17 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui percakapan antara Bunda dengan Melati, ketika Melati mulai marah dengan mengaduk-aduk makanan yang ada di hadapannya.  Namun, Bunda dengan penuh rasa sayangnya mengingatkan Melati untuk makan secara pelan-pelan serta memperbaiki posisi mangkuk yang hampir jatuh. Tetapi mana peduli Melati akan hal tersebut, ia tetap saja menghentak-hentakkan kakinya sebagai ungkapan kemarahannya karena Bunda menyentuh jari tangannya.  
          Data 18 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan ketika Karang memaksa Melati untuk makan dengan menggunakan sendok. Namun, Melati mana peduli dengan apa yang dilakukan Karang, ia berteriak dan ingin melemper sendok, namun Karang lebih cepat menangkap gerakan tangan Melati yang hendak melempar tersebut.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          
          Data 19 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan ketika pagi berikutnya ketika Melati sarapan dengan Karang. Melati mulai marah dan berteriak, lalu disusul dengan Karang yang menghardik Melati atas perbuatannya yang tidak mau menurut ketika Karang memintanya untuk makan sarapannya. Bahkan, Karang menyuruh Melati untuk diam, karena disana tidak ada Ayah dan Ibunya, jadi tidak ada gunanya Melati mengeluh.
          Data 20 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang dilukiskan melalui percakapan antara Tuan HK dan Istrinya ketika Tuan HK mengetahui Karang meminum minuman keras atas informasi dari Salamah. Tuan HK sangat tidak suka dengan peminum minuman keras, seperti yang dilontarkannya, bahwa ia tidak akan membiarkan seorang pemabuk tinggal di rumahnya. Ia juga menegaskan kepada Istrinya kalau sejak awal ia sudah tidak menyukai Karang tinggal di rumahnya.
          Data 21 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang terlukis melalui tuturan Bunda HK ketika mengingat apa yang terjadi pada putrinya. Melati hanya terduduk. Namun, setelah itu satu demi satu keterbatasan itu mulai bermunculan dan seluruh kebahagiaan keluarga HK diambil satu persatu jua.
          Data 22 di atas merupakan tahap pemunculan konflik, yang terjadi di ruang makan keluarga HK. Ketika Tuan HK pulang dan melihat Karang masih berada di rumahnya dan seketika Tuan HK mengusir Karang. Tuan HK juga membentak istrinya, karena ia telah membohonginya, ternyata Karang belum juga pergi dari rumah mereka. Tanpa mau mendengarkan penjelasan dari istrinya, Tuan HK malah mendesis kencang kepada istrinya dan Karang.
3)        Peningkatan Konflik
Data 23 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang tergambar melalui tuturan salah seorang tim dokter yang memeriksa Melati. Setelah Melati menggigit jari salah seorang dari dokter yang memeriksanya, membuat tim dokter tersebut menjadi jengkel dengan mengeluarkan tuturan kepada Bunda Melati, kalau Melati tidaklah membutuhkan dokter ataupun psikiater melainkan Melati membutuhkan rumah sakit jiwa.
Data 24 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan saat terjadinya keributan antara Suster Tya, Bunda dan Melati ketika di meja makan. Melati semakin meronta dan menjadi-jadi, sampai-sampai ia memukul-mukul meja makan, sebagai ungkapan marahnya. Suster Tya mencoba menghentikan tangan Melati yang memukul meja, namun Melati tidak mau berhenti. Lalu, Bunda meminta Tya untuk membiarkan saja Melati melakukan hal tersebut.
Data 25 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dituturkan oleh Karang dengan menjawab tuturan dari Ibu tempat dia tinggal, yaitu dengan sinisnya Karang melontarkan pertanyaan balik terhadap apa yang disampaikan oleh Ibu tersebut, memangnya bantuan apa yang diharapkan dari orang yang terakhir kali bersama anak-anak, justru membunuh anak-anak tersebut.
Data 26 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui teriakan Karang kepada Qintan, yang menyatakan kepada Qintan untuk tetap berada di tempatnya, meskipun perahu yang mereka tumpangi sedang  diterpa ombak yang semakin besar dan putaran ombak yang kencang. 
Data 27 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui perdebatan yang terjadi antara Bunda Melati dengan Karang mengenai masalah Melati. Bunda mengatakan bahwa telah mengundang berpuluh-puluh dokter ternama, namum belum bisa membuat Melati dapat mengenal dunia dan sekitarnya. Namun, Karang malah dengan sinisnya berkata bahwa kalau tim dokter saja tidak dapat menyembuhkan Melati, kenapa malah sekarang berharap pada seorang pemabuk sepertinya. Bahkan ia pun berkata, hanya akan membuang-buang waktu saja menjumpainya, karena ia tidak dapat membantu apa-apa.
Data 28 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan melalui pertanyaan dingin yang dilontarkan oleh Karang kepada Nyonya HK, yaitu Apakah ia selalu makan seperti ini? Tidak ada bedanya dengan seekor binatang saat makan?. Mendengar ucapan Karang tersebut, Tuan HK pun berkata tajam, bahwa anaknya, buta dan tuli, jadi mana tau bagaimana cara makan yang baik. Namun, Karang malah mendesis tidak kalah tajamnya, dengan mengatakan bahwa meskipun Melati buta dan tuli bukan berarti ia tidak memiliki otak, karena hanya binatang yang tidak punya otaklah yang tidak memiliki adab makan.   
Data 29 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Karang menghardik Melati untuk makan dengan menggunakan sendok. Tetapi, yang dihardik malah mengamuk dan tidak mau menurut. Karena Melati tidak mau menurut, makanya Karang pun menyeret Melati dan tidak memberikan sarapan pagi itu untuk Melati. 
Data 30 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Karang meneriaki Melati untuk makan dengan sendok pada hari berikutnya. Namun, mana peduli Melati dan mana dengar Melati dengan teriakan Karang, meskipun Karang memukul meja. Melati malah semakin berteriak. Sampai-sampai Karang mencengkeram tangan Melati dan memaksanya memegang sendok dan garpu itu.
Data 31 di atas merupakan tahap peningkatan konflik, yang dilukiskan ketika Tuan HK meneriaki Karang untuk pergi secepatnya dari rumahnya. Namun, Bunda Melati mencoba menenangkan suaminya, dengan memberitahukan perkembangan terakhir yang dialami olrh Melati, kalau ia sudah bisa makan dengan menggunakan sendok dan Melati sudah bisa makan sambil duduk di kursi, belum selesai Bunda memberitahukan tentang keadaan Melati kepada suaminya, Bunda tiba-tiba berteriak dan sangat terkejut melihat kursi yang diduduki oleh Melati telah kosong. Melati entah kemana. Bunda pun panik.
4)        Tahap Klimaks
Data 32 di atas merupakan tahap klimaks, yang tergambar melalui tuturan salah seorang dari tim dokter yang memeriksa Melati dengan Nyonya HK. Keduanya sempat terjadi adu mulut yang hebat, ketika dokter tersebut meminta Tuan HK untuk membawa Melati ke unit konservasi kejiwaan. Namun, Nyonya HK tidak terima anaknya divonis mengalami gangguan kejiwaan, yang diungkapkannya dengan mengatakan bahwa Melati tidak gila secara berkali-kali. Namun, dokter tersebut pun ikut melontarkan kata-kata bahwa jika Melati tidak gila dia tidak akan mungkin menggigit jari orang lain.
          Data 33 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika kegaduhan yang terjadi di meja makan semakin menjadi-jadi, sampai Melati pun melemparkan piring makannya ke lantai sampai pecah. Suster Tya menerik tangan Melati agar ia tidak mencari barang lain untuk dilemparnya. Bunda pun ikut memegangi tangan Melati yang satunya lagi. Namun, Melati tidak berhenti, ia tetap berteriak dan meronta-ronta.
          Data 34 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika pertengkaran mulut yang terjadi antara Karang dan Ibu-ibu di tepat ia tinggal. Ibu tersebut mendesak Karang untuk dapat menemui orang yang telah mengirimkan surat ketujuh kali untuknya dalam seminggu terakhir ini yang sama sekali tidak pernah dibaca oleh Karang. Namun Karang malah menjawab dengan ketusnya bahwa untuk apa ia harus menemui keluarga itu, tidak ada gunanya.
          Data 35 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya percakapan antara Karang dengan Qintan ketika perahu yang mereka tumpangi akhinya harus terbalik dalam ombak yang besar. Seketika itu pula Karang beserta anak-anak dan nahkota ikut terjerembab ke dalam laut, dan ketika Karang tersadar saat melihat boneka panda milik Qintan mengapung di dekatnya, ia baru teringat dimana Qintan. Ketika itu juga Karang melihat Qintan mengapung dan mendekap tubuh kecil Qintan, dengan berbisik Qintan mengatakan bahwa ia takut, ia pun mengatakan bahwa ada cahaya, dan mama papanya datang, datang menjemputnya. Qintan pun menyunggihkan senyum terakhir kepada Karang. Qintan pun terkulai dalam pelukan Karang, ia telah pergi.
          Data 36 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan dalam tuturan Bunda Melati, ketika menceritakan kepada Karang tentang kondisi Melati yang sebenarnya agar Karang membuka hatinya untuk mau membantu kesembuhan Melati. Bahkan, Bunda menangis terisak-isak di hadapan Karang. Namun, Karang sama sekali tidak luluh dan tidak memperdulikan Nyonya HK.
          Data 37 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya keributan di ruang makan milik keluarga Tuan HK. Karang mendesis kepada Melati untuk makan dengan tangan, ia harus menggunakan sendok. Melati pun berteriak marah dan mengamuk membanting sendok yang diberikan Karang. Namun , Karang pun tidak mau kalah, ia memindahkan mangkuk yang ada dihadapan Melati. Lalu, Karang mencengkeram tangan Melati dan menyeretnya menjauhi meja makan. Seketika itu juga Tuan HK membentak, agar Karang melepaskan putrinya. Puncaknya, ketika Tuah HK habis kesabarannya dan mengusir Karang dari rumahnya, serta meminta Salamah untuk memanggilkan penjaga depan untuk menyeret Karang pergi dari hadapannya.
          Data 38 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika Karang mulai marah karena Melati tidak mau menurut dengannya. Karang mendesis galak dan menyeret tubuh Melati dengan paksa, lalu melemparkan tubuh Melati hingga terduduk di sudut ruangan serta sebagai hukumannya Melati tidak diberikan sarapan oleh Karang.
          Data 39 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya kegaduhan antara Melati dan Karang. Ketika Melati yang diminta Karang untuk makan dengan menggunakan sendok, namun ia tidak mau menuruti perkataan Karang. Lalu, Melati mencoba berlari, namun gagal. Ia malah terbanting ke lantai karena tersangkut sandal kepala kelincinya sendiri. Melati pum merintih kesakitan.  Bahkan, ketika Bunda mencoba membantu Melati untuk bangun, Karang tidak membolehkannya. Karang malah semakin membentak Melati bahwa tidak ada gunanya Melati marah, berteriak, memaki-maki, menyumpah-nyumpah atau bahkan lari, tidak akan ada yang membantunya.
          Data 40 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika terjadinya kegaduhan di ruang makan, saat Tuan HK mengetahui siapa Karang sebenarnya. Tuan HK berteriak marah, bahwa ia sudah mengetahui siapa Karang sebenarnya, tentang kematian delapan belas anak-anak yang tenggelam di lautan, yang lebih ia tidak suka karena Karang seorang pemabuk, dan ia tidak pernah setuju seorang pemabuk mengajari putrinya. Namun, Karang malah dengan santainya menyeringai dan mengatakan kalau tambah satu orang lagi yang mengetahui tentangnya. Lantas membuat Tuan HK benar-benar marah dan mengusir Karang untuk pergi sekarang juga dari rumahnya.
          Data 41 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika Bunda Melati mengingat kembali apa yang dialami oleh putri semata wayangnya. Melati pelan-pelan mulai buta, lalu minggu berikutnya Melati pun tuli. Keluarga HK sangat terpukul atas apa yang dialami oleh Melati, putri mereka yang lucu, menggemaskan, kini menjadi tuli dan buta.
          Data 42 di atas merupakan tahap klimaks, yang dilukiskan ketika Bunda Melati mendapati Melati di taman dan basah kehujanan. Bunda amat cemas, namun Karang malah melarang Bunda untuk mengusik Melati yang menjulurkan tangannya dalam hujan tersebut. Ternyata, Karang memahami sudah bahwa cara yang selama ini dicari sebagai media untuk membuat Melati dapat mengenal dunianya adalah dengan air. Melati dapat memahami dan merasakan sesuatu melalui air yang jatuh di telapak tangannya.


5)        Tahap Penyelesaian
          Data 43 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang tergambar melalui percakapan antara Salamah dan Nyonya HK. Salamah menyarankan kepada Bunda Melati untuk dapat segera menggantikan baju yang dipakainya yang telah basah terkena oleh air jeruk karena kelalaian Salamah. Namun, bunda Melati yang memiliki sikap penyayang yang tinggi, tidak mempermasalahkan hal tersebut, tetapi malah mengatakan kepada Salamah, bahwa setelah sarapan saja bajunya diganti.   
          Data 44 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang tergambar melalui percakapan antara Kinasih dan Nyonya HK. Kinasih memberikan motivasi dan semangat kepada Bunda Melati bahwa Melati pasti akan baik-baik saja, asalkan Bunda tetap yakin akan kesembuhan Melati, Kinasih pun meyakinkan Bunda bahwa suatu saat Melati pasti akan dapat memanggilnya dengan panggilan Bunda, bahkan Melati akan bisa memeluk dan menyatakan cintanya kepada beliau. Lalu Bunda pun mengucapkan terimakasih atas semangat yang diberikan oleh Kinasih. 
          Data 45 di atas merupakan tahap penyelesaian, yaitu ketika Bunda meminta Salamah untuk membersihkan beling pecahan piring yang telah pecah dilempar oleh melati, agar pecahan beling tersebut tidak melukai Melati. Bahkan, Tuan HK pun meminta Suster Tya untuk tidak terlalu keras pada putrinya, Melati.
          Data 46 di atas merupakan tahap penyelesaian, yaitu ketika Ibu-ibu di tempat Karang tinggal meminta Karang untuk berdamai dengan masa lalunya, karena jalan hidupnya masih panjang dan masih banyak yang membutuhkan bantuannya di luar sana, salah satunya adalah keluarga yang seminggu terakhir ini selalu mengirimkan surat kepadanya.
          Data 47 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan Bunda Melati ketika berada di tempat Karang. Bunda tidak mengaharapkan keajaiban agar Melati normal seperti anak-anak lain seusianya, karena itu mastahil. Namun, yang ia harapkan hanyalah agar Melati dapat memiliki cara untuk mengenal dunianya, mengenal orang tuanya, dan mengenal siapa Penciptanya.
          Data 48 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan Karang ketika diusir oleh Tuan HK. Ia mendesis pelan dengan mengatakan bahwa untuk pagi itu, ia akan pergi. Namun, untuk esoknya ia pasti akan kembali lagi. Ia telah memutuskan untuk membantu agar Melati dapat berkomunikasi dengan dunianya. Karang hanya meminta agar Tuan dan Nyoya HK tidak protes terhadap usahanya untuk menyembuhkan Melati.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        
          Data 49 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan Karang ketika membelai rambut ikat Melati dalam dekapannya, dengan mengatakan bahwa dia dan Melati akan membuat keadilan itu telihat, yaitu keadilan untuk Melati agar dapat berkomunikasi dengan dunianya, dan Karang kembali menyakinkan Melati akan kesembuhan tersebut.
          Data 50 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui percakapan antara Tuan Hk dengan Nyonya HK. Tuan HK meminta maaf karena telah membentak istrinya. Namun, Tuan HK telah mengambil keputusan akan mengusir Karang malam ini juga, karena ia tidak mau pemuda berbahaya itu menghabiskan waktunya di rumah dia selama ia pergi. Tetapi, Nyonya HK membujuk suaminya agar mengizinkan supaya dia saja yang mengatakannya kepada Karang, karena ia tidak mau suaminya sampai adu mulut dengan Karang.
          Data 51 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis melalui tuturan Karang dengan meminta kepada Bunda HK untuk tetap tinggal di rumah tersebut agar bisa mengusahakan kesembuhan Melati, dia juga berjanji jika 21 hari sebelum Tuan HK kembali, Melati belum juga dapat disembuhkan, maka ia sendiri yang akan pergi, ia juga berjanji akan memperbaiki banyak hal yang tidak disukai oleh Tuan HK dan anggota rumah tersebut. Namun, Bunda tetap meminta Karang untuk pergi dan membiarkan Melati dengan segala keterbatasannya.
          Data 52 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Karang menuliskan satu demi satu huruf ke telapak tangan Melati lalu dengan pelan Karang melafalkan huruf-huruf tersebut dengan mendekatkan telapak tangan Melati ke mulutnya. Dengan cara inilah Melati dapat memahami dunianya, mengenal Ayah Ibunya, Karang dan Yang Menciptakannya.
          Data 53 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Mamang Jeje menyatakan kalau ia tidak akan pernah lelah untuk memotong rumput di taman, asalkan ia bisa selalu melihat Melati berlarian di atasnya. Ternyata perjuangannya selama tiga tahun dapat dinikmati oleh Melati.
          Data 54 di atas merupakan tahap penyelesaian, yang terlukis ketika Karang berjalan bersama dengan Kinasih. Ketika karang menyatakan kepada Kinasih kalau ia juga sangat merindukannya. Lalu disusul oleh dengkingan suara klakson kapal pesiar. Maka saat itulah awal merajut kembali semua cerita.
BAB V
PENUTUP
5.1         Simpulan
          Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan tentang struktur alur yang dibangun dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, terdapat 54 data yang merupakan tahapan alur dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye, terbagi atas 5 tahapan alur, yaitu (1) tahap penyituasian yang terdapat dalam 9 kutipan data, (2) tahap pemunculan konflik yang terdapat dalam 13 kutipan data, (3) tahap peningkatan konflik yang terdapat dalam 9 kutipan data, (4) tahap klimaks yang terdapat dalam 11 kutipan data, dan (5) tahap penyelesaian yang terdapat dalam 12 kutipan data. Berdasarkan data tersebut, tahapan alur yang paling banyak dimunculkan penulis dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye adalah tahap pemunculan konflik.

5.2     Saran
          Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yaitu sebagai berikut :
1)            
56
 
Melalui penelitian ini, diharapkan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk dapat memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai struktur atau tahapan sebuah alur cerita, khususnya novel kepada para siswa. Sehingga siswa dapat memahami secara baik akan setiap tahapan alur dalam suatu cerita, yang memudahkan siswa dalam memahami sebuah cerita yang dibacanya.
2)             Melalui penelitian ini juga, diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar lebih mendalami tentang berbagai tahapan alur yang terdapat dalam sebuah karya sastra berbentuk fiksi, sehingga dapat memperkaya wawasan di bidang telaah sastra dalam hal makna tersirat dari karya sastra tersebut. Dengan luasnya wawasan akan mempermudah mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3)             Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan juga kepada prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar memperhatikan lagi materi perkuliahan tentang tahapan alur dalam karya sastra berbentuk fiksi melalui berbagai cara, misalnya dengan menyajikan bahan bacaan yang bermutu dan tenaga pendidik yang berkualitas serta ahli dibidangnya.





















DAFTAR PUSTAKA

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps.

Kosasih, Encang. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Kutha Ratna, Nyoman. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Moleong, Laxy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Jakarta: Gajah Mada University Press.

Panitia Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.

Santosa, Wijaya Heru dan Wahyuningtyas, Sri. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa
                           Surakarta: Yuma Pustaka.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Penggantar teori sastra. Jakarta: PT. Grasindo.

Liye, Tere. 2006. Novel Moga Bunda Disayang Allah. Jakarta: Republika.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.


58
 
 

1 komentar: