Judul buku : Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar
Pengarang : Prof.
Dr. S. Nasution, M. A.
Tahun Terbit : 1982
Penerbit : Bumi
Aksara
A.
DESKRIPSI
BUKU
1.
Latar
Belakang
Dewasa ini, sejalan dengan
perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) semakin jauh pula
perkembangan pendidikan tersebut. Hal ini ada yang berdampak positif dan bahkan
ada juga yang berdampak negatif. Sebaliknya disegi lain ketika kita perhatikan bagaimana
proses pembelajaran di negara orang seakan jauh berbeda dengan proses
pembelajaran di negara kita. Lantas apa penyebabnya?
Berbagai pendapat dikemukakan oleh
pakar pendidikan, hanya saja hal itu kembali lagi kepada pribadi kita sebagai
pendidik dan peserta didik, bagaimana kita menyikapi berbagai perubahan
tersebut, mampukah kita mewujudkan pendidikan yang layak dan mampu besaing
dengan dunia luar atau bahkan membuat pendidikan itu sendiri semakin terpuruk. Padahal
banyak hal yang bisa dilakukan agar terciptanya pendidikan yang bermutu.
Tinggal bagaimana kita mengubah sikap psif kita menjadi aktif dan kreatif. Baik
dipihak guru sebagai pengajar yang seharusnya lebih bisa memilih metode
mengajar yang efektif bagi siswa. Juga bagi peserta didik yang lebih bisa
bersikap antusial dalam merespons berbagai perubahan kearah yang positif.
Latar belakang masalah di atas lah
yang mendasari hingga penulis ingin mengupas tentang buku Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar hingga
terwujudnya pendidikan yang layak bagi peserta didik kita. Hingga pendidikan
dewasa ini menjadi pendidikan yang lebih bermutu dalam berbagai bidang.
2.
Tujuan
Tujuan penulisan book report
Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, ialah :
1)
Untuk mengetahui
tentang berbagai proses yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar serta
komponen yang terlibat dalam proses tersebut sehingga terealisasi dalam
kehidupan kita.
2)
Mengkaji dan menjadi
bahan masukan kepada lembaga pendidikan serta unsur yang terlibat di dalamnya
agar proses belajar mengajar dapat berjalan sebagai mana mestinya.
3)
Untuk memenuhi salah
satu tugas mitem mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
3.
Alasan
Pemilihan Buku
Pendidikan
merupakan unsur penting dalam kehidupan setiap individu, bahkan pendidikan
menempati prioritas yang utama setelah kebutuhan primer setiap manusia.
Pendidikan yang seharusnya tak mungkin bisa berjalan dengan lancar tanpa adanya
unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, baik dari segi pendidik, yang dididik,
bahan ajar, dan masih banyak hal lain yang semestinya ada agar terujudnya suatu
pendidikan yang didambakan dan mampu mencetak generasi penerus yang lebih
bermutu. Tentu saja hal itu tak terlepas dari bagaimana proses pendidikan itu
sendiri berjalan.
Mengingat
pentingnya hal di atas, sehingga dirasakan perlu untuk mengkaji buku yang
membahas hal tersebut. Penulis memilih buku ini sebagai book report untuk mata
kuliah “Belajar dan Pembelajaran”
yang dibimbing oleh ibu Fauziatul Halim, M. Pd.
4.
Pengenalan
Buku
Buku
Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar
dan Mengajar dikarang oleh Prof. Dr. S. Nasution, M. A. Dan diterbitkan
oleh Bumi Aksara pada tahun 1982. Buku ini merupakan disertasi penulis yang
secara substansial dari hasil penelitian dan ini adalah cetakan edisi pertama
yang terdiri atas 223 halaman dan 10 bab. Buku ini membahas tentang berbagai
aspek dan pendekatan yang terlibat langsung dalam proses belajar mengajar yang
selayaknya diterapkan dalam proses pembelajaran dewasa ini.
Tugas
ini sifatnya individual sehingga pada saat ini penulis mendapat kesempatan
untuk mengupas isi buku ini dimulai dari bab I sampai VI, mekipun sebenarnya
dalam buku ini terdapat X bab hanya saja bab selanjutnya dibahas oleh kawan
yang lain, jadi dalam book saya mulai dengan mengupas bab I sampai VI saja.
Bab
I Membahas tentang bagaimana proses
belajar mengajar menurut Jerome S. Bruner.
Bab
II Membahas tentang Resourse – Based
Learning yang merupakan berbagai bentuk belajar.
Bab
III Membahas tentang bagaimana dan apa
saja komponen belajar tuntas (mastery learning).
Bab
IV Membahas tentang apasaja
usaha-usaha yang terdapat dalam pengjaran individu agar mencapai target yang
memuaskan.
Bab
V Membahas tentang kiat-kiat belajar
tuntas.
Bab
VI Membahas tentang berbgai macam
bentuk gaya belajar bagi siswa.
Semoga laporan buku yang yang
sederhana ini dapat bermanfaat, umumnya bagi para pembaca dan khususnya pribadi
penulis.
B.
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
BAB
II
PROSES
BELAJAR MENGAJAR MENURUT
JEROME
S. BRUNER
Pendahuluan
Ada
empat pokok utama yang dibahas dalam konperensi itu, ialah :
1)
Peranan “struktur” dalam belajar dan cara untuk
mengutamakannya dalam mengajar. Tiap mata pelajaran atau disiplin mempunyai
struktur tertentu. Struktur itu terdiri atas konsep-konsep pokok. Bila struktur
itu dikuasai, maka banyak hal-hal lain yang berhubungan dengan itu dapat
dipahami maknanya.
2)
Kesiapan
untuk memahami sesuatu, anggapan yang keliru
tentang masa kesiapan anak untuk mempelajari sesuatu menimbulkan kerugian,
ternyata kesiapan jauh lebih cepat dari pada yang diduga sebelumnya. Bahkan
dasar suatu mata pelajaran dapat diajarkan pada anak dalam setiap usia.
3)
Hakikat
intuisi dalam proses belajar, intuisi merupakan
kemampuan mental untuk menemukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui
langkah-langkah analisis. Ia memegang peranan penting dalam berpikir produktif
bukan hanya dalam akademik tetapi dalam menghadapi masalahyang muncul dalam
keseharian.
4)
Dorongan
atau motivasi belajar dan cara untuk
membangkitkannya, secara ideal anak harus mempunyai minat untuk sesuatu agar ia
belajar dengan sungguh-sungguh. Minat serupa ini jauh lebih bagus daripada
dorongan yang timbul karena tujuan yang ekstrinsik seperti mencapai angka yang
baik, saingan dengan murid lain dan seterusnya.
Pentingnya struktur
Tujuan
belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna dikemudian hari,
yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal
ini dikenal dengan transfer belajar. Apa
yang kita pelajari dalam situasi tertentu memungkinkan kita untuk memahami
hal-hal lain.
Tujuan
pelajaran bukan hanya penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental itu,
melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian
dan penemuan serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri.
Kesiapan untuk belajar
Pendirian
yang terkenal yang dikemukakan oleh J.
Bruner ialah bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif
dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap
tingkat perkembangannya.
Perkembangan
intelektual anak
Menurut
J. Piaget, perkembangan intelektual
anak dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1)
Fase
pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa
pra-sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada tahap ini, ia belum
bisa membedakan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas
dunia luar.
2)
Fase
operasi konkrit, yaitu usaha untuk memperoleh data
tentang dunia realitas dan mengubahnya dalam pikiran kita sedemikian rupa
sehingga dapat disusun atau diorganisasi dan digunakan secara selektif dalam
pemecahan masalah.
3)
Fase
operasi formal, anak telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang
langsung dihadapinya atau apa yang telah dialami sebelumnya.
Implikasi bagi
pengajaran
Pada
fase operasi konkrit anak telah sanggup untuk memahami banyak konsep
matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu sosial secara intuitif dan konkrit.
Yang penting sekali untuk dipertimbangkan dalam mengajarkan konsep pokok ialah
membantu anak itu secara berangsur-angsur dari berpikir konkrit ke arah
berpikir secara konsepsional.
Proses belajar
Menurut
Bruner, dalam proses belajar dapat
dibedakan menjadi tiga fase yaitu :
1)
Informasi,
kita memperoleh sejumlah informasi dalam setiap pembalajaran, ada yang menambah
pengetahuan, memperdalam dan memperluas pengetahuan yang kita miliki.
2)
Transformasi,
ialah informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam
bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal yang
lebih luas.
3)
Evaluasi,
yaitu dinilai hingga manakah pengetahuan yang kita
peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala lain.
Kurikulum “spiral”
Kurikulum
yang membicarakan pokok yang sama pada tingkat yang lebih tinggi dengan cara
yang lebih matang dan abstrak disebut kurikulum spiral sesuai dengan taraf dan
perkembangan anak, yang dapat dibina secara kontinu perkembangan intelektual
dan mental anak.
Berpikir intuitif dan
berpikir analitis
Ahli
matematika dan ilmuan lainnya menekankan nilai intuisi dalam pemecahan masalah. Seseorang dikatakan berpikir intuitif bila ia telah lama memikirkan
suatu soal dan secara tiba-tiba melihat pemecahannya,
dan bila ia dengan cepat dapat mengungkapkan terkaan yang baik dan tepat.
Sedangkan berpikir analitis berlangsung
selangkah demi selangkah, tapi langkah itu tegas dan dapat dijelaskan kepada
orang lain, yang dilakukan dengan penuh kesadaran akan informasi dan operasi
yang terlibat. Namun, berpikir intuitif tidak berlangsung menurut
langkah-langkah yang tegas.
Variabel-variabel
dalam berpikir intuitif
Variabelnya ialah faktor guru, penguasaan
bahan, struktur pengetahuan, prosedur heuristik, dan menerka.
Kepercayaan
akan diri sendiri
Motivasi untuk belajar sering diusahakan
melalui angka-angka, kenaikan kelas, dan ujian. Hingga manakah cara-cara
seperti itu mampu memupuk minat yang berkepanjangan terhadap pelajaran? Untuk
tujuan jangka pendek mudah dibangkitkan minat dengan berbagai alat audio-visual
pada pelajar yang sudah biasa menonton saja secara pasif.
Alat-alat
mengajar
Jerome
Bruner membagi alat instruksional dalam 4
macam menurut fungsinya.
1)
Alat untuk menyampaikan
pengalaman “vicarious” yaitu
menyajikan bahan kepada murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan
pengalaman langsung yang lazim di sekolah.
2)
Alat
model yang dapat memberikan pengertian
tentang struktur atau prinsip suatu gejala.
3)
Alat
dramatisasi yaitu mendramatisasikan sejarah suatu
peristiwa atau tokoh untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4)
Alat
automatisasi seperti “teaching machine” atau
pelajaran berprogram yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang tertentu
dan memberi balikan atau feedback tentang responds murid.
BAB III
RESOURCE – BASED LEARNING
Pengertian
Dengan
“resource-based learning” dimaksudkan dengan segala bentuk belajar yang
langsung menghadapkan murid dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala
kegiatan belajar yang bertalian dengan itu, jadi bukan dengan cara
konvensional, di mana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada murid. Jadi,
dalam “resource-based learning” guru bukan merupakan sumber belajar
satu-satunya.
Latar
belakang “resource-based learning”
Belajar dengan sumber ini, bukan
sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sejumlah perubahan
yang mempengaruhi pembinaan kurikulum, yaitu :
1)
Perubahan dalam sifat
dan pola ilmu pengetahuan menusia,
2)
Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang
tuntutannya,
3)
Perubahan tentang
pengertian kita tentang anak dan caranya
belajar,
4)
Perubahan dalam media komunikasi.
Perubahan dalam pengetahuan manusia
Pengetahuan manusia akhir-akhir ini
berkembang dengan cepat sekali, sehingga dijuluki sebagai eksplosi pengetahuan. Dalam perkembangan ilmu yang begitu cepat,
pengetahuan kita akan menjadi usang dalam waktu sepuluh tahun, dan mungkin
sekarang pun telah usang dan tak berlaku lagi. Maka kerena itu perlu adanya
suatu teori tentang cara menyeleksi bahan pelajaran, cara menentukan prioritas
pengetahuan yang akan dirumuskan ke dalam kurikulum, yakni pengetahuan yang
paling penting dan paling berguna.
Eksplosi pengetahuan memerlukan cara
belajar yang baru, demikian pula peranan yang baru bagi guru. Demikian pula
yang menjadi persoalan ialah apa yang harus dipelajari.
Pemahaman
baru tentang pelajar
Dalam pengajaran klasik, anak yang
lambat dan yang berbakat boleh dikatakan tidak mendapat perhatian yang
selayaknya. Selain itu ternyata bahwa ciri-ciri kepribadian anak mempengaruhi
hasil belajar dan kegiatan anak belajar yang berkaitan dengan gaya mengajar
oleh guru. Ada yang mengajar atau teaching style guru yang cocok bagi anak
tertentu, akan tetapi kurang serasi bagi anak lain yang berbeda pribadinya.
Dengan demikian, sebenarnya metode mengajar harus mempertimbangkan juga
kepribadian murid. Dengan metode yang sama tidak semua murid memperoleh manfaat
yang sama.
Perubahan
dalam media komunikasi
Perkembangan media komunikasi mengalami
kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Dari buku yang ditulis lahirlah
buku-buku yang dicetak setelah penemuan alat cetak oleh Gütenberg pada abad
kelima belas. Penemuan fotografi mempercepat cara ilustrasi. Lahirnya gambar
hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion” apa yang dahulu tak pernah dapat
kita amati dengan teliti.
Ciri-ciri
belajar berdasarkan sumber
1)
Balajar berdasarkan
sumber (BSB) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber
bagi pelajaran, termasuk alat-alat audio-visual dan memberikan kesempatan untuk
merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia.
2)
BBS berusaha memberi
pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber informasi yang
dapat dimanfaatkan untuk belajar.
3)
BBS berhasrat untuk
mengganti pasivitas murid dengan belajar tradisional dengan belajar aktif didorong
oleh minat dan keterlibatan diri dalam pendidikannya.
4)
BBS berusaha untuk
meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan
pelajaran, metode kerja, dan medium komunikasi yang berbeda sekali dengan kelas
yang konvensional yang mengharuskan murid belajar yang sama dengan cara yang
sama.
5)
BBS memberi kesempatan
kepada murid untuk bekerja menurut kecepatan dan kesanggupan masing-masing dan
tidak dipaksa bekerja menurut kecepatan yang sama dalam hubungan kelas.
6)
BBS lebih fleksibel
dalam penggunaan waktu dan ruang belajar, sehingga murid tidak diharuskan
belajar bersama dalam ruang yang sama pada waktu yang sama tetapi bukan berarti
jadwal belajar dibuang begitu saja.
7)
BBS berusaha
mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri dalam hal belajar yang
memungkinkannya untuk melanjutkan belajar sepanjang hidupnya.
Pelaksanaannya
“Resource-based learning” adalah cara
belajar yang bermacam-macam bentuk dan seginya. Metode ini dapat singkat atau
panjang, berlangsung selama satu jam pelajaran atau selama setengan semester
dengan pertemuan dua kali seminggu selama satu atau dua jam, dapat diarahkan
oleh guru atau berpusat pada kegiatan murid, dapat mengenai satu mata pelajaran
tertentu atau melibatkan berbagai disiplin, dapat bersifat individual atau
klasikal, dapat menggunakan alat audio-visual yang diamati secara individual
atau diperhatikan kepada seluruh kelas.
Dalam pelaksanaan cara belajar ini perlu
diperhatikan hal-hal berikut, yaitu pengetahuan yang ada, tujuan pelajaran,
memilih metodologi, koleksi dan penyediaan bahan, penyediaan tempat.
BAB IV
BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING)
Murid
pandai dan murid bodoh
Tiap
guru yang menghadapi kelas baru, lebih dulu sudah menerima berdasarkan
pengalamannya bahwa murid-murid dalam kelas itu tidak sama pandainya. Seperempat
atau sepertga kan termasuk golongan anak pandai, sepertiga sampai setengah
termasuk anak sedang dan seperempat sampai sepertiga termasuk golongan anak
yang bodoh.
Fungsi pendidikan adalah membimbing
anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah
usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Apa yang
diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak.
Tujuan guru mengajar adalah agar bahan
yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua murid bukan hanya oleh beberapa
orang saja yang diberikan angka tertinggi.
Belajar
tuntas
Tujuan proses mengajar-belajar secara
ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid. Ini
disebut “mastery learning” atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita-cita
ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai
patokan keberhasilan mengajar.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penguasaan penuh
Hal-hal yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa sehingga tercapai penguasaan penuh ialah :
1)
Bakat untuk mempelajari
sesuatu, misalnya inteligensi mempengaruhi prestasi belajar. Korelasi antara
bakat, misalnya untuk matematika dan prestasi untuk bidang studi itu tertinggi
70. Sehingga timbul anggapan bahwa antara bakat dan prestasi terdapat hubungan
kausal. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi sedangkan prestasi yang rendah
sedangkan prestasi yang rendah dicari sebabnya pada bakat yang rendah.
2)
Mutu pengajaran, sejak pestalozzi pengajaran klasikal menjadi
populer sebagai pengganti pengajaran individual oleh seorang tutor. Pengajaran
klasikal merupakan keharusan dalam menghadapi jumlah murid yang membanjiri sekolah
sebagai akibat demokrasi, industrialisasi, pemerataan, pendidikan atau
kewajiban belajar. Dengan sendirinya dicari usaha untuk memperbaiki pengajaran
klasikal itu.
3)
Kesanggupan untuk
memahami pengajaran, kalau murid tidak dapat memahami apa yang disampaikan guru
atau bila guru tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan
murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru itu.
Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada
kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Karena hakikatnya bahasa sebagai alat
komunikasi antara guru dan murid.
Untuk
memperluas komunikasi dapat dijalankan berbagai usaha, yaitu belajar kelompok,
bantuan tutor, buku pelajaran, buku kerja, pelajaran berprograma, alat
audio-visual. Dengan demikian, perkembangannya menjadi berkembang atas dorongan
dan kemampuan sendiri.
4)
Ketekunan itu nyata
dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu
memerlukan jumlah waktu tertentu. Agar murid tekun belajar yang utama ialah
memberi kemungkinan kepada murid untuk melakukan suatu tugas dengan baik. Menonjolkan
kerajinan, ketekunan, dan disiplin.
5)
Waktu yang tersedia
untuk belajar, dalam sistem pendidikan kita kurikulum dibagi dalam bahan yang
harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu semester
atau satu tahun.
Usaha mencapai penguasaan penuh
Cara yang ditempuh dan paling efektif
untuk mencapai penguasaan penuh antara lain ialah tutor untuk setiap anak yang
dapat memberi bantuan menurut kebutuhan anak, menghapuskan batas-batas kelas
seperti dilakukan pada apa yang disebut “non-graded school” yaitu sekolah tanpa
tingkat kelas sehingga anak maju menurut kecepatan masing-masing.
Prasyarat-prasyarat
Salah satu prasyarat untuk penguasaan
penuh atau tuntas ialah merumuskan secara khusus bahan yang belum dikuasai.
Prasyarat kedua ialah bahwa tujuan itu harus dituangkan dalam suatu alat
evaluasi yang bersifat sumatif agar dapat diketahui tingkat keberhasilan murid.
Prosedur
tambahan
Dengan cara mengajar yang biasa tidak
akan mencapai penguasaan tuntas oleh murid. Usaha guru itu harus dibantu dengan
kegiatan tambahan, yang bertujuan untuk memperbaiki mutu pengajaran dan
meningkatkan kemampuan anak memahami apa yang diajarkan dan dengan demikian
mengurangi jumlah waktu untuk menguasai bahan pelajaran sepenuhnya, yang
terutama terdiri atas :
1)
“feedback” atau umpan
balik yang terperinci kepada guru maupun murid.
2)
Sumber dan metode
pengajaran tambahan di mana saja diperlukan.
Hasilnya
Hasil yang dicapai dalam bidang
kognitif ialah bahwa jumlah murid yang mendapat angka tertinggi atas dasar
penguasaannya yang tuntas mengenai bahan pelajaran tersebut. Selain itu, ada
lagi keuntungan yang dicapai dalam bidang afektif, sukses atas pelaksanaan
tugas memberi rasa percaya atas kemampuan diri sendiri. Pandangannya tentang
dirinya dan terhadap dunia sekitarnya berubah menjadi lebih positif.
BAB V
USAHA-USAHA DALAM PENGAJARAN INDIVIDU
Macam-macam cara
Pengajaran individual akan senantiasa
merupakan masalah yang menarik perhatian para pendidik. Sejak lama diketahui
adanya perbedaan antara berbagai individu yang tak dapat tiada harus
diperhatikan. Perbedaan terdapat juga dalam gaya belajar murid. Maka, karena
itu macam-macam usaha yang telah dijalankan untuk memenuhi perbedaan individual
dalam proses belajar mengajar, antara lain ialah :
1)
Belajar berprograma, (PB)
yang diciptakan oleh Skinner dan
kemudian diberi modifikasi oleh Crowder,
pada prinsipnya terdiri atas langkah-langkah yang tersusun menurut urutan yang
membawa murid dari apa yang telah diketahuinya yaitu tujuan pembelajaran itu.
2)
Belajar dengan bantuan
komputer, (computer assisted instruction/CAI) adalah pengajaran yang
menggunakan komputer sebagai alat bantu. Yang digunakan oleh sejumlah besar
pelajar dengan tugas terdendiri, maju menurut kecepatan masing-masing pada saat
yang bersamaan mengambil test diagnostik yang berbeda-beda.
-
Sistem pemerolehan
informasi, komputer dapat membantu dalam memberikan informasi tentang berbagai
hal yang diperlukan oleh murid atau tenaga pengajar, misalnya tentang tiap
bidang studi, akan tetapi juga mengenai topik tertentu seperti soal polusi,
urbanisasi, kependudukan dan sebagainya.
-
Pusat belajar atau learning center dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk komputer seperti yang telah kita bicarakan di atas.
Pendekatan audio-tutorial
Pendekatan ini juga berdasarkan belajar
secara individual. Anak-anak dapat belajar menurut kecepatan masing-masing
dengan bahan pelajaran yang tidak uniform dengan yang lain dan memungkinkan pendalaman
bagi individu menurut tujuan masing-masing. Inti pendekatan ini adalah belajar
sendiri oleh murid dalam booth,
semacam bilik yang kecil (audio-tutorial booth) yang dilengkapi dengan
audio-tape yang mengarahkan siswa kepada berbagai kegiatan belajar, alat
audio-visual, mungkin juga eksperimen yang harus dilakukan.
Pengajaran
modul
Pengajaran modul termasuk salah satu
sistem individual yang paling baru dan menggabungkan keuntungan dari berbagai
metode pengajaran individual lainnya seperti tujuan spesifik dalam bentuk
kelakuan yang dapat diamati dan diukur, belajar menurut kecepatan
masing-masing, balikan atau feedback yang banyak.
Modul bukan saja memberi kesempatan
kepada murid untuk maju menurut kecepatan masing-masing, ia juga bertujuan
untuk memberikan tujuan kesempatan untuk memilih diantara sekian banyak topik
dalam rangka suatu program, mengadakan penilaian yang sering tentang kemajuan
dan kelemahan siswa, dan memberikan modul remedial untuk mengolah kembali
seluruh bahan yang telah diberikan guna pemantapan dan perbaikan.
Minicourses
Minicaurses sebanarnya tak dapat
dibedakan dari modul. Seperti modul, minicaurse ini merupakan kesatuan bulat
yang lengkap, yang disusun untuk mempelajari secara individual. Yang dapat
disusun untuk berbagai macam tujuan, seperti tentang “metode pelajaran
berprograma,” “bermain peranan,” dan lain-lain untuk tiap bidang studi atau
topik. Ia tidak hanya memberi pengetahuan, akan tetapi juga dapat memberikan
keterampilan dalam penelitian, penggunaan informasi secara efektif, berpikir,
analisis dan kritik, kemampuan membuat desain eksperimen, memupuk semangat
untuk meneliti, dan bekerja efektif dalam kelompok.
Sistem
kontrak
Dasar sistem inilah bahwa angka-angka
merupakan motivasi utama bagi murid untuk belajar. Murid-murid biasanya hanya
belajar bila menghadapi test, ulangan atau ujian.
Agar sistem kontrak ini efektif, maka
diberikan petunjuk-petunjuk yang yaitu setiap tugas hendaknya diberi
penghargaan berupa kredit, kredit itu hendaknya diberikan sesering mungkin, kontrak
itu hendaknya mengutamakan prestasi, bukan kepatuhan, pekerjaan harus diberi
penghargaan selekas mungkin segera setelah selesai, kontrak itu harus layak,
syarat kontrak itu harus jelas, kontrak itu harus jujur, kontrak itu harus
positif, kontrak itu sebagai metode belajar harus disusun secara sistematis.
Sistem
Keller
Sistem Keller termasul Personalized
System of instruction atau sistem pengajaran individual. Sistem ini terutama
digunakan pada tingkat perguruan tinggi dan mendapat sukses yang besarm,
sehingga makin banyak perkuliahan diselenggarakan menurut sistem ini. Sistem
Keller ternyata menunjukkan hasil yang lebih baik daripada sistem kuliah secara
konvensional. Maka karena itu, popularitasnya meningkat. Keunggulan sistem ini
dibuktikan secara empiris sehingga meyakinkan.
Pengajaran
yang ditentukan untuk tiap individu
Dalam program ini, diusahakan menyusun
suatu program untuk tiap murid secara individual menurut kebutuhan atau taraf
perkembangan atau pengetahuan murid.
Metode dan proses belajar mengajar yang
akan dijalankan, test yang diperlukan dan sebagainya. Prinsip dasar bagi bentuk
pengajaran inilah kita harus mengetahui persis apa yang ingin kita ajarkan
kepada murid, bila mana ia telah menguasainya, apa yang telah diketahui murid
tentang bahan yang akan diberikan, apa yang masih harus dipelajari oleh murid
untuk itu harus ada alat yang menentukan bahan yang sesuai dengan taraf
perkembangan murid, pre-test yang diberikan sebelum memulai suatu satuan
pelajaran, post-test untuk mengetahuai tingkat penguasaan murid, test berdasarkan
kurikulum untuk mengukur kemajuan murid.
Proses
Belajar-Mengajar menurut Pilihan Siswa
Pendekatan yang berbeda dengan apa yang
telah dikemukakan di atas ialah penyediaan berbagai kemungkinan metode belajar
seperti metode kuliah, diskusi, kelompok kecil, seminar, belajar sendiri,
kuliah dan diskusi, atau kombinasi antara dua metode.
Menurut hasil percobaan dengan
memberikan pilihan kepada siswa atas metode yang paling serasi bagi mereka
ternyata semangat dalam setiap metode belajar tinggi, mungkin karena sendiri
memilihnya dan karena pilihan itu memang sesuai dengan pribadi mereka, siswa
yang belajar dalam kelompok kecil mencapai angka yang paling tinggi pada test
yang berbentuk essay yang diberikan secara tiba-tiba tanpa diberitahukan lebih
dahulu, evaluasi sendiri dan oleh teman lebih banyak terdapat dikalangan mereka
yang belajar dalam kelompok kecil, tidak terdapat perbeaan hasil pada test
akhir murid yang mengikuti metode belajar yang berbeda menurut pilihan
masing-masing.
Tinjauan
dan renungan
Setelah kita mempelajari sejumlah cara
untuk memperlihatkan perbedaan individual dalam proses belajar mengajar, maka
perlu kita meninjau dan merenungkannya secara keseluruhan.
Taraf
individualisasi
Taraf individualisasi berbeda-beda,
tidak ada individualisasi yang sempurna, lagi pula individualisasi yang mutlak
juga tidak diharapkan karena tidak akan menguntungkan bagi siswa sendiri. Jadi,
individualisasi selalu terbatas mengenai bahan pelajaran yang harus dikuasai,
metode yang akan dijalankan dan karena itu tidak sepenuhnya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan setiap individu.
Peranan
guru
Peranan guru akan mengalami perubahan
dari tokoh yang terutama menyampaikan informasi menjadi orang yang memberikan
bimbingan dan bantuan kepada tiap siswa secara individual.
Fasilitas
dan sumber
Menjalankan metode pengajaran individual
yang dimaksud untuk memperbaiki mutu pengajaran harus didukung oleh berbagai
fasilitas, sumber dan tenaga pembantu. Misalnya diperlukan sumber dan alat yang
cukup untuk memungkinkan murid belajar secara individual.
Peranan
siswa
Siswa yang telah biasa dengan pengajaran
yang berpusat pada guru yang memberi peranan resptif dan pasif kepada siswa,
akan lebih suka dengan metode pengajaran ini dan mengalami kesulitan untuk
beralih kepada cara lain yang belum pernah mereka alami. Namun setelah
mengalami sendiri mungkin banyak yang merasa tertarik pada metode yang
memberikan partisipasi dan aktifitas kepada mereka.
Individualitas
mengenai isi dan metode
Bahan pelajaran biasanya telah
ditetapkan menurut kurikulum dan tidak lagi diganggu gugat. Tapi harus juga
disesuaikan dengan kebutuhan siswa, maka bahan itu harus relevan dengan
kebutuhan masyarakat atau syarat-syarat lainnya.
Evaluasi
Evaluasi selalu memegang peranan yang
penting dalam segala bentuk pengajaran yang efektif. Dengan evaluasi diperoleh
balikan atau feedback yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau
metode pengajaran untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Yang berguna untuk mengetahui hingga manakah siswa telah mencapai tujuan
pelajaran yang telah ditentukan.
Masa
depan pengajaran individual
Pengajaran individual rasanya lebih
sukar dijalankan daripada pengajaran klasikal, yang sudah begitu lama menjadi
tradisi di sekolah kita. Pengajaran ini bukan sesuatu yang baru bahkan sebelum
pengajaran klasikal dipopulerkan oleh Pestalozzi
semua pengajaran bersifat individual yakni seorang guru mengajarkan seorang
murid atau mengajar murid seorang demi seorang. Namun dalam pendidikan zaman
sekarang dengan jumlah anak yang membanjiri sekolah, pengajaran klasikal
rasanya cara yang paling sesuai. Tetapi, kepentingan individu jangan
terabaikan.
BAB VI
BALAJAR BEBAS
Psiko-terapi sebagai dasar belajar
Carl
R. Rogers seorang ahli psiko-terapi mengemukakan suatu cara mendidik yang
perlu mendapat perhatian kita sebagai guru dan pendidik. Dalam psiko-terapinya Carl R. Rogers memberi kebebasan kepada
kliennya untuk mengeluarkan segala isi hati mereka sepuas-puasnya yang baik
maupun yang buruk dengan metode non-directive
counseling.
Non-directive
counseling tidak mudah bagi seorang pendidik karena pendidikan itu selalu
normatif dan setiap pendidik cenderung untuk menilai tiap kelakuan anak
didiknya menurut nilai-nilai yang dianut oleh pendidik. Tiap pendidik ingin
menanamkan nilai tertentu pada anak didik dan mengharapkan, mendorong dan bila
perlu mengharuskan anak didik untuk berbuat sesuai dengan norma yang ditentukan.
Namun kebebasan sendiri merupakan norma yang perlu mendapat penghargaan yang
setinggi-tingginya.
Adakah
manusia bebas ?
Dalam kenyataannya manusia tidak bebas
sepenuhnya. Ia terikat oleh aturan-aturan dalam masyarakat dan kebudayaan
tempat ia tinggal. Bahkan seorang anak juga lahir dengan pembawaan tertentu
yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Ia menerima intelegensi, type watak, dan
mungkin kelemahan fisik dan psikologis tertentu.
Maka karena itu dapat dianggap bahwa
manusia di negara atau masyarakat mana pun tidak bebas dan manusia bebas itu
hanya khayalan saja karena manusia itu dibentuk dan digerakkan oleh kekuatan
kebudayaan dari luar dan kekeuatan psikis dari dalam. Bahkan ada aliran dalam
psikologi yang percaya bahwa kelakuan manusia dibentuk melalui conditioning.
Teori Rogers dalam
pendidikan
Teori
Rogers ini dapat diterapkan dalam
pendidikan untuk mengembangkan individu yang merdeka yang dapat memilih dengan
bebas atas tanggung jawab penuh, manusia yang kreatif yang dapat senantiasa
menyesuaikan diri dengan perubahan dunia.
Ada
dilakukan eksperime yang menggunakan kebebasan sebagai dasar pendidikan yang
ternyata memberi hasil yang menggembirakan. Misalnya pengajaran yang pupil-centered atau berpusat pada murid
memberi kebebasan agar murid dapat memilih kegiatan yang dirasanya perlu atas
tanggung jawab sendiri.
Syarat-syarat untuk
belajar bebas
1)
Adanya masalah yang
menarik dan bermakna bagi murid. Masalah itu harus riil yang ada kaitannya
dengan kehidupan murid sehingga ada hasrat dan kesediaan untuk memecahkannya.
2)
Kepercayaan dan
kesanggupan manusia, yaitu mengenai diri guru karena cara belajar ini hanya
mungkin berdasarkan keyakinan penuh dari pihak guru akan kemampuan murid untuk
berbuat yang baik, untuk belajar sendiri dan bertanggung jawab atas
perbuatannya. Karena itu belajar dengan kebebasan ini hanya dapat dilakukan
guru yang tidak ragu-ragu akan tetapi percaya penuh atas kemampuan murid itu.
3)
Keterbukaan guru,
maksudnya guru itu jangan berkedok dan menutupi kepribadiannya yang
sesungguhnya. Ia harus jujur menampakkan perasaan yang sebenarnya sebagai
manusia, yang dapat benci atau suka, senang dan sedih, marah, jengkel, atau
gembira. Ia jangan memasang kedok sebagai guru akan tetapi bertindak sebagai
manusia terhadap manusia lainnya.
4)
Menghadapi murid, ia
harus menerima murid menurut pribadi masing-masing dan dapat menghargai sifat
mereka walaupun menyimpang dari apa yang umumnya dianggap baik.
Empathy (empati)
Guru dengan cara belajar berdasarkan
kebebasan bukanlah guru yang menyampaikan pelajaran akan tetapi yang
menyediakan sebanyak mungkin sumber yang dapat digunakan oleh murid untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajarinya. Belajar bebas atau belajar
sendiri harus didukung oleh sumber dan fasilitas belajar. Kelangkaan sumber
dapat menutup kemungkinan untuk belajar bebas.
Larangan
bagi guru
Tugas guru adalah menciptakan suasana
dan fasilitas yang sebaik-baiknya agar belajar bebas ini dapat dilaksanakan.
Guru dapat berusaha untuk memperkenalkan murid dengan berbagai masalah yang
bermakna. Akan tetapi, ia tidak membuat rencana kerja atau rencana pelajaran
untuk murid. Ia tidak menugaskan murid untuk membaca buku tertentu, ia juga
tidak memberikan kuliah kecuali diinginkan oleh murid, ia juga tidak mengkritik
pekerjaan murid kecuali jika murid meminta untuk dikritik, ia juga tidak
memberikan angka atas hasil kerja murid.
Proses
belajar bebas
Belajar bebas berarti belajar untuk
menjadi bebas, manusia merdeka yang turut menentukan arah hidupnya serta
pribadinya, bebas memilih dengan bertanggung jawab penuh atas pilihannya itu.
Proses mencapai kebebasan itu melalui
fase-fase tertentu, yaitu frustrasi pada taraf permulaan, inisiatif dan kerja individual, keakraban pribadi,
perubahan individual, pengaruh atas pengajar.
Penutup
Dalam pendidikan masih dapat diciptakan
suasana di mana anak didik dapat diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan
apa yang dipelajarinya dan bagaimana cara mempelajarinya. Belajar berdasarkan
kebebasan membawa perubahan yang positif pada anak tentang sikapnya terhadap
dirinya serta hubungannya dengan orang lain.
BAB VII
GAYA BELAJAR
Para peneliti menemukan adanya
berbagai gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori
tertentu. Mereka berkesimpulan bahwa :
1)
Tiap murid belajar
menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Juga guru mempunyai gaya
mengajar masing-masing.
2)
Kita dapat menemukan
gaya belajar itu dengan instrumen
tertentu.
3)
Kesesuaian gaya
mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektifitas belajar.
Gaya belajar
Untuk mempertinggi efektifitas proses
belajar mengajar perlu diadakan penelitian yang mendalam tentang gaya belajar
siswa, yaitu dalam bidang gaya kognitif siswa, gaya respons siswa terhadap
stimulus, dan model belajar.
Gaya
kognitif
Masing-masing peneliti menciptakan
penggolongan gaya belajar ini menurut pokok-pokok pengertian yang mendasarinya.
Di antara kategori itu terdapat perbedaan akan tetapi juga persamaan, walaupun
menggunakan istilah yang berbeda-beda.
Gaya belajar yang ada kaitannya dengan
proses belajar mengajar, yaitu :
1)
“field dependence” – “
field independence”
Berdasarkan
studi logitudinal yang dilakukan oleh H. Witkin atas 1.600 mahasiswa sejak
tahun 1954 – 1970, ia menemukan test untuk membedakan tipe-tipe gaya belajar
para mahasiswa. Yaitu salah satunya beda gaya belajar field dependent dan field
independent. Secara kasarnya ada pelajar yang field dependent artinya sangatdipengaruhi oleh lingkungan ada
pula yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
2)
Impulsif – reflektif
Orang
yang impulsif mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara
mendalam. Sebaliknya orang yang reflektif mempertimbangkan segala alternatif
sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian
yang mudah. Tipe orang ini dapat diselidiki dengan test antara lain dengan
memperlihatkan suatu gambar, misalnya bentuk geometris, desain rumah, mobil dan
sebagainya.
3)
Preseptif - reseptif
Precept
artinya aturan. Orang yang preseptif dalam mengumpulkan informasi mencoba
mengadakan organisasi dalam hal-hal yang diterimanya, ia menyaring informasi
yang masuk dan memperhatikan hubungan diantaranya.
Orang
yang reseptif lebih memperhatikan detil atau perincian informasi dan tidak
berusaha untuk membulatkan atau mempertalikan informasi yang satu dengan yang
lain. Orang yang reseptif mengumpulkan banyak informasi akan tetapi tidak
melihat atau membentuknya menjadi kebulatan yang bermakna. Sebaliknya orang
yang preseptif cenderung untuk menyaring data atau informasi, dengan
kemungkinan mengabaikan detil yang mungkin ada maknanya bagi pemecahan suatu
masalah.
4)
Sistematis – intuitif
Orang
yang sistematis mencoba melihat struktur suatu masalah dan bekerja sistematis
dengan data atau informasi untuk memecahkan suatu persoalah. Sedangkan orang
yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan
informasi secara sistematis.
Implikasi
bagi tulisan
Tiap type murid berpikir dengan cara
berlainan, tidak semua murid sesuai untuk mengutamakan kerja lapangan atau
belajar sendiri. Semua type mempunyai kebaikan dan kekurangannya masing-masing.
Model-model
gaya respons
Mann
dalam penelitiannya di Universitas Chicago menemukan beberapa macam gaya
respons mahasiswa yang dibagi dalam delapan kelompok, yaitu mahasiswa penurut, mahasiswa yang tak dapat
berdiri sendiri, mahasiswa yang patah semangat, mahasiswa yang dapat berdiri sendiri,
mahasiswa pahlawa, mahasiswa penembak tersembunyi, mahasiswa penarik perhatian,
mahasiswa pendiam.
Model
Grasha – Riechmann
Model Grasha – Riechmann memberikan penggolongan lain atas penelitian
mereka di Universitas Minnesota, yaitu mahasiswa
berdikari, mahasiswa yang tak dapat berdiri sendiri, mahasiswa yang kooperatif,
Mahasiswa yang suka bersaing/kopetatif,
Mahasiswa yang suka berpartisipasi, mahasiswa yang mengelakkan pelajaran.
Model
Stern
Model Stern memberikan pandangan lain yaitu authoritarians, anti-authoritarians dan rationals.
Implementasi
gaya belajar sebagai inovasi pendidikan
Beberapa
pertimbangan
Setiap pembaharuan atau inovasi
membawa sejumlah kesulitan dan masalah yang harus dipertimbangkan. Masalah itu
antara lain berhubungan dengan waktu, sumber, ruangan dan personalia.
Pemanfaatan
gaya belajar siswa
Jika ternyata bahwa rintangan begitu
besarnya sehingga pembaharuan tidak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan
lembaga, maka masih dapat pembaharuan itu diterapkan oleh guru secara
individual dalam proses belajar mengajar mereka. Untuk itu perlu diketahui gaya
belajar siswa dengan menggunakan instrumen tertentu, yaitu:
1)
Cognitive Style Mapping
(CSM)
CSM
mengungkapkan gaya kognitif siswa, bagaimana ia menggunakan lambang dalam
memecahkan masalah, apakah ia mempunyai kebutuhan untuk berteman atau lebih
suka belajar sendiri, apakah ia dipengaruhi oleh keluarga dan memerlukan
bimbingan guru sebagai pengganti orang tua. CSM juga menunjukkan bagaimanakah
siswa membuat tafsiran, apakah ia mengkategorisasikan fakta atau mencari
perbedaan dan hubungan atau mengadakan sintesis untuk mencari kesimpulan.
2)
Myers – Briggs Type
Indicator (MBTI)
MBTI
ini untuk menyesuaikan proses belajar mengajar dengan type murid dan guru.
Siswa type S (Sensing) dan J (Judging) lebih suka belajar dengan cara yang
sistematis dan teratur dengan menggunakan kelima alat dari mereka dan mereka
memerlukan berbagai cara atau metode mengajar.
Model Kolb
Model ini didasarkan atas psikologi Jung dan berlangsung dalam 4 fase, yaitu
individu memperoleh pengalaman langsung yang konkrit, kemudian ia mengembangkan
observasinya dan memikirkan atau merefleksikannya, dari itu dibentuknya
generalisasi dan abstraksi serta implikasi yang diambilnya dari konsep itu
dijadikan sebagai pegangan dalam menghadapi pengalaman baru.
Manfaat
gaya belajar murid bagi guru
Dengan mengetahui gaya belajar siswa
guru dapat menyesuaikan gaya mengajarnya dengan kebutuhan siswa, misalnya
dengan menggunakan berbagai gaya mengajar sehingga murid dapat memperoleh cara yang
efektif baginya.
Penggunaan
gaya belajar oleh keseluruhan lembaga
Memanfaatan gaya belajar siswa bagi
seluruh lembaga pendidikan sekolah atau universitas jauh lebih sukar dan
kompleks daripada pelaksanaannya oleh seorang guru dalam kelasnya atau bidang
studi yang diajarkannya.
Berbagai
masalah yang dihadapi
Masalah yang dihadapi dalam menjalankan
pembaharuan dalam jangka yang luas yaitu bagaimana memulai pembaharuan itu, bagaimana
mengadakan perencanaan mengenai proses pembaharuan itu, menyusun program,
tujuannya, proses belajar dengan mempertimbangkan gaya belajar siswa,
penilaiannya, dll, bentuk-bentuk belajar mengajar, mengatur tempat belajar,
mengorganisasi jadwal waktu, mempersiapkan dan menyediakan penasehat akademis,
menentukan sistem intensif, menyempurnakan dan melengkapi tenaga administratif,
memperbaharui management, koordinasi program, mengatur sistem komunikasi.
Kesemua itu merupakan usaha yang kompleks dan multidimensional sehingga
berbagai kesulitan harus diatasi yang memerlukan banyak pemikiran, biaya,
waktu, dan frustrasi.