Selasa, 17 September 2013

ANALISIS BAHASA FIGURATIF DALAM SYAIR ACEH RANGKAIAN KISAH ANEUK KUNCI SYURUGA KARYA Z. A. MOHD. AMIN



ANALISIS BAHASA FIGURATIF DALAM SYAIR ACEH RANGKAIAN KISAH ANEUK KUNCI SYURUGA
KARYA Z. A. MOHD. AMIN

1.        Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat komunikasi yang paling utama bagi manusia. Melalui bahasalah manusia dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, ide dan perasaannya  kepada seseorang. Bahkan, bahasa merupakan media yang sangat berharga dalam kehidupan manusia, hampir tidak ada satu kegiatan pun yang dilalui tanpa kehadiran bahasa. Baik melalui bahasa tulisan maupun bahasa lisan. Bahasa lisan memiliki peran penting dalam sebuah komunikasi dan juga memiliki bagian-bagian permasalahan yang sangat kompleks, yang semakin hari sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi yang semakin pesat, maka semakin jauh pula tonggak perjalanan dan perkembangan bahasa lisan tersebut.
Salah satu bagian dari bahasa lisan ialah bahasa yang bernilai sastra, bahkan tidak bisa dipungkiri kalau perkembangan sastra lisan Aceh seperti mengalami problematika tersendiri. Meskipun pada kenyataannya sejarah kesusastraan di Aceh sudah lama ada dan mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. Salah satu bagian dari sastra lisan Aceh adalah syair atau dalam bahasa Aceh sering disebut dengan caé. Syair atau caé adalah pembagian dari ragam sastra Aceh yang berbentuk puisi.
1
 
Orang Aceh memiliki bakat tersendiri dalam menciptakan puisi secara langsung. Hal ini menjadi sebuah kelaziman yang membudaya dikalangan masyarakat Aceh sampai saat ini. Banyak persoalan atau hal tertentu yang diekspresikannya melalui puisi, begitu juga dengan caé. Bagi orang Aceh istilah caé sering juga digunakan untuk maksud pantun atau sejenis bahasa berirama lainnya, terutama kalau ia disampaikan secara lisan. Jadi, jika ada orang meucaé, maka ia adalah orang yang menyenandungkan puisi lisan.
Kegiatan bersyair dalam masyarakat Aceh bukanlah sebuah kegiatan yang dengan mudah dapat dilakukan oleh kebanyakan orang. Hal ini dikarenakan untaian kalimat yang dibentuk dari gabungan kata-kata dalam syair bukanlah penggabungan kosakata biasa, melainkan penggabungan kosakata yang bernilai sastra dan berdaya sugesti tinggi yang mampu menyihir para pembaca dan pendengar  syair atau caé tersebut jika dilantunkan.
Bahasa yang digunakan dalam caé adalah bahasa yang dimodifikasi sedemikian rupa dan mampu mewakili apa yang ingin diutarakan oleh orang yang meucaé atau bersyair. Selain itu, dalam ragam sastra Aceh berupa puisi banyak menggunakan gaya bahasa atau sering disebut dengan bahasa figuratif. Hal ini tidak terkecuali dengan syair atau caé. Gaya bahasa tersebut tidak hanya mengandung fungsi estetis dari segi bentuk tetapi juga mampu merepresentasikan dan mewakili fungsi estetis dari segi penyampaian maksud yang dikandungnya.
Terlepas dari semua itu, bahasa figuratif dalam syair atau caé juga mampu membuat kegiatan berkomunikasi dalam masyarakat Aceh bejalan lancar dan terkesan santun, hal ini dikarenakan masyarakat Aceh sering menggunakan syair dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Gaya bahasa atau bahasa figuratif dalam caé memiliki keunikan tersendiri yang dapat membedakannya dengan jenis sastra lisan Aceh lainnya, di mana bahasa figuratif tersebut terbagi atas beberapa pembagian yang digunakan dalam caé sesuai dengan kebutuhan orang yang meucaé.
Dari uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Bahasa Figuratif dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin”.

2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah  bagaimanakah bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin?

3.        Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin.

4.        Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis dan praktis.
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan supaya dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin.
Selanjutnya, secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin dan untuk lebih memotivasi potensi yang ada dalam diri peneliti. Sedangkan, bagi mahasiswa lain dapat memberi informasi empiris dan pendalaman ilmu serta pengetahuan mengenai bidang kesusastraan, sehingga akan memotivasi untuk lebih mencintai karya sastra lisan Aceh yang berbentuk puisi berupa syair atau caé.

5.        Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini tentang bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. Mengingat cakupan ruang penelitian terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah ini pada bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.




6.        Definisi Operasional
Untuk menyamakan pemahaman antara peneliti dengan pembaca, maka perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut :
1)        Analisis adalah proses penguraian/pembahasan terhadap suatu permasalahan untuk mengetahui dan menemukan inti permasalahan lalu disimpulkan.
2)        Bahasa figuratif adalah bentuk bahasa yang digunakan dalam karangan sastra, salah satunya dalam puisi berbentuk syair yang dapat mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang.
3)        Syair adalah jenis puisi yang berasal dari kesusastraan Arab.
4)        Syair Aceh adalah puisi yang berasal dari kesusastraan Arab, tetapi telah dituliskan dalam bahasa Aceh dan sering dilantunkan oleh masyarakat Aceh dalam kesehariannya.

7.        Landasan Teoretis
7.1     Pengertian Syair
Syair atau dalam bahasa Aceh disebut dengan istilah caé merupakan salah satu pembagian dari ragam sastra Aceh yaitu ragam puisi. Melalui caé tersebutlah masyarakat Aceh sering mengungkapkan maksud yang ingin disampaikannya kepada lawan komunikasinya, hal ini dikarenakan masyarakat Aceh memiliki bakat tersendiri dalam bersyair.
Menurut Harun (2012: 6), ia menyatakan bahwa ”Bagi orang Aceh, istilah caé sering juga digunakan untuk maksud pantun atau jenis bahasa berirama lainnya, terutama kalau ia disampaikan secara lisan”. Maksudnya, syair atau caé dalam keseharian masyarakat Aceh digunakan juga dalam berpantun bahkan dalam berbagai bahasa berirama lainnya, apalagi jika disampaikan secara lisan. Jadi, bagi masyarakat Aceh, caé membuka diri untuk digunakan dalam berbagai jenis bahasa berirama.
Selanjutnya, Harun (2012: 212), menyatakan bahwa ”Syair merupakan jenis puisi yang berasal dari kesusastraan Arab”. Maka dapat diartikan bahwa syair atau caé pada dasarnya merupakan jens puisi yang berasal dari Arab, berarti syair pada dasarnya ditulis dalam bahasa Arab. Hanya saja, sekarang syair telah diubah dalam bahasa Aceh yang lebih dikenal dikalangan masyarakat Aceh dengan istilah caé.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa syair atau caé dalam masyarakat Aceh merupakan bentuk bahasa berirama yang digunakan oleh masyarakat Aceh dalam berkomunikasi agar terkesan lebih santun. Di mana, syair tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Arab.
7.2  Ciri-ciri Syair
Syair atau caé dalam masyarakat Aceh memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan bentuk sastra lainnya. Menurut Harun (2012: 212), ia menyatakan bahwa ”Syair kebanyakan ditulis dalam bentuk sastra kitab dan romansa. Syair itu lazimnya digubah dalam bentuk sambung-menyambung lebih dari satu bait dan satu bait terdiri atas empat baris bersajak akhir aa-aa. Akan tetapi, yang terpenting adalah bentuk syair tersebut ditemukan sebagai salah satu media ucap puisi lisan Aceh”.
Sejalan dengan pernyataan Harun di atas, maka dapat disimpulkan bahwa syair atau dalam masyarakat Aceh yang lebih akrab disebut dengan caé memiliki ciri-ciri yaitu syair merupakan jenis puisi yang tidak dapat berdiri atas satu bait saja, karena ia digubah dalam bentuk sambung-menyambung lebih dari satu bait. Pada dasarnya ditulis dalam bentuk sastra kitab, terdiri atas empat baris satu bait dan bersajak akhir aa-aa. Namun, karena caé juga sering digunakan dalam berpantun dan berbagai bahasa berirama lainnya oleh masyarakat Aceh, maka tidak menutup kemungkinan ada yang bersajak akhir ab-ab.
7.3  Jenis-jenis Syair
Berdasarkan isinya, syair terbagi atas lima jenis, yaitu:
1)        Syair Panji
Syair Panji menceritakan tentang keadaan yang terjadi dalam istana dan keadaan orang-orang yang berasal dari istana.
2)        Syair Romantis
Syair Romantis berisi tentang percintaan yang biasanya terdapat pada cerita pelipur lara, hikayat, maupun cerita rakyat.
3)        Syair Kiasan
Syair Kiasan berisi tentang percintaan ikan, burung, bunga atau buah-buahan. Percintaan tersebut merupakan kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu.
4)        Syair Sejarah
Syair Sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah. Sebagian besar syair sejarah berisi tentang peperangan.
5)        Syair Agama
Syair Agama merupakan syair terpenting. Syair agama dibagi menjadi empat yaitu :
(1)   Syair sufi
(2)   Syair tentang ajaran Islam
(3)   Syair riwayat cerita nabi
(4)   Syair nasihat.
Berdasarkan bentuknya, syair terbagi atas:
1)        Syair terikat
Syair terikat diatur oleh banyaknya baris dalam satu bait, banyaknya suku kata dalam tiap baris, dan bunyi vokal untuk akhir baris.
2)        Syair bebas
Syair jenis ini tidak punya pedoman dalam penyusunannya. Syair bergerak bebas bagaikan air mengalir.
7.4  Pengertian Bahasa Figuratif/ Gaya Bahasa
Dalam sebuah karya sastra, baik yang berbentuk ragam prosa fiksi, prosa liris ataupun ragam puisi, penggunaan bahasa dalam tiap bentuk sastra tersebut memiliki daya estetis tersendiri. Daya estetis tersebut terwujud dalam penyusunan tiap kosakata yang diciptakan dengan begitu menggugah dan mengandung makna tersendiri. Makna bahasa tersebut sering disebut dengan bahasa figuratif.
Menurut Harun (2012: 300), ia menyatakan bahwa ”Puisi lisan Aceh sangat banyak menggunakan gaya bahasa (bahasa figurative; stylistic). Gaya bahasa tersebut di samping mengandung fungsi estetis dari segi bentuk, juga dipersiapkan untuk merepresentasikan fungsi estetis dari segi penyampaian maksud yang dikandungnya”. Maksud dari pernyatan Harun di atas adalah gaya bahasa atau bahasa figuratif, pada hakikatnya adalah bentuk dari penyusunan kosakata dalam puisi, yang memiliki keindahan baik dari segi bentuk maupun dari segi makna bahasa yang dikandung kosakata yang dirangkai oleh si penyair dalam puisi tersebut.
Sejalan dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa figuratif merupakan bentuk bahasa yang digunakan dalam sastra khususnya puisi lisan Aceh yaitu syair yang disusun rapi dan memiliki kesan makna yang mendalam dari setiap kosakata yang dibentuk oleh si penyair. Hal ini menimbulkan daya pikat tersendiri bagi para penikmat sastra lisan Aceh yaitu syair. Bahkan, melalui gaya bahasalah si penyair membungkus maksud yang ingin disampaikanya kepada pembaca atau pendengar karya sastra yang diciptakannya.
7.5  Jenis-jenis Bahasa Figuratif/ Gaya Bahasa
Bahasa figuratif dalam puisi lisan Aceh memiliki beberapa jenis, setiap jenis tersebut memiliki beragam bentuk makna. Dalam puisi lisan Aceh bahasa figuratif yang digunakan berbeda dengan bahasa figuratif dalam puisi pada umumnya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Harun (2012: 300), ia menyatakan bahwa ”Gaya bahasa yang dominan dalam puisi Aceh adalah 1) paralelisme, 2) simile, 3) metafora 4) metonimia, 5) personifikasi, dan 6) hiperbola”.
1)        Paralelisme
Menurut Harun (2012: 301), ia menyatakan bahwa ”Gaya bahasa paralelisme ditandai oleh adanya kesejajaran kata, frasa atau baris yang berpola sama dan kadang-kadang antara kata, frasa, dan baris tersebut memiliki arti yang sama pula”.
2)        Simile
Menurut Junus (dalam Harun 2012: 302), ia menyatakan bahwa ”Gaya bahasa simile atau perbandingan/ persamaan oleh Junus (1989: 232) disebut juga semacam metaphor, tetapi persamaan atau perbandingan kedua unsur dibandingkan oleh kata-kata ’sebagai’, ’seperti’, ’laksana’, dan kata lain yang dapat disamakan dengannya”.
3)        Metafora
Menurut Harun (2012: 304), ia mengunkapkan bahwa ”Gaya bahasa metafora merupakan gaya bahasa yang paling luas penggunaannya dalam komunikasi manusia, baik komunikasi lisan maupun tulis. Akibat seringnya menggunakan metafora, maka kata-kata yang mengandung metafora akhirnya banyak yang berubah menjadi kata-kata biasa atau kata yang diacukan bermakna kamus”.
Menurut Wahab (dalam Harun, 2012: 304), ia meyatakan bahwa ”Metafora adalah ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak dapat dijangkau secara langsung dari lambang, karena makna yang dimaksud terdapat pada predikat ungkapan kebahasaan itu. Dengan kata lain, metafora merupakan pemahaman dan pengalaman akan sejenis hal untuk dimaksudkan untuk perihal yang lain”.



4)        Metonimia
Menurut Harun (2012: 309), ia mengungkapkan bahwa ”Metonimia yang berarti ’perpindahan nama’ atau ’suatu kata mendapat arti yang berasal dari arti kata lain’ banyak ditemukan dalam puisi Aceh.”
5)        Personifikasi
Menurut Harun (2012: 311), ia menyatakan bahwa ”Personifikasi merupakan salah satu gaya bahasa yang paling banyak digunakan dalam karya sastra, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Gaya bahasa ini berusaha mengestetiskan komunikasi dengan cara meng-’insan’-kan benda-benda atau memperlakukan benda sebagai manusia; berbuat atau bekerja sebagaimana layaknya manusia.”
6)        Hiperbola
Menurut Harun (2012: 313), ia menyatakan bahwa ”Gaya bahasa hiperbola adalah kiasan yang berusaha membesar-besarkan sesuatu sehingga diperoleh efek tertentu yang diinginkan oleh penyair. Gaya bahasa ini sering digunakan dalam puisi untuk melukiskan suatu kemenangan, kekalahan, kesedihan,dan duka lara.”

8.    Metode Penelitian
8.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
       Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, karena data hasil penelitian berbentuk penjelasan atau deskripsi yaitu berupa data-data hasil penelitian secara aktual, artinya data yang akan dianalisis merupakan hasil penelitian saat ini, bukan penelitian terdahulu atau masa yang akan datang.
       Menurut Kutha Ratna (2009: 47), ia mengungkapkan bahwa Pendekatan kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah yaitu data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung dibalik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah pendekatan kualitatif dianggap sama dengan pemahaman. Sesuai dengan namanya, pendekatan ini mempertahankan nilai-nilai sehingga pendekatan ini dipertentangkan dengan pendekatan kualitatif yang berarti bebas nilai”.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutik. Penggunaan jenis ini dianggap tepat karena peneliti mengungkapkan bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. Menurut Endraswara (2003: 42), ia menyatakan bahwa ”Studi sastra mengenal hermeneutik sebagai tafsir sastra.  Hermeneutik merupakan sebuah paradigma yang berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik, yang akan dapat membuat penjelasan teks sastra dan pemahaman makna dengan menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata lebih berhubungan dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Makna kata akan membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu, dari kata-kata akan tercermin makna kultural teks sastra.


8.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah berbagai bahasa figuratif yang terdapat dalam Buku Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108. Sedangkan sumber data penelitian adalah Buku Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin.
8.3 Teknik Pengumpulan Data
       Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian hermeneutik ini adalah  sebagai berikut :
1)        Peneliti membaca Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
2)        Peneliti mencari data-data berupa bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
3)        Peneliti mengelompokkan data-data tersebut sesuai dengan jenis bahasa figuratifnya masing-masing.
4)        Peneliti menguraikan data-data tersebut, memahaminya lalu menganalisis penggunaan bahasa figuratif dalam syair tersebut serta menyimpulkannya.
8.4 Teknik Analisis Data
       Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis secara kualitatif yaitu menganalisis bahasa figuratif dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. Menurut  penjelasan Sugiono (2009: 337), ia mengungkapkan bahwaAnalisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
       Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2009: 337), mengemukakan bahwa ”Aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data.
       Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah mengolah data menurut jenisnya, menganalisis penggunaan bahasa figuratif dan menyimpulkannya.
1)        Mereduksi data
Tahap mereduksi data mulai dilakukan melalui proses penyeleksian, identifikasi dan pengklasifikasian. Penyeleksian dan pengidentifikasian merupakan kegiatan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi data-data pada kategori jenis bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108. Tahap pengklasifikasian merupakan proses yang dilakukan untuk mengklasifikasikan data, memilih data dan mengelompokkan data.


2)        Menyajikan Data
Menyajikan Data merupakan kegiatan pengelompokkan data melalui tahap reduksi data pada kategori jenis bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
3)        Menarik Simpulan
Menarik simpulan dilakukan setelah mengikuti dua tahap. Simpulan ditarik setelah data disusun dan diperiksa kembali. Selanjutnya, didiskusikan dengan pembimbing. Setelah proses ini dilalui, hasil akhir penelitian analisis bahasa figuratif dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. lalu disajikan dalam bentuk laporan penelitian.
       8.5 Pengecekan Keabsahan Data
       Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang penting di dalam penelitian kualitatif, yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.
       Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan teknik triangulasi dan uraian rinci. Moleong (2010: 330), menjelaskan bahwa ”Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Di mana dengan triangulasi peneliti dapat me-recheck hasil temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori”.
       Sedangkan ”Teknik uraian rinci merupakan teknik yang menuntut peneliti untuk menguraikan secara khusus sekali segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar ia dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh. Temuan itu tentunya bukan bagian dari uraian rinci melainkan penafsiran yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci berdasarkan data yang diperoleh(Moleong, 2010: 337).
       Maka, jelas bahwa melalui triangulasi dan uraian rincilah keabsahan data tentang bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. dapat dibuktikan keabsahan datanya.
       8.6 Tahap-tahap Penelitian
       Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan dalam jenis penelitian hermeneutik ini adalah:
1)        Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah membaca buku Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
2)        Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap ini, peneliti mengelompokkan data berdasarkan jenis bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
3)        Tahap Observasi
Observasi ini dilakukan dengan tujuan agar memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang data berupa jenis bahasa figuratif yang terdapat dalam Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. yaitu pada judul Bahaya Siribee dan Wafeuet Bungong Syuruga halaman 27 sampai 108.
4)        Tahap Refleksi
Dalam tahap refleksi, yang dilakukan peneliti adalah menganalisis data-data yang diperoleh dalam Buku Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga karya Z. A. Mohd. Amin. lalu menganalisis jenis bahasa figuratif dan disimpulkan.




















DAFTAR PUSTAKA


Amin, Z. A. Mohd. 1986. Syair Aceh Rangkaian Kisah Aneuk Kunci Syuruga. Geudong Bireuen: TB Gali.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps.
Harun, Mohd. 2012. Pengantar Sastra Aceh. Banda Aceh: Cita Pustaka Media Perintis.

Kutha Ratna, Nyoman. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Moleong, Laxy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Panitia Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Matangglumpangdua: FKIP Universitas Almuslim.

Redaksi, Tim. 2010. Kamus Dwibahasa Indonesia Aceh. Banda Aceh: Pena.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wildan. 2010. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh: Geuci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar