PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan salah
satu mata pelajaran yang diajarkan dan terdapat dalam kurikulum pembelajaran
pada SMA. Selain itu, pebelajaran Bahasa Indonesia juga sangat penting untuk diperhatikan,
baik oleh para pengajar maupun oleh siswa, hal ini dikarenakan materi yang
diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia sangat banyak dapat diterapkan oleh
para siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu aspek yang diajarkan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kepada siswa SMA adalah menulis. Melalui
keterampilan menulis siswa dapat menuangkan gagasan dan ide yang dimilikinya
melalui media tulisan. Gagasan dan ide tersebut tidak dengan mudah dapat
tertuang dalam kata-kata dan kalimat atau bahkan ke dalam paragraf dan wacana,
namun memerlukan suatu keterampilan menulis tersendiri yang dapat mewujudkan
akan hal tersebut. Kegiatan menulis tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan, namun membutuhkan daya pikir dan imajinasi yang tinggi. Terlepas dari
semua itu, seorang penulis haruslah memiliki ilmu tentang kebahasaan.
1
|
Naskah
drama yang lahir dari imajinasi seorang penulis, tentunya memiliki beragam
bentuk dan dengan kekhasan tersendiri. Salah satunya adalah drama berstruktur
teks anekdot. Drama jenis ini dihasilkan dari tangan-tangan penulis handal
melalui imajinasinya dengan mengumpulkan sederet kata dan kalimat yang akan
dijadikan dialog dalam drama yang berisi pengalaman seseorang atau bahkan pengalaman
dirinya sendiri yang tidak biasa.
Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan
tujuan untuk menghibur si pembaca melalui dialog-dialog dalam naskah drama.
Menulis
drama berstruktur teks anekdot adalah salah satu materi pembelajaran yang mengharuskan
siswa untuk berpikir ekstra dalam mengemukakan berbagai pengalaman yang
dimilikinya atau imajinasinya tentang pengalaman yang tidak biasa. Siswa harus
dapat menyusun kata-kata dalam bentuk cerita yang bersifat lucu dan dapat
menarik perhatian pembaca. Kata-kata tersebut dituangkan oleh siswa dalam
bentuk tulisan sehingga tersusunlah dialog-dialog atau percakapan antartokoh
dan menghasilkan sebuah drama berstruktur teks anekdot.
Drama
berstruktur anekdot merupakan jenis drama yang unsur dramanya berupa dialog yang
disusun atas perpaduan kata-kata yang dapat menarik minat pembaca dan dapat
menghibur si pembaca. Melalui materi pembelajaran tentang menulis drama
berstruktur anekdot, siswa SMA akan dapat lebih memahami bagaimana seharusnya siswa
menyusun kata-kata dalam menulis naskah drama.
Dari uraian
pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah
”Kemampuan Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam Menulis Drama Berstruktur
Anekdot”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan siswa kelas X SMA
Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur teks
anekdot?
1.3
Tujuan
Penelitian
Sehubungan dengan rumusan
masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
data tentang kemampuan
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama
berstruktur teks anekdot.
1.4
Manfaat
Penelitian
Berdasarkan
uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas,
penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis dan praktis.
Secara
teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
kajian dan informasi yang berarti tentang kemampuan siswa dalam menulis drama
berstruktur teks anekdot.
Selanjutnya,
secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
1)
Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang menulis drama berstruktur teks
anekdot dan untuk lebih memotivasi
potensi yang ada dalam diri peneliti.
2)
Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para siswa dalam aspek
menulis, khususnya menulis naskah drama berstruktur anekdot.
3)
Bagi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1
Kutablang, hasil penelitian ini
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan guru dalam menghadapi permasalahan
ketika pembelajaran di kelas terutama permasalahan yang berkaitan dengan
kesulitan para siswa dalam menulis naskah drama berstruktur teks anekdot.
4)
Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai pengembangan proses pengajaran Bahasa Indonesia dalam
meningkatkan keterampilan menulis bagi siswa SMA Negeri 1 Kutablang.
5)
Bagi mahasiswa lain, hasil penelitian ini dapat
memberi informasi dan pendalaman ilmu serta pengetahuan mengenai bidang
kebahasaan, khususnya tentang menulis drama berstruktur teks anekdot.
1.5
Anggapan
Dasar dan Hipotesis Penelitian
1.5.1
Anggapan Dasar Penelitian
Anggapan
dasar dalam penelitian ini berfungsi untuk memperoleh gagasan tentang letak
persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini
peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat tentang kedudukan
permasalahannya, sehingga menjadi tumpuan peneliti dalam melaksanakan
penelitian.
Menurut
Arikunto (2006:65), bahwa ”Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam
pelaporan hasil penelitian nanti”.
Maka,
yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1)
Menulis drama berstruktur teks anekdot merupakan
salah satu materi yang diberikan oleh guru kepada siswa kelas X SMA Negeri 1
Kutablang Kabupaten Bireuen.
2)
Melalui materi menulis drama berstruktur teks
anekdot, dapat menambah kemampuan siswa dalam menulis, khususnya menulis tulisan
berbentuk dialog-dialog percakapan berbentuk naskah drama.
3)
Menulis drama berstruktur teks anekdot juga
dapat menjadikan siswa agar mengetahui dan memahami berbagai bentuk tulisan
yang tergolong ke dalam naskah drama berstruktur anekdot, serta membantu siswa
agar dapat dengan mudah menulis.
1.5.2
Hipotesis Penelitian
Hipotesis
merupakan jawaban sementara yang masih perlu pembuktiannya. Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Arikunto (2006:71), bahwa ”Hipotesis adalah suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul”. Sejalan dengan pendapat Arikunto
tersebut, yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
kelas X SMA Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama
berstruktur teks anekdot masih kurang.
1.6
Definisi
Operasional
Supaya adanya kesamaan penafsiran antara pembaca dan penulis terhadap
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis menguraikan
beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1)
Kemampuan
adalah kesanggupan siswa dalam menulis drama berstruktur teks anekdot.
2)
Menulis
adalah proses menuangkan ide ke dalam bentuk drama
berstruktur teks anekdot.
3)
Drama
adalah karya seni berupa dialog yang dipentaskan.
4)
Berstruktur
adalah mempunyai struktur atau susunan teks anekdot.
5)
Teks
adalah bagian terbesar dalam satuan bahasa, yang terdiri atas gabungan beberapa
paragraf dan memuat pengalaman seseorang.
6)
Anekdot
adalah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa
tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si
pembaca.
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Menulis
Menulis
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara menuangkan gagasan dan ide
yang dimiliki oleh seorang penulis. Gagasan dan ide tersebut dituangkan dalam
bentuk tulisan melalui media bahasa. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang
membutuhkan kemahiran berbahasa yang baik, sehingga menghasilkan tulisan yang
baik pula.
Menurut Djuharie (2005:120), menyatakan bahwa ”Menulis
merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatih”. Maksudnya, jelas
bahwa keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang
memerlukan latihan untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik, hal ini
dikarenakan menulis merupakan salah satu proses berpikir yang hanya dapat dihasilkan
melalui media tulisan.
7
|
Menurut Jakob Sumarjo (dalam
Komaidi, 2011:5), menyatakan bahwa ”Menulis merupakan suatu proses melahirkan
tulisan yang berisi gagasan”. Dapat dipahami bahwa kegiatan menulis adalah
salah satu kegiatan yang terwujud dalam bentuk bahasa tulis yang dihasilkan dari
gagasan/ide seseorang.
Sedangkan menurut Bobbi DePorter
(dalam Komaidi, 2011:22), mengatakan bahwa ”Menulis adalah aktivitas seluruh
otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri
(logika)”. Dapat dipahami bahwa menulis merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
otak dan dapat terwujud melalui proses berpikir, dengan menggunakan perasaan
dan kebenaran yang diproses di otak, lalu tertuang dalam bentuk tulisan/bahasa
tulis seorang penulis.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu keterampilan
berbahasa yang dilakukan dengan cara menuangkan ide, gagasan, perasaan dan
kebenaran yang dihasilkan melalui proses berpikir dalam bentuk bahasa tulisan
sehingga orang lain yang membaca dapat memahami isi tulisan tersebut dengan
baik.
2.2 Pengertian Drama
Drama merupakan
suatu karya cipta seorang penulis yang diterbentuk dari diolog-dialog antar
tokoh dan memiliki suatu pesan moral di dalamnya. Selain itu, pada hakikatnya drama
merupakan suatu seni yang dapat dipentaskan oleh lakon/akting para tokoh dalam dialog-dialog tersebut.
Menurut Soemanto
(dalam Endraswara, 2011:11), menyatakan bahwa ”Drama berasal dari bahasa
Prancis, yaitu drame yang artinya
lakon serius dan berupa seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh”. Dapat
dipahami bahwa, drama merupakan seni yang membutuhkan akting atau lakon para
tokoh dengan berbagai dialog yang diperankannya dengan penuh penghayatan dan
pendalaman makna dari dialog yang diperankan tersebut.
Menurut Aristoteles
(dalam Endraswara, 2011:12), mengungkapkan bahwa ”Drama adalah ’a representation of an action’.” Maksudnya,
drama merupakan suatu tindakan yang akan menjadi akting.
Menurut Wood
dan Attfield,
(dalam Sariana, 2010:60, yang dikutip dalam blog ewinksuarahati), menyatakan
bahwa ”Drama
adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniru gerak
pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang
dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan
situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dalam
rangkaian cerita tertentu”. Dapat dipahami bahwa drama merupakan lakon yang
diperankan oleh seseorang sesuai dengan dialog yang telah ditulis oleh penulis
naskah, baik berupa karakter maupun situasi seorang tokoh dalam cerita tersebut.
Lalu,
menurut Zaidan (1994: 60, dalam blog ewinksuarahati), menyatakan bahwa ”Drama
adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan
di atas pentas”. Jelas bahwa drama merupakan salah satu jenis sastra yang
terbentuk atas dialog-dialog antartokoh dan dipertontonkan di atas pentas atau
panggung.
Berdasarkan beberapa
pendapat pakar tentang drama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa drama
merupakan sederet kisah hidup manusia yang dilakokan oleh seseorang di atas
pentas, yang berisi sederet dialog percakapan antartokoh dan diperankan sesuai
dengan karakter tokoh serta situasi dalam naskah.
2.3 Unsur-unsur Pembangun Drama
Sebuah drama yang baik, tentunya dibangun atas berbagai unsur yang dapat
mendukung terbentuknya drama yang baik pula. Unsur-unsur tersebut merupakan
suatu hal yang dapat menjadikan drama tersebut dapat dinikmati oleh pembaca
naskahnya atau penonton berbagai adegan yang diperankan oleh tokoh sesuai
dengan naskah.
Menurut
Fatmawati (2012:12, dalam blog aladzaniart), menyatakan bahwa ”Drama
dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, yaitu:
1)
Unsur
Intrinsik Drama
Menurut Fatmawati, (2010:12, dalam
blog aladzaniart) unsur intrinsik drama terdiri dari:
(1) Alur
Sebagaimana pada cerita rekaan, alur disebut juga plot,
jalan cerita, atau struktur naratif. Demikian pula alur drama disebut juga
struktur drama. Berkaitan dengan drama anak-anak, maka alur drama anak-anak
adalah rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. Sedangkan
struktur drama anak-anak digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu (a) perkenalan,
(b) penajakan laku, (c) klimaks, (d) leraian, dan (e) keputusan.
Alur atau struktur drama anak-anak pada umumnya mengandung 5
bagian rangkaian peristiwa, yaitu perkenalan, komplik, klimaks, anti klimaks,
dan penyelesaian.
(2) Tema
Tema pada drama terdapat dalam keseluruhan teks. Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita drama, jadi penentuan tema suatu
drama dilakukan berdasarkan keseluruhan teks yang bersangkutan tidak hanya
berdasarkan pada bagian tertentu.
(3) Tokoh
Tokoh pada drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan
(tokoh pembantu). Tokoh utama terbagi tiga,yaitu tokoh pratagonis, tokoh
antagonis, dan tokoh tritagonis. Tokoh pratagonis adalah tokoh yang berwatak
baik atau tokoh yang mempunyai masalah atau tokoh penggerak cerita. Tokoh
antagonis adalah tokoh yang berwatak jahat atau tokoh yang seiring dengan tokoh
pratagonis dan selalu bersama. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang bertindak
sebagai pelerai. Tokoh ini dapat berupa manusia dan bathin manusia itu sendiri.
(4) Latar
Latar atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa.
(5) Dialog
Dialog adalah unsur penting dalam drama, karena dialog merupakan ciri khas
suatu naskah drama.
(6) Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan bentuk penyampaian bahasa, bahasa yang
dimaksud adalah bahasa yang mudah dimengerti, bisa berupa bahasa formal maupun bahasa
sehari-hari.
2)
Unsur Ekstrinsik
Drama
Menurut Yusi Rosdiana (2007:8.22, dalam blog aladzaniart),
unsur ekstrinsik drama
terdiri dari:
(1) Biografi Pengarang
Biografi pengarang merupakan latar belakang kehidupan
pengarang naskah drama. Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai
isi karangan yang dibuat.
(2) Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan
binatang. Psikologi juga dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental
yang normal maupun yang tidak normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu
pengetahuan tentang gejala dan berbagai kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang
harus mampu menguasai psikologi karangan sastra yang dibuatnya.
(3) Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai
struktur sosial dan proses-proses sosial. Pengarang dalam menulis drama juga
dipengaharui oleh status lapisan masyarakat tempat asalnya, kondisi ekonomi,
dan realitas sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sebuah drama yang baik dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik suatu drama berupa alur, tema, tokoh, latar, dialog
dan gaya bahasa, sedangkan unsur ekstrinsik suatu drama berupa biografi
pengarang, psikologi, dan sosiologinya.
2.4 Struktur Drama
Sama halnya dengan karya sastra lain, drama juga memiliki strukturnya
tersendiri. Struktur tersebutlah yang membangun lakon menjadi semakin menarik,
hal ini dikarenakan lakon pun harus mempunyai struktur yang jelas.
Menurut
Endraswara (2011:20), menyatakan bahwa ”Struktur baku sebuah drama adalah:
1)
Babak
Babak merupakan
pembentuk keutuhan kisah kecil dalam drama. Babak dalam naskah drama adalah
bagian dari naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di
satu tempat pada urutan waktu tertentu.
2)
Adegan
Adegan dalam drama adalah bagian dari babak yang batasnya
ditentukan oleh perubahan peristiwa berhubung datangnya atau perginya seorang
atau lebih tokoh cerita ke atas pentas.
3)
Dialog
Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan
antara satu tokoh dengan yang lain.
Dalam dialog ada yang disebut dengan istilah monolog. Monolog
merupakan kata-kata pelaku pada dirinya sendiri.
4)
Prolog
Prolog merupakan bagian naskah yang ditulis pengarang pada
bagian awal, biasanya memuat pengenalan pemain. Namun, pada dasarnya prolog
adalah pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan atau
pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.
5)
Epilog
Epilog adalah penutup drama. Bagian ini, biasanya diisi oleh
pembawa acara atau anouncer, yang
memuat kilas balik dan sekedar menyimpulkan isi drama. Epilog akan akan
memberikan simpulan nilai drama.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur
sebuah drama terdiri atas babak, adegan, dialog, prolog dan epilog. Dengan
adanya kelima struktur tersebut dalam sebuah drama barulah drama tersebut
terangkai menjadi sebuah cerita yang unik.
2.5 Jenis-jenis Drama
Drama yang merupakan salah satu karya sastra juga memiliki pembagian
tersendiri. Jenis tersebut dapat membedakannya dengan ragam yang lain. Menurut
Yusi
Rosdiana, (2007:8.7, dalam heycamellia.blogspot.com) membagi jenis-jenis
drama dalam beberapa aspek, antara lain:
1)
Ditinjau dari Aspek Jumlah Pelaku
Berdasarkan
aspek jumlah pelaku dalam drama, maka drama terbagi menjadi dua, yaitu:
(1)
Drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh beberapa
orang tokoh, misalnya tiga orang pelaku atau lebih.
(2)
Drama monolog, yaitu drama yang dipentaskan oleh
seorang pemain saja, biasanya berupa dialog tokoh dengan batinnya sendiri.
2)
Ditinjau dari Aspek Kuantitas Waktu
Pementasan
Berdasarkan
aspek kuantitas waktu pementasan drama, maka drama terbagi menjadi dua, yaitu:
(1)
Drama pendek, yaitu teks drama
anak-anak yang terdapat satu babak dalam kisahan ceritanya dan jika dipentaskan
hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini menuntut
pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam gaya,
latar, dan pengaluran.
(2)
Drama panjang, yaitu drama yang terdiri
dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika
dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang (misalnya 2 jam).
3)
Ditinjau dari Aspek Alur Peristiwa
(1)
Drama dukaria, yaitu teks drama
anak-anak yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan.
(2)
Drama tragedi, yaitu drama yang
menyebabkan para penonton merasa belas kasihan dan ngeri sehingga mereka
mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan
dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis.
(3)
Drama komedi dan melodrama, yaitu drama
yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka
dan lucu.
4)
Ditinjau dari Aspek Kehidupan
(1)
Drama domestik, yaitu drama yang
menceritakan tentang kehidupan rakyat biasa.
(2)
Drama borjuis, yaitu drama yang menceritakan
tentang kehidupan kaum bangsawan.
5)
Ditinjau dari Aspek Media Pementasan
(1)
Drama radio, yaitu drama yang hanya
dapat didengar suaranya melalui media udara.
(2)
Drama televisi, yaitu jenis drama yang
dipertontonkan di layar kaca, dapat didengar suaranya dan dapat dilihat
aktingnya.
(3)
Drama pentas (drama panggung), yaitu
jenis drama yang biasa ditemukan di atas pentas.
6)
Ditinjau dari Aspek Keaslian Penciptaan
Teks Drama
(1)
Drama asli, yaitu drama yang dikarang
oleh pelaku pementasan.
(2)
Drama terjemahan, yaitu drama yang
disalin dari bahasa lain dan dari pengarang lain.
7)
Ditinjau dari Aspek Sikap Tokoh Terhadap
Naskah
(1)
Drama modern, yaitu drama yang berasal
dari pengarang lain dan teks telah dipersiapkan terlebih dulu.
(2)
Drama tradisional, yaitu jenis drama
yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turun-temurun
serta tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu.
Selain
jenis-jenis drama di atas, terdapat beberapa jenis drama
anak-anak yang ditinjau dari aspek cara menyajikannya, yaitu:
1)
Drama pantomim, yaitu drama yang dipentaskan dengan
tidak menggunakan pengucapan kata (drama bisu), tetapi hanya menggunakan sikap
dan gerak serta diiringi musik.
2)
Drama tablo, yaitu drama yang
dipentaskan tanpa gerak dan pengucapan kata oleh para pelaku, dan merupakan
seni preposisi dengan komposisi sikap para pelaku serta diikutkan seorang
narator untuk memberi prolog atau keterangan cerita.
3)
Drama kreatif, yaitu drama informal
yang dibuat oleh anak dan untuk partisipan. Drama kreatif dapat ditampilkan di
depan kelas dengan cara mengambil cerita anak-anak yang berasal dari bacaan,
alurnya dikembangka sendiri sehingga tidak perlu ada teks drama.
4)
Sandiwara boneka, yaitu drama yang
dilakukan pemeran dengan menggunakan bentuk boneka yang pada dasarnya hanya
mewakili pemeran sebenarnya. Pemeran yang sebenarnya adalah orang yang
menggerakkan boneka tersebut.
5)
Drama bacaan, yaitu suatu pementasan
dramatis yang diformalisasikan dari teks drama oleh kelompok pembaca.
Masing-masing pemeran memegang satu peran dan membaca karakter yang digariskan
dalam teks drama.
6)
Drama opera, yaitu bentuk drama panjang
yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dan biasanya dinyanyikan dengan
musik.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa drama terbagi berdasarkan
tujuh aspek, yaitu aspek jumlah pelaku, aspek kuantitas waktu pementasan,
aspek alur peristiwa, aspek kehidupan, aspek media pementasan, aspek keaslian penciptaan
teks drama, dan aspek sikap tokoh terhadap naskah.
2.6 Pengertian Teks Anekdot
Teks
anekdot adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa
tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si
pembaca.
Dalam heycamellia.blogspot.com,
menjelaskan bahwa anekdot adalah ”Sebuah cerita singkat, lucu dan
menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya”. Maksudnya,
anekdot merupakan sebuah naskah yang disajikan berdasarkan kejadian nyata yang
melibatkan orang-orang sebenarnya, dan di suatu tempat yang dapat
diidentifikasi. Selain itu, dapat juga menghibur, tetapi anekdot bukanlah lelucon,
karena tujuan utamanya adalah tidak hanya untuk membangkitkan tawa, tetapi
untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang lebih umum daripada kisah singkat itu
sendiri, atau untuk melukiskan suatu sifat karakter dengan ringan.
Berdasarkan penjelasan di atas,
maka dapat dipahami bahwa anekdot
adalah sebuah cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin menggambarkan
kejadian atau orang sebenarnya. Dengan demikian teks anekdot merupakan cerita
narasi ataupun percakapan yang lucu dengan berbagai tujuan, baik hanya sekadar
hiburan atau senda gurau, sindirin, atau kritik tidak langsung.
2.7 Struktur
Teks Anekdot
Struktur merupakan unsur-unsur yang
menjadi landasan dasar sehingga terbentuknya sebuah teks anekdot yang baik. Dalam
heycamellia.blogspot.com menjelaskan bahwa ”Pada umumnya teks anekdot terdiri
atas lima bagian, yaitu:
1)
Abstrak
Abstrak adalah bagian di awal paragraf
yang berfungsi memberi gambaran tentang isi teks. Biasanya bagian ini
menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks. Dapat dipahami bahwa abstrak
merupakan bagian pertama dalam teks yang dapat mendeskripsikan tentang
keseluruhan dari teks tersebut.
2)
Orientasi
Orientasi adalah bagian yang
menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa
terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detil di bagian ini. Maksudnya,
jelas bahwa orientasi merupakan bagian dalam teks yang menggambarkan kejadian
awal yang terjadi dalam suatu teks.
3)
Krisis
Krisis adalah bagian ini adalah bagian
terjadinya suatu hal atau masalah yang unik dan tidak biasa, yang terjadi pada
si penulis atau orang yang diceritakan. Maksudnya, krisis merupakan bagian
dalam teks yang menggambarkan tentang suatu hal yang berbeda dari yang lain
yang dialami oleh tokoh dalam teks.
4)
Reaksi
Reaksi adalah bagian yang berisi
tentang bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis tersebut menyelesaikan
masalah yang timbul di bagian krisis tadi. Maksudnya, jelas bahwa reaksi
merupakan bagian dalam teks yang menceritakan tentang bagaimana sang tokoh
menyelesaikan berbagai masalah yang telah muncul.
5)
Coda
Coda merupakan bagian akhir dari cerita
unik tersebut. Bisa juga dengan memberi kesimpulan tentang kejadian yang
dialami penulis atau orang yang ditulis. Dapat dipahami bahwa coda adalah
bagian dalam teks yang menjadi bagian terakhir yang berisi tentang kesimpulan
dari berbagai masalah yang dialami sang tokoh dalam teks dan bisa juga
mendeskripsikan tentang pesan moral.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa struktur pembangun teks anekdot terbagi atas lima bagian,
yaitu abstrak, orientasi, krisis, reaksi, dan coda.
2.8 Ciri-ciri
Teks Anekdot
Teks
anekdot juga memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat membedakannya dengan
jenis teks lainnya. Dalam heycamellia.blogspot.com menjelaskan bahwa teks
anekdot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Aspirasi (opini)
2)
Menyindir (sarkasme)
3)
Tokohnya Faktual
4)
Memiliki alur/plot
5)
Memiliki latar waktu, tempat, dan latar suasana
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa teks anekdot memiliki ciri-ciri yang unik, yaitu bisa berupa
opini dari seorang penulis naskah, bisa berupa kata-kata yang penuh dengan
sindiran dalam naskah tersebut, bisa juga dikarenakan adanya tokoh yang terkenal,
dan dianggap penting, selain itu bisa juga teks anekdot terbentuk dari urutan
peristiwa yang menarik atau bahkan lucu, dan teks anekdot juga mempunyai latar
kejadian dalam naskah.
2.9 Contoh
Teks Drama Berstruktur Anekdot
Teka-teki Suksesi
Seorang
wakil presiden di masa Orde Baru, sebut saja namanya Tresno. Sebagai wakil
presiden yang baik, ia ingin belajar dari Lee Kuan Yew bagaimana caranya
memilih Menteri yang pintar. Maka dia datang ke Singapura diam-diam.
Tresno : ”Bagaimana caranya
memilih Menteri yang pintar, Pak Lee??” Tanya Tresno.
Lee : ”Gampang”, jawab Lee.
”Kita test saja kecerdasannya”.
Lalu,
tokoh Singapura itupun memanggil perdana menterinya, Goh Chok Tong. Lee
mengajukan satu pertanyaan yang harus dijawab Goh dengan cepat dan tepat :
Lee : ”Hai, Chok Tong, misalkan orang tuamu
punya anak tiga orang, Siapakah gerangan anak yang bukan kakakmu, dan Bukan
pula adikmu?” Tanya Lee.
Goh Chok Tong : Goh menjawab dengan tangkas, ”Ya itu
saya sendiri.”
Lee : Lee bertepuk tangan, ”Angka 10 untuk
Goh. Sebab itu dia kupilih!”
Tresno
sangat terkesan dengan cara memilih gaya Lee Kuan Yew ini. Dia pulang ke Jakarta dan segera mau menguji
Moko.
Tresno :
”Pak Moko,” kata Tresno,
”Saya ingin menguji sampeyan. Ada
satu pertanyaan yang harus sampeyan jawab: Misalkan orang tua sampeyan punya
anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakak sampeyan dan bukan
pula adik sampeyan?” Tanya Tresno.
Ternyata
Moko tidak segera bisa menjawab. Tapi dia punya akal dan minta permisi sebentar
keluar ruangan, dimana menunggu Surata.
Moko : ”Coba mas Rata”, Katanya kepada
bawahannya ini.
”Misalkan orang tua situ punya
anak tiga orang. Siapakah gerangan anak yang bukan kakak situ dan bukan pula
adiknya situ?” Tanya Moko.
Surata
berfikir lima menit, lalu menjawab:
Surata : ”Itu saya, Pak.” Jawab Surata.
Moko
senang bukan main, dan masuk kembali ke ruang Tresno. Dia langsung maju.
Moko : ”Jadi tadi petunjuknya, eh, pertanyaannya
bagaimana, Pak Tres?”. Tanya Moko.
Tres
dengan sabar mengulangi,
Tresno : ”Orang Tua sampeyan punya anak tiga
orang. Siapakah anak yang bukan kakak sampeyan dan bukan adik sampeyan?”
Moko : Moko kali ini menjawab tangkas: ”Ya
Surata, Pak!”
Tres
ketawa geli.
Tresno : ”Pak Moko ini gimana! Jawabnya yang
benar, ya. Goh Chok Tong, dong!”
Ujar Tresno.
(dikutip dalam heycamellia.blogspot.com)
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian di atas, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada kenyataan
bahwa data yang dikumpulkan berupa nilai atau angka-angka, adanya rumusan
hipotesis yang jelas, analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul dan
analisis data ini dilakukan dengan menggunakan rumus statistik (Arikunto,
2002:11). Maka data-data dalam penelitian ini berbentuk statistik dari kemampuan
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah
drama berstruktur anekdot, lalu diolah dengan menggunakan rumus statistik.
Pendekatan kuantitatif tersebut digunakan mengingat tujuan penelitian ini ingin membuktikan hipotesis bahwa
masih kurangnya kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten
Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penggunaan jenis penelitian ini
didasarkan pada pendapat Sugiono (2003:11), ia menyatakan bahwa ”Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel
yang lain”. Peneliti memilih jenis penelitian ini karena dalam
penelitian ini mengkaji tentang kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang
Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
23
|
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri
1 Kuta Blang yang terletak di Jalan Medan Banda Aceh Desa Paya Nie Kecamatan Kuta
Blang Kabupaten Bireuen. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun
pelajaran 2014/2015. Alasan peneliti memilih SMA Negeri 1 Kuta Blang sebagai
lokasi penelitian ini karena peneliti ingin membuktikan kebenaran dari
hipotesis yang telah peneliti ajukan bahwa masih kurangnya kemampuan siswa
kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen dalam menulis naskah drama
berstruktur anekdot. Menurut peneliti, SMA Negeri 1 Kuta Blang Kabupaten Bireuen
merupakan salah satu SMA yang terletak di Kabupaten Bireuen, yang masih kurang
dalam segi pembelajaran tentang menulis, khususnya tentang naskah drama yang
berstruktur anekdot.
3.3 Populasi
dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek dalam
penelitian. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006:32),
bahwa ”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari. Populasi berkenaan dengan data, bukan dengan orang
atau bendanya. Populasi merupakan kelompok subjek, baik manusia, kelas, nilai,
tes, benda-benda ataupun peristiwa yang akan diteliti”. Sehingga, dengan
berpegang pada pendapat di atas, maka adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuta Blang yang berjumlah 23 siswa. Maka, jumlah
populasi adalah sebanyak 23 siswa.
3.3.2 Sampel
Penarikan sampel dipedomani pada
pendapat Arikunto (2006:134), ia menyatakan bahwa ”Apabila subjeknya (populasi)
kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya (populasi) besar atau lebih
besar dari 100, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”. Dengan
demikian, karena jumlah subjek kurang dari 100, maka penulis mengambil keseluruhan
dari subjek yang dijadikan sebagai sampel yaitu seluruh siswa kelas X yang berjumlah
18 siswa. Dengan demikian, jumlah sampel sebanyak 18 siswa.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
akan dilakukan dengan menggunakan instrumen atau alat tes. Tes yang digunakan
adalah tes essai, dengan menugaskan siswa menulis naskah drama berstruktur anekdot.
Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
1)
Peneliti meminta responden menulis naskah drama
berstruktur anekdot dengan tema persahabatan.
2)
Responden
melakukan tugas yang diberikan peneliti.
3)
Peneliti
mengumpulkan hasil kerja responden.
4)
Peneliti menilai hasil kerja responden.
5)
Peneliti
mengelompokkan data hasil kerja responden dan dianalisis.
3.5 Teknik
Analisis Data
Adapun analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Mentabulasi nilai hasil tes secara acak.
2)
Mengurutkan nilai tertinggi ke nilai terendah.
3)
Menentukan range (Rg) dengan rumus Rg = H-L+1
4)
Menentukan jumlah kelas interval (K) dengan
rumus:
K + 1+3.3 log n
5)
Menentukan jumlah interval kelas (1) dengan
rumus:
1 =
6)
Membuat tabel distribusi frekuensi.
7)
Mencari nilai rata-rata (mean) dengan rumus:
M =
Keterangan rumus:
M =
Nilai kemampuan rata-rata
fx = Nilai perkalian frekuensi
dan nilai tengah
f = Frekuensi tiap
kelompok nilai
X = Nilai tengah
N = Jumlah sampel
8)
Mengklasifikasi nilai sebagai berikut:
86-100 sangat
baik
76-85 baik
66-75 cukup
56-65 kurang
≤
55 jelek
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian
Setelah data hasil penelitian tentang menulis
naskah drama berstruktur anekdot diperoleh, data tersebut selanjutnya diolah
untuk dapat ditentukan nilai rata-rata kemampuan menulis naskah drama
berstruktur anekdot siswa secara total. Pengolahan data dan analisis data
dilakukan berdasarkan teknik pengolahan data secara kuntitatif. Pengukuran data
menulis naskah drama berstruktur anekdot ini dilakukan dengan cara memberikan
tes kepada siswa untuk menulis naskah drama berstruktur anekdot yang dikerjakan
oleh siswa secara tertulis. Nilai penulisan naskah drama berstruktur anekdot
diukur dengan menghitung data yang diperoleh dari kelas siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang.
1)
Mentabulasi nilai hasil tes secara acak
Nilai yang diperoleh oleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah
drama berstruktur anekdot adalah sebagai berikut:
70 70 70 70 70 70 70 90 90
80 70 70 70 80 80 80 70 70
2)
Mengurutkan nilai tertinggi ke nilai terendah
Urutan nilai tertinggi hingga nilai terendah dari nilai dalam mengidentifikasi unsur-unsur
berita yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut:
90 90 80 80 80 80 70 70 70
70 70 70 70 70 70 70 70 70
28
|
3)
Menentukan range (Rg) dengan rumus Rg = H-L+1
Setelah
data diperoleh, selanjutnya langkah yang ditempuh adalah range. Range adalah
selisih nilai tertinggi (H)
dengan nilai terendah (L), kemudian ditambah satu (1).
Berdasarkan
data yang diperoleh, nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah adalah 70.
Dengan
demikian, rangenya adalah:
Rg = H – L + 1
= 90 - 70 + 1
= 20 + 1
= 21
4)
Menentukan jumlah kelas interval (K) dengan
rumus K + 1+3.3 log n
Setelah range diketahui, langkah yang ditempuh
selanjutnya adalah menentukan lebar kelas, yaitu:
K = 1 + (3,3) log n
= 1 + (3,3) log 18
= 1 + (3,3) 1,255
= 1 + 4,14
= 5,14
= 6
5)
Menentukan jumlah interval kelas (I) dengan
rumus I =
Setelah lebar kelas
diketahui, selanjutnya ditentukan nilai lebar kelas (I), yaitu:
Dengan demikian interval
penelitian adalah:
I =
=
=
4,2
= 5
6)
Membuat tabel distribusi frekuensi.
Setelah menentukan range dan lebar kelas,
selanjutnya disusun tabel distribusi dan frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.1.1 Distribusi
dan frekuensi kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang
No
|
Interval Kelas
|
Frekuensi (f)
|
Nilai Tengah (x)
|
Perselisihan (fx)
|
1
|
95-99
|
0
|
97
|
0
|
2
|
90-94
|
2
|
92
|
184
|
3
|
85-89
|
0
|
87
|
0
|
4
|
80-84
|
4
|
82
|
328
|
5
|
75-79
|
0
|
77
|
0
|
6
|
70-74
|
12
|
72
|
864
|
∑
|
-
|
N=18
|
-
|
1376
|
7)
Mencari nilai rata-rata (mean) dengan rumus M =
Berdasarkan distribusi dan frekuensi di atas, maka yang harus
dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai rata-rata, yaitu:
M =
=
= 76,44
= 77
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian
di atas, diperoleh nilai rata-rata kemampuan siswa kelas X, SMA Negeri 1 Kutablang
dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot adalah 77. Setelah nilai rata-rata diperoleh, selanjutnya nilai
tersebut dimasukkan ke dalam skala penelitian. Dari keseluruhan jumlah siswa
yaitu 18 siswa, prestasi skor yang diperoleh sangat bervariasi,
yaitu 2 orang memperoleh nilai sangat baik, 4 orang memperoleh nilai
baik, dan 12 orang memperoleh nilai cukup.
Jika nilai yang diperoleh
siswa dibandingkan dengan kriteria nilai yang telah ditetapkan maka kemampuan
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah
drama berstruktur anekdot sudah baik.
Tabel 4.2.1 Persentase
kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah drama berstruktur anekdot.
Klasifikasi
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
|
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
||
Sangat baik
|
86-99
|
2
|
11,1
|
Baik
|
76-85
|
4
|
22,2
|
Cukup
|
70-75
|
12
|
66,7
|
Jumlah
|
N=18
|
100%
|
Tabel di atas menunjukkan
bahwa siswa yang memperoleh nilai sangat baik dalam menulis naskah drama
berstruktur anekdot yaitu
terdapat 2 siswa (11,1%), siswa yang medapatkan nilai baik dalam menulis
naskah drama berstruktur anekdot yaitu 4 siswa (22,2%), dan siswa yang mendapatkan nilai cukup dalam menulis
naskah drama berstruktur anekdot adalah 12 siswa (66,7%).
Hal ini menunjukkan bahwa
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis naskah
drama berstruktur anekdot sudah dapat memahami dan mengetahui cara menulis naskah drama
berstruktur anekdot dengan
baik, hal ini dikarenakan tidak ada siswa yang memiliki nilai
yang kurang, namun para siswa telah mendapatkan nilai yang cukup, bahkan ada
beberapa siswa yang mendapatkan nilai yang baik dan sangat baik.
4.3 Pembuktian
Hipotesis
Pembuktian hipotesis adalah salah satu
langkah yang harus dilakukan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui sesuatu hal pada tingkat tertentu yang
dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Berpedoman pada rumusan hipotesis yang telah dikemukakan dalam bab
I, yaitu kemampuan siswa kelas X SMA
Negeri 1 Kutablang Kabupaten Bireuen dalam menulis drama berstruktur
teks anekdot masih kurang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai
rata-rata 77 yang diperoleh siswa
kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur
teks anekdot termasuk kategori baik, yang berada pada rentang (76-85).
Dengan demikian, hipotesis yang diajukan ditolak kebenarannya.
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data
dan analisis data dapat disimpulkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur
teks anekdot secara keseluruhan berada pada katagori baik. Hal ini
terlihat dari nilai yang didapat oleh para siswa dalam menulis
drama berstruktur teks anekdot,
yaitu 2 orang yang memperoleh nilai sangat baik, 4 orang memperoleh
nilai baik, dan 12 orang
memperoleh nilai cukup. Dari nilai tersebut didapatkan nilai rata-rata kemampuan
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur
teks anekdot sebesar 77 yang
termasuk pada kategori baik. Dengan
demikian hipotesis penelitian ditolak kebenarannya.
5.2 Saran
Sebagai
usaha pengembangan kemampuan
siswa kelas X SMA Negeri 1 Kutablang dalam menulis drama berstruktur
teks anekdot, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1)
Kepada Guru Bahasa Indonesia
Untuk lebih
meningkatkan lagi keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar khususnya pada
materi menulis drama berstruktur teks anekdot.
Guru diharapkan
menggunakan metode mengajar yang bervariasi agar mampu membuat siswa semakin
berminat dan semangat dalam belajar atau tidak jenuh.
33
|
2)
Kepada Kepala Sekolah
Untuk memberikan
fasilitas yang lebih memadai lagi kepada guru dan peserta didiknya, agar proses
belajar mengajar bisa berjalan lebih efektif lagi. Misalnya dengan menyediakan
lebih banyak lagi bahan bacaan yang bermutu di perpustakaan, menyediakan
ruangan kelas yang lebih efisien serta menyediakan tenaga pendidik yang
professional.
3)
Kepada Siswa
Selayaknya untuk
lebih terlibat aktif dalam pembelajaran karena ingatlah bahwa kalian adalah
generasi kedepan. Jadi, jangan membuang waktu untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Djuharie. 2005. Panduan Menulis Karya Ilmiah. Bandung: PT. Yrama Widya.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta:
Caps.
http://aladzaniart.blogspot.com/2012/04/drama.html
diakses pada tanggal 27 Juni 2014.
http://ewinksuarahati.blogspot.com/2012/03/pengertian-drama-menurut-para-ahli.html,
diakses pada tanggal 27 Juni 2014.
http://heycamellia.blogspot.com/2013/08/anekdot.html,
diakses pada tanggal 27 Juni 2014.
Komaidi, Didik. 2011. Menulis Kreatif. Yogyakarta: Sabda Media.
Kosasih, Encang. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan
dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.
Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.
Pranoto. 2004. Creative Writting. 72 Jurus Seni mengarang. Jakarta: PT. Primadia
Pustaka.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas.
------------. 2010. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Wiyatmi. 2009. Pengantar
Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
35
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar