BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan sebuah
karya cipta yang dihasilkan dari ungkapan ekspresi manusia yang diapresiasikan melalui bahasa dalam bentuk tulisan.
Sastra terbagi menjadi dua bentuk, yaitu dalam bentuk sastra lisan dan dalam
bentuk sastra tulisan. Keduanya merupakan buah dari gagasan dan ide seseorang
yang dituangkan dalam konteks bahasa. Sastra lisan merupakan sastra yang terus berkembang dalam konteks
kehidupan masyarakat itu sendiri sebagai pengguna sastra lisan tersebut.
Sejalan dengan derasnya arus globalisasi, semakin pesat pula perjalanan sastra
tersebut.
Begitu pula dengan sastra Aceh, yang merupakan bagian dari karya cipta
manusia yang menggunakan bahasa Aceh sebagai media dalam menyampaikan ekspresi
si penyair. Sejak dulu, banyak penyair-penyair Aceh yang menuangkan ekspresinya
dalam bentuk bahasa yang bernilai sastra lisan, misalnya dalam bentuk pantun
(pantôn), syair (caé), pribahasa (hadih maja), dan masih banyak yang lainnya.
|
Pribahasa (hadih maja) adalah salah satu jenis dari sastra
lisan Aceh yang sampai saat ini masih digunakan dalam kegiatan berkomunikasi
dalam kehidupan masyarakat Aceh. Hadih maja merupakan istilah lokal keacehan
yang dibentuk dari kata hadih dan maja. Kata hadih dipungut dari bahasa Arab ’hadis’
yang berarti perkataan atau pernyataan. Lalu, kata ’maja’ yang dipungut dari
kata ma dan ja yang berarti nenek moyang atau orang tua-tua. Dengan demikian,
hadih maja dapat diartikan sebagai perkataan, pernyataan atau ungkapan yang
berasal dari nenek moyang dan kata-kata mutiara yang sering digunakan dalam
berkomunikasi olah orang tua. Namun sayangnya dewasa ini, hadih maja sudah tidak lagi diindahkan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Hal ini terlihat jelas, bahwa
generasi Aceh saat ini banyak yang tidak dapat memahami makna dari hadih maja
yang sering dilontarkan olah orang tua.
Pada hakikatnya, hadih maja merupakan tuturan yang sangat banyak
mengandung makna tersendiri yang dapat mewakili apa yang ingin disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa yang penuh dengan
ungkapan. Ungkapan yang digunakan dalam hadih maja merupakan ungkapan yang
mengandung nilai-nilai tersendiri. Salah satunya adalah hadih maja karangan
Iskandar Norman.
Hadih maja yang terdapat dalam kumpulan hadih maja karangan Iskandar
Norman, merupakan salah satu kumpulan hadih maja yang menggunakan ungkapan yang
sangat mendalam dan mengandung nilai-nilai yang kental dan sarat dengan pesan,
sehingga dapat menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat oleh setiap
masyarakat Aceh pada umumnya. Nilai pendidikan merupakan salah satu nilai yang
terkandung dalam hadih maja. Nilai ini merupakan nilai yang dapat menjadi
pedoman dan mengatur tingkah laku seseorang yang telah mendengarkan lontaran
kata-kata yang mengandung ungkapan dan memiliki makna yang kental dengan
pendidikan.
Melalui ungkapan hadih maja, orang tetua tidak lain adalah ingin
mengajarkan kepada anak-anaknya untuk berlaku dan bersikap sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Nilai pendidikan yang terkandung dalam
hadih maja memiliki jenis-jenis tersendiri, misalnya nilai pendidikan agama,
melalui hadih maja tersebut orang tetua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang
pendidikan agama yang dilontarkan dengan ungkapan dalam bentuk hadih maja atau
peribahasa. Begitu juga dengan nilai pendidikan moral, nilai pendidikan social,
nilai pendidikan budaya dan lain sebagainya. Semua itu merupakan nilai-nilai
yang terkandung dalam hadih maja yang dapat dijadikan panutan atau pedoman
hidup dalam bermasyarakat.
Dari uraian pada latar
belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah ”Analisis Nilai-nilai
Pendidikan dalam Kumpulan Hadih Maja Karangan Iskandar Norman”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja karangan Iskandar
Norman?
1.3
Tujuan Pernelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data tentang nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan
hadih maja karangan Iskandar Norman.
1.4
Manfaat
Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoretis
dan praktis.
Secara teoretis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman sebagai karya sastra daerah.
Selanjutnya, secara praktis
hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan hadih
maja karangan Iskandar Norman, yang merupakan salah satu jenis karya
sastra lisan Aceh dan untuk lebih
memotivasi potensi yang ada dalam diri peneliti.
Sedangkan, bagi mahasiswa lain dan pembaca pada umumnya dapat memberi
informasi empiris mengenai
makna sastra yang terdapat dalam kumpulan hadih maja dan pendalaman ilmu
serta pengetahuan mengenai bidang kesusastraan, sehingga akan memotivasi untuk
lebih mencintai karya sastra lisan Aceh berbentuk hadih maja.
1.5
Ruang
Lingkup
Penelitian ini adalah tentang nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman, yaitu pada hadih maja péut barèh,
lhéi barèh, dua barèh, dan saböh barèh.
1.6
Definisi
Operasional
Definisi istilah
dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadi kesalah
pahaman pengertian antara peneliti dan pembaca. Adapun istilah-istilah tersebut
antara lain:
1)
Analisis adalah kajian yang
dilaksanakan terhadap kumpulan hadih maja, guna mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan
yang terkandung didalamnya secara luas dan mendalam.
2)
Nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat
kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan
berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya.
3)
Nilai pendidikan adalah nilai yang mempertimbangkan objek
dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai
objek dan sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika.
4)
Hadih maja adalah pemakaian kata-kata kiasan
dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud untuk membuat cipta
sastra dengan mengemukakan pemilihan kata yang tepat.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1
Hakikat
Nilai dalam Karya Sastra
Nilai adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai dapat
diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Poewadarminta, 2004:20). Nilai padanan kata dalam bahasa Inggrisnya adalah
“value”. Sementara value sendiri artinya “quality of being useful or
desirable” (A.S. Hornby, 2002:34).
Nilai atau value, berasal dari bahasa Latin valare atau
bahasa Prancis Kuno valoir yang artinya nilai. Sebatas anti
denotatifnya, valare, valoir, value atau nilai
dapat dimaknai sebagai harga.
|
Kenapa nilai
penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bagaimana nilai dimiliki oleh
seseorang? Batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan,
tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik,
dan hal- hal lain yang berhubungan dengan perasaan seseorang dan orientasinya.
Namun kalau kata tersebut dihubungkan dengan suatu obyek atau dipersepsi dari
suatu sudut pandang tertentu, harga yang terkandung di dalamnya memiliki
tafsiran yang bermacam-macam. Harga suatu nilai hanya akan menjadi persoalan
ketika hal itu diabaikan sama sekali. Maka manusia dituntut untuk
menempatkannya secara seimbang atau memaknai harga-harga lain, sehingga manusia
diharapkan berada dalam tatanan nilai yang melahirkan kesejahteraan dan
kebahagiaan.
Dapat disimpulkan bahwa nilai
merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Sejalan dengan
definisi itu maka hakikat dan makna nilai adalah berupa
norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan
rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam
menjalani kehidupannya. Nilai bersifat abstrak, berada di balik fakta,
memunculkan tindakan, terdapat dalam moral seseorang. muncul sebagai ujung
proses psikologis, dan berkembang ke arah yang lebih kompleks.
2.2 Jenis-jenis Nilai Karya Sastra
Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering mendengar istilah sastra atau karya sastra, baik itu berupa prosa atau
puisi. Dengan membaca karya sastra, kita akan memperoleh sesuatu yang dapat
memperkaya wawasan dan meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam karya
sastra ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Karya sastra yang baik
senantiasa mengandung nilai. Nilai itu dikemas dalam wujud struktur karya
sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan
amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama. Nilai dalam sebuah karya
sastra merupakan sesuatu yang terkandung dan memiliki maksud dibalik karya
sastra tersebut dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat.
Nilai yang terkandung dalam karya
sastra antara lain adalah sebagai berikut:
1)
Nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan
kesenangan secara langsung kepada pembaca.
2)
Nilai artistik, yaitu nilai yang dapat
memanifestasikan suatu seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan.
3)
Nilai kultural, yaitu nilai yang dapat
memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat,
peradaban, atau kebudayaan.
4)
Nilai etis, moral, agama, yaitu nilai yang dapat
memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika,
moral, atau agama.
5)
Nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung
hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Berdasarkan penjelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
lima macam nilai dalam sebuah karya sastra, yaitu nilai hedonik, artistik,
kultural, etis, dan nilai praktis. Kelima nilai tersebut merupakan nilai yang terkandung
dalam sebuah karya sastra yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
2.3 Pengertian
Nilai Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia bahwa yang dimaksud dengan kata nilai adalah konsep abstrak
mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (KBBI, 2000: 386). Definisi
lain nilai pendidikan adalah
ajaran yang bernilai
luhur menurut ukuran pendidikan
yang merupakan jembatan ke arah tercapainya tujuan
pendidikan (Sugiarti, 2003:22). Dengan
demikian dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan adalah ajaran-ajaran
tentang kehidupan yang bernilai
luhur menurut ukuran pendidikan,
baik secara spiritual, emosional,
intelektual sosial, budaya, maupun fisikal.
Ajaran tentang
nilai-nilai itu juga
terdapat dalam karya
sastra, karena sastra itu menghibur dan mendidik (Passandaran, 2000:14).
Nilai pendidikan dalam karya sastra yang dominan adalah (1) nilai religius, (2)
nilai cultural, dan (3) nilai
kepribadian (Tarigan, 2008:194).
Nilai religius terkait dengan aspek kepercayaan kepada Sang Pencipta. Nilai
kultural terkait dengan aspek sosial,
budaya, intelektual, dan
lingkungan alam. Nilai
kepribadian terkait dengan aspek
psikologis, fisik, dan emosional.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah hasil atau nilai
dari sebuah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang
atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan
pelatihan; proses, cara,
perbuatan mendidik.
2.4 Jenis-jenis Nilai Pendidikan
Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai
sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Baik yang bertolak dari pengungkapan
kembali maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara
tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga
dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif,
fiktif, dan lain-lain, juga harus melayani misi-misi yang dapat
dipertanggungjawabkan serta bertendens. Sastrawan pada waktu menciptakan
karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi
juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya,
dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu.
Mencari nilai luhur dari karya sastra adalah
menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan
tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya,
pencipta karya sastra berusaha untuk mempengaruhi pola piker pembaca dan ikut
mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut
ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan
bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil
manfaatnya. Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi
didalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur
yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya
sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif
yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik
sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan.
Hadih maja merupakan salah satu bentuk karya sastra lisan
masyarakat Aceh yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem
nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan
hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi.
Adapun nilai-nilai pendidikan dalam hadih maja sebagai berikut.
2.4.1
Nilai
Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala
secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak
hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut
keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke
dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 2003: 90). Nilai-nilai religius bertujuan untuk
mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada
Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar
penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan
yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra
bersifat individual dan personal.
Kehadiran unsur religi dalam sastra adalah sebuah
keberadaan sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2005: 326). Semi (2003: 21)
menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita batu memahami jiwa suatu
masyarakat bila kita memahami agamanya. Semi (2003: 21) juga menambahkan, kita
tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan
kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan
pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
2.4.2 Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang
kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang
disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang
sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam Nurgiyantoro,
2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran
dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194)
menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang
baik dan yang buruk.
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan
untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik
buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan,
sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap
baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam
sekitar. Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari
nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral
selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral.
Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah
yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan
peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari
suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila.
2.4.3
Nilai
Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan
masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil
dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap
seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya
dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar
individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan
kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 2003: 80). Nilai
pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan
berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu
lainnya.
Nilai sosial mengacu pada
hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana
seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan
menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat
Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu
yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat.
Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai
landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki
ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan
individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga
berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu
tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu
memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat
disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui
perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut.
Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh
masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang
penting.
2.4.4
Nilai
Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (2003:74) merupakan
sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau
suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau
suku bangsa lain sebab nolai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada
sutu masyarakat dan kebudayaannya.
Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat,
hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai
budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman
tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai
ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena
ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima,
dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi
fenomena yang digambarkan.
Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai
intinya ia akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur
permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala
dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat
tersebut sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam
kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan
atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti
tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan
konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam hadih maja dapat diketahui melalui penelaahan terhadap
karakteristik dan perilaku masyarakat.
2.5 Karya
Sastra Aceh
Daerah Aceh
merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai karya sastra yang
beragam. Aceh merupakan
daerah yang kaya dengan budaya apalagi bagian sastra lisannya dan daerah
Aceh juga memiliki karyanya masing-masing.
Sastra Aceh telah
berkembang seiring zaman perkembangan peradaban dan sejarah dari abad ke abad,
dan baru dikenal (disalin) pada abad ke 14, namun sastra lisan telah berkembang
sejak Aceh dikenal pada abad ke 9. Jika ditilik perbedaan sejarah sangat jauh
jangka panjang antara lisan dan tulisan. Namun,, belum tentu hal tersebut
benar, mengingat tidak ada satu sejarapun mencatat perjalanan sastra tersebut
secara detail dan rapi, kita hanya dihadapkan pada naskah Manuskrip Sejarah
raja-raja Pasai yang menggambarkan keberadaan Kesultanan Pasai.
Aceh merupakan
daerah pusat kebudayaan Islam sebab dari negeri ujung Sumatera pada awal
menyebarkan Islam di seluruh Nusantara, termasuk didalamnya Malaysia dan
Pathani, paling tidak masih ditemukan di dua negara tersebut karya-karya para
ulama-ualam Aceh. Maka tidak heran, jika bumi Seuramoe Mekkah
ini banyak mewariskan beragam corak sastra Islami. Bumi Serambi Mekkah juga merupakan asal
mula pembaharuan sastra Melayu Indonesia, yang berpengaruh dan membawa
perubahan terhadap sastra Melayu Indonesia. Daerah Aceh memiliki aset kekayaan
genre (cabang ) sastra klasik (classic literature).
Ciri-ciri umum
karya sastra klasik adalah sama dengan ciri sastra lama yaitu:
a)
Bersifat
anonim (tidak memiliki nama pengarang),
b)
Bercorak
ragam lisan diceritakan dan dibicarakan dari mulut ke mulut,
c)
Bersifat
turun temurun antar generasi ke generasi,
d)
Jika
berupa puisi unsur ritma dan sajak lebih dominan.
Dalam ikon puisi
lama menurut Harun (2012:85) dikenal beberapa jenis sastra klasik yaitu: narit
maja (peribahasa), neurajah (mantra), hiem (teka-teki), dan panton (pantun).
Semua genre sastra tersebut merupakan jenis sastra tertua dan purba dalam
sejarah perkembangan sastra Aceh. Untuk lebih jelas ihwal sastra kuno genre
puisi ini akan saya bahas secara runtut berikut ini:
1)
Hadih Maja (Peribahasa)
Dalam tradisi
masyarakat Aceh narit maja berfungsi sebagai pengendalian pranata sosial (control
sosial) dan sebagai sarana penyampaian pesan moral.
Dalam narit maja
juga mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. Seperti terdapat dalam narit maja
berikut: hana patot aneuk murid lawan gure/ nyo kon seude teunte gila.
Terjemahan bebasnya adalah tidak patut seorang murid melawan gurunya, kalau
tidak senu tentu gila. Demikianlah peribahasa Aceh sarat dengan nilai-nilai pendidikan.
Agar lebih jelas mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam narit maja, berikut
penulis berikan salah satunya sebagai contoh perdagangan dalam narit maja.
Misalnya terdapat dalam narit maja berikut:
Tulak tong
tinggai tem.
Arti bebasnya: dorong tong, tinggal kaleng. Dalam peribahasa ini mengandung
pengertian bahwa dalam usaha dagang–jual beli–setelah diperkirakan laba rugi dalam
hal ini tidak ada yang diuntungkan, tetapi hanya mencukupi modal saja.
Pantang bagi gadis mengunjungi atau menghadiri kenduri kematian (seuneujoh)
di desa lain. Mereka hanya boleh datang ke kenduri kematian di desanya saja
untuk membantu. Para perempuan yang mendatangi acara seunujoh semuanya
sudah menikah. Hal ini digambarkan dalam hadih maja:
kéurija hudèp, kéroja matè,
han géukhéun lè aneuék dara. Maksudanya, bila sudah mengunjungi kenduri
kematian, maka perempuan itu bukanlah gadis.
Bidang kriminalitas
yang membawa dampak bagi hajat hidup orang banyak. Masyarakat Aceh sering
menyebut narit maja:
gop pajoh
boh panah/ tanyo yang meugeutah. Terjemahan bebasnya: orang yang makan nangka, kita yang
bergetah. Orang lain yang berbuat salah kita yang mendapat efek dari
kriminalitas tersebut. Dalam tulisan ringkas ini saya tidak merincikan satu
persatu narit maja tersebut, karena itu tugas pribadi anda dirumah.
2)
Neurajah (Mantra)
Neurajah merupan
jenis sastra tertua setelah narit maja. Jika ada orang yang bertanya siapakah
pemilik puisi jenis mantra ini?. Maka jawabannya adalah pawanglah yang menjadi
penyair genre mantra, karena pada mulanya pawang mengucapkan mantra-mantra
untuk menjinakkan harimau, gajah, tawon, dan lain-lain.
Contoh Neurajah
Neurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bang idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan
tembaga)
Dihadapan raja diwa hong saidi
3)
Hiem (Teka – Teki)
Masyarakat Aceh
dalam keseharian sering kumpul bersam sanak keluarga dan kerabat untuk berteka
– teki sejenak. Teka – teki dalam masyarakat Aceh selain sebagai hiburan juga
menjadi arena asah otak, karena dalam teka – teki juga mengandung unsur
pendidikan. Walaupun unsur humor lebih dominan.
Contoh Hiem
Na saboh kitab
365 on
Si on-on dua
blah banja
Sibanja-banja
lhee ploh boh titek
So nyang lisek
cuba boh makna
(thon, buleuen,
uroe)
4)
Panton (Pantun)
Bagian terakhir
dari puisi klasik Aceh adalah pantun. Puisi empat baris yang terdiri atas
sampiran dan isi. Baris pertama dan kedua disebut sampiran. Baris ke empat dan
lima namanya isi. Panton Aceh dan pantun Indonesia memiliki ciri-ciri sama.
Bersajak ab, ab. Sama halnya dengan narit maja, neurajah, dan hiem yang sebenarnya
juga terdapat dalam konteks ke-indonesia-an sastra.
Contoh pantun:
limong limong kapai
jitamong
dua go limong kapai
jibungka/
nyo hantrok lon cot ngon
reunong
nyan bungong lon pupo geulawa
|
Arti bebas pantun tersebut
adalah lima lima kapal masuk, dua kali lima kapal berangkat, kalau tak bisa
saya ambil pakai galah, ini bunga akan saya lempar supaya jatuh kepelukan
saya.
|
Pantun perjuangan untuk
meraih dan menaklukkan hati wanita idaman. Classic bukan ?. Dari segi umur
pemakai terdapat bermacam jenis pantun seperti pantun anak-anak, pantun remaja,
dan pantun dewasa. Berdasarkan manfaat dan kondisi pemakaian dikenal pantun
nasehat, pantun jenaka, dan pantun kaulamuda.
5)
Cae’ atau syair
Sementara itu
dalam ikon genre prosa lama di Aceh dikenal dengan prosa liris (hikayat),
legenda, fabel, haba jameun (cerita rakyat/kabar zaman).
a.
Hikayat adalah jenis prosa lama walaupun ada juga pakar
sastra yang menyatakan bahwa hikayat itu jenis puisi liris, karena tipografinya
seperti syair dan bersajak.
Jika dilihat dari
unsur intrinsiknya hikayat lebih cocok disebut prosa. Mengingat dalam hikayat
lebih dominan ditunjang oleh setting (latar), tokoh, watak (karakter), konfliks
dll. Umumnya hikayat bersifat istanasentris, dan cerita raja-raja. Namun ciri
utama hikayat adalah anonim (tidak memiliki nama pengarang) seperti umumnya
sastra lama lainnya. Ada juga beberapa hikayat yang memiliki nama pengarang
seperti hikayat.
Prang Sabi karya
Teungku Syiek Pantee Kulu. Namun dalam tulisan ini saya tidak merujuk kepada
ciri umum hikayat. Di Aceh sarat akan hikayat warisan indatu misalnya : hikayat
Raja-Raja Pasai, dan hikayat Malem Diwa.
b.
Legenda adalah jenis cerita turun temurun bercerita tentang
asal usul suatu geografis (asal nama daerah, asal mula sebuah pulau dan
sebagainya).
Legenda Ahmad
Rhangmanyang yang menjadi pulau batu di Aceh Besar atau legenda si anak durhaka
Malin Kundang di Padang, Sumatera Barat, legenda Nyai Roro Kidul, Gunung
Tankupan Perahu, Jaka Tingkir (di Jawa), legenda Paya Terbang, legenda Raja
Bakoi (di Aceh Utara), puteri Pukes, Loyang Koro, Pengantin Atu Belah (di
dataran Tinggi Gayo, Takengon), dan legenda Tapak Tuan (di Aceh Selatan).
c.
Fabel adalah cerita yang ditokohkan oleh binatang.
Jikapun
melibatkan tokoh manusia, namun tokoh binatang dalam cerita fabel lebih
dominan. Dalam fabel binatang menjadi aktor utama walaupun tanpa disutradarai
oleh manusia cerita tepapi Haba Pelandoek berjalan sukses. Karena memang
demikianlah sebuah fabel dikisahkan. Contoh fabel yang terkenal adalah Sang
Kancil dan Harimau, Lutung Kasarung, dan Kera Sakti.
d.
Haba Jameun (cerita rakyat) adalah kabar zaman yang
diriwatkan dari mulut kemulut. Secara turun temurun.
Jika ada cerita
rakyat yang terkumpul dalam sebuah buku itu bukanlah milik penghimpun.
Melainkan milik semua masyarakat dimana cerita rakyat tersebut berkembang.
Sebagai penghargaan kepada penghimpun cerita ini disebut sebagai penyusun atau
editor buku tersebut. Seperti kumpulan Kabar Zaman Dari Aceh karya LK. Ara.
Cerita rakyat yang terkumpul dalam buku tersebut adalah milik masyarakat Aceh.
Tetapi LK.Ara sangat berjasa dengan menerjemahkan cerita rakyat Aceh ke dalam
Bahasa Indonesia.
Haba jameun
biasanya selalu diawali dengan pembukaan seperti berikut ini: bak jameun dile,
na sibak bak jambe di leun. Trep nibak trep broek rumoh tinggai sudep… na saboh
kisah, yang artinya: pada zaman dahulu ada sebatang pohon jambu di depan rumah.
Lama kelamaan rusak rumah tinggal panggang… ada sebuah kisah. Contoh haba
jameun : Abu Nawas dan Aneuk Yatim.
2.6 Pengertian Hadih Maja
Hadih Maja sebagai sebuah istilah lokal keacehan dibentuk dari akar kata
hadih dan maja. Kata hadih dipungut dari bahasa Arab ‘hadis’ yang hal ini
merujuk pada perkataan, pernyataan, ungkapan verbal. Selanjutnya, kata maja
dipungut dari akar kata ma dan ja yang dalam hal ini merujuk pada ‘moyang
wanita’ atau nenek moyang, orang tua-tua. Dengan demikian, Hadih Maja Karangan
Iskandar Normandapat dimaknakan sebagai ‘perkataan’, pernyataan,
ungkapan-ungkapan verbal yang berasal dari nenek moyang’, kata-kata mutiara
orang-orang tua. Dalam tradisi sastra Melayu dan Indonesia secara umum genre
sastra ini disebut ‘pepatah’, ungkapan, dan peribahasa’.
Sebagai sebuah tradisi lisan, peribahasa atau ungkapan tradisional ini
pada dasarnya merupakan “kalimat-kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman
yang panjang” Cervantes (Hamid, 2007:28). Bahkan, manurut Russel (A. Hamid,
1997:28) peribahasa atau ungkapan tradisonal merupakan ‘kebijaksanaan orang
banyak, kecerdasan seseorang”. Itu sebabnya, barangkali, dalam kehidupan
sehari-harib tidak semua anggota masyarakat pemilik peribahasa atau ungkapan
tradisional dapat menguasai, dalam makna mengahafal dan menggunakannya secara
tepat seluruh peribahasa yang pernah ada dan berkembang dalam masyarakatnya.
Padahal, menurut Dananjaya (Hamid, 2007:32), sebagaimana halnya dengan
faktor lisan lainnya, ungkapan tradisional digunakan untuk berbagai fungsi
sosial, yaitu:
1)
Sistem
proyeksi, penggambaran angan-angan anggota suatu masyarakat.
2)
Alat
pengesahan pranata atau lembaga kebudayaan.
3)
Media
pendidikan bagi anak-anak atau generasi muda.
4)
Alat
untuk memaksa atau mengawasi kepatuhan anggota masyarakat terhadap norma
tertentu.
5)
Alat
untuk mengkritik seseorang yang melanggar
norma-norma tertentu (the impersonalization of authority, menurut istilah Alan
Dundes).
6)
Alat
untuk menaikkan gengsi seseorang dalam sebuah masyarakat.
Dalam tradisi
masyarakat Aceh narit maja berfungsi sebagai pengendalian pranata sosial
(control sosial) dan sebagai sarana penyampaian pesan moral. Dalam narit maja
juga mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. Seperti terdapat dalam narit maja
berikut:
Hana patot
aneuk murid lawan gure/ nyo kon seude teunte gila. Terjemahan bebasnya adalah
tidak patut seorang murid melawan gurunya, kalau tidak senu tentu gila.
Kemudian salah
satunya sebagai contoh narit maja yang mengandung nilai-nilai pendidikan dalam
bidang perdagangan. Misalnya terdapat dalam narit maja berikut:
Tulak
tong tinggai tem.
Arti bebasnya: dorong tong, tinggal kaleng. Dalam peribahasa ini mengandung
pengertian bahwa dalam usaha dagang–jual beli–setelah diperkirakan laba rugi
dalam hal ini tidak ada yang diuntungkan, tetapi hanya mencukupi modal saja.
Kemudian salah
satunya sebagai contoh narit maja yang mengandung nilai-nilai pendidikan dalam
bidang kriminalitas yang membawa dampak bagi hajat hidup orang banyak.
Masyarakat Aceh sering menyebutnya:
Gop pajoh
boh panah/ tanyo yang meugeutah. Terjemahan bebasnya: orang yang makan nangka, kita yang
bergetah. Orang lain yang berbuat salah kita yang mendapat efek dari
kriminalitas tersebut.
Demikianlah
peribahasa Aceh sarat dengan nilai-nilai pendidikan, baik itu nilai pendidikan keagamaan,
muamalah, sosial, dan lain-lain sebagainya.
2.7 Manfaat Hadih Maja dalam Masyarakat Aceh
Aceh sebagai masyarakat yang berbudaya memiliki cara-cara tersendiri
dalam mengungkapkan ide-ide yang berkembang dalam masyarakatnya. Ide-ide itu
diungkapkan dengan cara yang halus sehingga jika suatu ungkapan, baik berupa
nasihat maupun teguran ditujukan kepada seseorang, biasanya orang yang dituju
tidak merasa tersinggung. Dalam kesusastraan Aceh, ungkapan-ungkapan demikian
dinamakan hadih maja.
Kandungan hadih maja, antara lain berkenaan dengan nilai budaya masyarakat
Aceh dalam berpikir, bernalar, bertindak, dan berkomunikasi, baik secara
vertikal maupun horizontal. Di antara ungkapan hadih maja adalah ungkapan, “Lagee keuleude gulam kitab (Seperti keledai
memikul kitab).” Suatu perumpamaan kepada orang yang mempunyai ilmu,
mengetahui, dan membawa kebenaran, tetapi tidak mengambil manfaat dari ilmu dan
kebenaran yang diketahuinya.
Hadih maja tersebut merupakan ungkapan pendahulu kita pada waktu yang
sudah lama, tetapi makna yang dikandung dalam hadih maja tersebut masih relevan
kiranya untuk dibicarakan pada saat ini. Hal yang demikian disebabkan perilaku
masyarakat Aceh yang dapat diamati tidak jauh dari perumpamaan keuleude gulam
kitab.
Masyarakat Aceh adalah penganut ajaran Islam. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berbuat baik melalui belajar, beramal, dan menasihati orang lain.
Oleh karena itu, secara umum dapat dipahami bahwa masyarakat Aceh pada umumnya
adalah orang yang belajar agama, sehingga mereka adalah orang yang mengetahui
kebenaran. Namun, ilmu yang mereka pelajari ternyata bukan untuk diamalkan,
tetapi hanya sekadar bahan studi, dialog, ceramah, seminar, perbandingan, dan
perdebatan.
2.8 Hadih Maja
Iskandar Norman
Iskandar Norman, lahir di Gampong Buangan, Kecamatan Meurah
Dua Kabupaten Pidie Jaya, yaitu pada 04 Juni 1980 dari orang tua Norman Harun
dan Wasiyah Risyad. Ia adalah seorang jurnalis. Selain sebagai jurnalis, ia
juga merupakan seorang seniman dan karya sastranya bersama dengan seniman Aceh
dikumpulkan dalam antologi keranda-keranda yang berisi sajak dan puisi tentang
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Selama Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Salah satu
bukunya adalah Buku kumpulan Hadih Maja karangan Iskandar Norman, yaitu merupakan
salah satu buku yang berisi tentang berbagai jenis hadih maja. Ia menuangkan
gagasan dan idenya dengan daya imajinasi yang luar biasa sehingga menghasilkan hadih
maja yang mengandung nilai-nilai tersendiri yang bisa menjadi pedoman dalam kehidupan
masyarakat Aceh pada khususnya.
Selain itu, bukan
hanya mengandung makna dan nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam hidup
bermasyarakat, Iskandar Norman juga menciptakan hadih maja dengan bentuk yang
sangat unik dan berkesan, yaitu mulai dari hadih maja yang disusun secara
alfabetis serta jumlah baris yang berbeda menjadi ciri khas tersendiri hadih
maja karangan Iskandar Norman di mata para pembaca.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa bahasa
mempunyai tugas dan peranan yang penting dalam kehadiran karya sastra. Bahasa tidak dapat dilepaskan dari sastra. Tidak ada bahasa tidak ada sastra. Keindahan karya sastra
sebagian besar disebabkan kemampuan penulis mengeksploitasikan kelenturan
bahasa sehingga menimbulkan kekuatan dan keindahan. (Semi, 2003:81).
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutik. Penggunaan jenis ini dianggap tepat karena
peneliti mengungkapkan nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja
karangan Iskandar Norman.
Menurut Endraswara (2003: 42), ia menyatakan bahwa ”Studi sastra mengenal hermeneutik
sebagai tafsir sastra. Hermeneutik merupakan sebuah paradigma
yang berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik, yang akan dapat
membuat penjelasan teks sastra dan pemahaman makna dengan menggunakan makna
kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata lebih berhubungan dengan konsep
semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Makna kata akan
membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu, dari kata-kata akan tercermin
makna kultural teks sastra”.
3.2 Data dan Sumber Data
|
Data dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman, yaitu hadih maja
péut barèh, lhéi barèh, dua barèh, dan saböh barèh. Sedangkan sumber data
penelitian ini adalah buku hadih maja karangan Iskandar Norman (filosofi hidup
orang Aceh).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Peneliti
membaca buku hadih maja karangan Iskandar Norman, yaitu pada hadih maja
péut barèh, lhéi barèh, dua barèh, dan saböh barèh secara berulang-ulang.
2)
Peneliti mengelompokkan data-data yang
menunjukkan nilai-nilai pendidikan dalam hadih maja tersebut.
3)
Peneliti mencatat data-data yang termasuk ke
dalam nilai-nilai pendidikan dalam hadih maja tersebut.
4)
Selanjutnya, peneliti menguraikan
data-data tersebut, lalu menganalisis nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja
karangan Iskandar Norman yaitu hadih maja péut barèh, lhéi barèh, dua
barèh, dan saböh barèh tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Data dalam
penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis secara kualitatif
yaitu menganalisis nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja
karangan Iskandar Norman. Hal ini
sejalan dengan penjelasan Sugiono (2009:337), ia menyatakan bahwa ”Analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu”.
Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (Sugiono 2009 :
337), mengemukakan bahwa ”Aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga
datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi data,
menyajikan data dan menyimpulkan data”.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
pengolahan data adalah mengolah data menurut jenisnya, menganalisis nilai-nilai
pendidikan dan menyimpulkan.
1)
Mereduksi data
Tahap mereduksi data mulai
dilakukan melalui proses penyeleksian, identifikasi dan pengklasifikasian.
Penyeleksian dan pengidentifikasian merupakan kegiatan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi
data-data pada kategori nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja
karangan Iskandar Norman. Tahap pengklasifikasian merupakan proses yang dilakukan untuk
mengklasifikasikan data, memilih data dan mengelompokkan data.
2)
Menyajikan Data
Menyajikan Data adalah kegiatan
pengelompokkan data melalui tahap reduksi data pada kategori nilai-nilai
pendidikan dalam kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman.
3)
Menarik Simpulan
Menarik simpulan dilakukan setelah mengikuti dua tahap. Simpulan ditarik
setelah data disusun dan diperiksa lalu didiskusikan dengan pembimbing. Hasil akhir
penelitian analisis nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja karangan
Iskandar Norman, disajikan dalam laporan penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Adapun
hasil penelitian tentang nilai-nilai pendidikan dalam hadih maja karangan
Iskandar Norman, yaitu hadih maja péut barèh, lhéi barèh, dua barèh, dan saböh
barèh, maka penulis menjabarkan nilai-nilai pendidikan tersebut sebagai berikut
:
Data 1
Aceh peuleubèh droe
Pidie peungieng droe
Meureudu peutungku droe
Peusangan peunan droe
Halaman
12 (nilai budaya)
Data 2
Aneuk tan tuan
Tabrie rumoh jipeugöt keu
rangkang
Tabrie lampoh jipeugöt keu blang
Tabrie inöng jipeugöt keu jalang
Halaman
13 (nilai moral)
Data 3
Adak na geuchik lagèe boh pik
hana sagoe
Na waki lagèe keubiri gatai asoe
Na rakyat hudah-huduh lalè
keudroe
Halaman
56 (nilai moral)
Data 4
Abéh nyawông tuhan tuéng
Abéh hareuta hukôm pajoh
Halaman
78 (nilai religius)
Data 5
Adak han jihèi aneuk ureueng tuha
Beu jihèi aneuk ureueng putèh ôk
Halaman
78 (nilai moral)
Data 6
Allah bri Allah bëh
|
Halaman 188
(nilai religius)
Data 7
Apui hu lam seukéum asap u luwa
Halaman
189 (nilai moral)
Data 8
Batèe tunggai seumeulhôh
Lhôk pawöh meupatôk
Di Sawang peubrôk u
Alue paku krèk-krôk
Halaman
16 (nilai moral)
Data 9
Bèk tasuet gleung meuh
Ta sôk gleung balôt
Adat nyang patôt
Bèk tatuka
Halaman
16 (nilai budaya)
Data 10
Boh pisang neuprôm di teupin
Pisang awin prôm di para
Adak pih kuteupeu gata gasien
Ka jadèh kutueung keu lakoe si
dara
Halaman
16 (nilai sosial)
Data 11
Bukôn sayang cicém pala
Jikarôm boh tilamsahit
Bukôn sayang ureueng pukaha
Jiseumah Po ka rôh namiet
Halaman
17 (nilai religius)
Data 12
Bèk tatiek duroe bak rét ueh raya
Han teutob bak tajak teutob bak
tawoe
Peunyaket tabloe utang ta peuna
Halaman
57 (nilai moral)
Data 13
Bak ôk siôn peutaboh minyeuek
Bak gigoe sineuek peu taboh baja
Halaman
84 (nilai moral)
Data 14
Buya krueng teudöng-döng
Buya tamöng meuraseuki
Halaman
92 (nilai sosial)
Data 15
Bak adat han jikab bak hukôm han
jithéun
Halaman
191 (nilai budaya)
Data 16
Catok mukim tujôh
Seneupôh meurandéh paya
Peureudèe di lhông
Bu meudalông di daya
Halaman
19 (nilai moral)
Data 17
Catok meujaliku seunabông
meujakalé
Narièt meuteungku buét meuasèi
93
(nilai moral)
Data 18
Cut takalön geuhön tatijiék
196
(nilai moral)
Data 19
Dirhom geutanyoe ngôn bajoe
Tarhom jih ngôn nuga
Dirhom geutanyoe ngôn tumpoe
Tarhom jih ngôn bada
Halaman
21 (nilai sosial)
Data 20
Digôb jipajôh gajah
Abéh ngôn tuleueng hana soe thèe
Digata tapajôh karéng huèk teueh
Ék geuthèe lé ureueng lingka
Halaman
22 (nilai moral)
Data 21
Donya ka akhé
Tabeut han malem lée
Tahareukat han kaya lée
Halaman
60 (nilai religius)
Data 22
Drien han jibèh pangsa
Panah han jibèh kawi
Pisang han jibèh sisi
Halaman
60 (nilai budaya)
Data 23
Donya ka akhé
Dit nyang meugét lèe nyang
meupaké
Halaman
97 (nilai sosial)
Data 24
Eleumèi dua seumirèi
Uroe tikoh malam tupèi
Halaman
98 (nilai moral)
Data 25
Gaséh ma ôh rambat
Gaséh ku ôh jeurat
Gaséh gurèe tröh u akhirat
Halaman
61 (nilai budaya)
Data 26
Geutak han meuparôt
Geucarôt han malèi
Halaman
101 (nilai moral)
Data 27
Geutanyoe ngön syedara
Toe bék jiôh pih bék
Halaman
102 (nilai sosial)
Data 28
Gob pajôh boh panah
Geutanyoe meugeutah
Halaman
102 (nilai budaya)
Data 29
Gob madeueng geutanyoe ba nuga
Halaman
200 (nilai moral)
Data 30
Hana patôt tapeupatôt
Gaki euntôt ta bôh geunta
Hana layak ta peulayak
Jaroe supak ta bôh gaca
Halaman
24 (nilai moral)
Data 31
Hana buét mita buét
Cok peulakén cilèt bak pruet
Jak lam uroe meugöt teuk diruet
Halaman
62 (nilai moral)
Data 32
Hana leumah lée buet langai
Ka leumah buet creuéh
Halaman
105 (nilai moral)
Data 33
Hana sakét geutop ngön rincông
Leupah sakét geupansie haba
Halaman
106 (nilai sosial)
Data 34
Hina bak donya hareuta teuh tan
Hina bak rakan hana hareuta
Halaman
107 (nilai budaya)
Data 35
Ie dayong halôh
Ie paseung tamöng jalô
Ija putéh seureuban dagang
Ija plang salén lintô
Halaman
26 (nilai budaya)
Data 36
Ileumèi meubalaré
Geutanyoe beu udép
Gob beu matée
Halaman
63 (nilai moral)
Data 37
Iè lam laôt hana meuriyeuek
Inoe lam abeuek meubura-bura
Halaman
110 (nilai moral)
Data 38
Intan dak lam bagan jibeudôh
cahya
Halaman
205 (nilai moral)
Data 39
Jak creuh di geuniréng
Jak céng u ateuh
Nyang tupat meupalét
Nyang sulét lheuh
Halaman
27 (nilai moral)
Data 40
Jak-jak langai
Duek-duek aré
Pluéng-pluéng nyèh
Halaman
64 (nilai moral)
Data 41
Jaroe uneuen jok
Bèk dithèi lèe jaroe wiè
Halaman
113 (nilai moral)
Data 42
Jirôm geutanyoe ngön bajoe
Tarôm jih ngön nuga
Halaman
114 (nilai sosial)
Data 43
Jigaséh meunyoe na oeu tabrie
Halaman
206 (nilai sosial)
Data 44
Khém meuhah-hah saléuk iblih
Khém mehih-hih saléuk guda
Khém teuseunyôm saléuk bak
teungku
Khém sigeutu saléuk ulama
Halaman
30 (nilai budaya)
Data 45
Kulat pak di Meulaboh
Kulat goh di Meuraksa
Ureueng rab han meuteumèe pajôh
Ureueng jiôh meuteumèe rasa
Halaman
30 (nilai sosial)
Data 46
Kông tutue seubab na meuneumat
Kông adat meunyoe na raja
Halaman
119 (nilai budaya)
Data 47
Keubeu saboh kawan èk tahila
Aneuk dara sidroe han èk tajaga
Halaman
120 (nilai sosial)
Data 48
Kuwah beu leumak u bék beukah
Meulintèi bék woe cucoe beuna
Halaman
121 (nilai moral)
Data 49
Keurana puteng rukok tutông rumoh
Halaman
209 (nilai moral)
Data 50
Lam udép tameusaré
Lam meuglè tameubila
Lam lampôh tameutulông
Lam meublang tameusyedara
Halaman
31 (nilai sosial)
Data 51
Lheuh bak misè
Meukeumat bak janggôt
Lheuh bak angkôt
Meukeumat bak taba
Halaman 32 (nilai budaya)
Data 52
Lagèe utôh meunasah
Droe geuh tan jeut
Keu gob geu peugah
Halaman
65 (nilai moral)
Data 53
Laén lhôk laén kulam
Laén nanggroe laén reusam
Halaman
122 (nilai budaya)
Data 54
Lagèi bubèi dua jab
Keunoe toe keudéh rab
Halaman
123 (nilai moral)
Data 55
Lagèi bajoe ho nyang arat keunan
jisak droe
Halaman
213 (nilai moral)
Data 56
Lagèi gaséh keu aneuk mö
Halaman
218 (nilai budaya)
Data 57
Lagèi kaméng ngön rimuéng
Halaman
221 (nilai sosial)
Data 58
Mangat-mangat gulèe labu
Na siegeutue leupah sira
Mangat-mangat ureueng meumadu
Na siegeutue leupah haba
Halaman
33 (nilai moral)
Data 59
Meunyö ma keu aneuk
Meuseuek-seuek geujak mita
Meunyö aneuk keu nang
Kulét pisang meuhareuga
Halaman
34 (nilai sosial)
Data 60
Matèe gajah tinggai gadéng
Matèe rimuéng tinggai kuréng
Matèe ureueng tinggai nan
Halaman
67 (nilai budaya)
Data 61
Mie meubajèe asèe meusiluweu
Tapeuduek jih ateuh ulèe
Jitrom geutanyoe lam pagèe
Halaman
67 (nilai moral)
Data 62
Malém ulèe ngui kupiyah
Malém babah kréuh meudakwa
Halaman
131 (nilai moral)
Data 63
Matèe aneuk mupat jirat
Matèe adat pat ta mita
Halaman
132 (nilai budaya)
Data 64
Meunyoe ka jeut ijak bak ureueng
matèe
Han geukheun lèe aneuk dara
Halaman
134 (nilai sosial)
Data 65
Meunyoe göt tapeubuet göt
geubalah
Jeuheut geukubah lam nuraka
Halaman
141 (nilai religius)
Data 66
Matèe sidôm seubab maméh
Halaman
236 (nilai budaya)
Data 67
Meunyoe kana péng khém pih
kameukeunöng
Halaman
237 (nilai moral)
Data 68
Nyang tan digob na geutanyoe
Sidroe binö dua samlakoe
Saboh nanggroe dua raja
Halaman
68 (nilai moral)
Data 69
Narièt nyang sakèt jeut keu ubat
Narièt nyang mangat jeut keu tuba
Halaman
145 (nilai budaya)
Data 70
Nibak pagèu kông jeuneurob
Nibak syedara kông ngön gob
Halaman
146 (nilai sosial)
Data 71
Nyang mèe hana geuhön
Nyang kalön peudéh mata
Halaman
148 (nilai moral)
Data 72
Ôn balèk baloe
Ôn panjoe ngön sumpai plôk
Tameukawèn sabé keudroe-droe
Geunap uroe tameuantok
Halaman
40 (nilai sosial)
Data 73
Ôh ka lupah u darat
Ta trôm rakét u kruéng
Halaman
150 (nilai moral)
Data 74
Ôh ta jôk tika han ditém duék
Ôh ta jôk situék leupah mulia
Halaman
151 (nilai budaya)
Data 75
Ôh ta kalön ié saka han leupah
Halaman
243 (nilai moral)
Data 76
Pantang ureueng Aceh
Tacarôt tateunak tatrôm tasipak
Tateuôh biek ngôn bangsa
Nyang pih pantang raya
Halaman
41 (nilai budaya)
Data 77
Paléh pukat hana untueng
Paléh rangkang hana rinyeun
Paléh mön hana pupalang
Paléh pang hana jibéh tungkat
Halaman
42 (nilai moral)
Data 78
Pajôh atra inöng keubah atra droe
Halaman
244 (nilai moral)
Data 79
Peuleumah buét créuh som buét
langai
Halaman
248 (nilai moral)
Data 80
Reusam Aceh
Gaya Medan
Lagak Padang
Halaman
70 (nilai budaya)
Data 81
Rimuéng han jibéh kurèng
Gajah han jibéh gadèng
Ureueng han geubéh nan
Halaman
70 (nilai moral)
Data 82
Rayèk eungköt rayèk umpeuen
Rayèk ureueng rayèk keunira
Halaman
160 (nilai budaya)
Data 83
Ruman meuteungku buét meubeulaga
Haba meuteungku buét meuasoe
neuraka
Halaman
161 (nilai moral)
Data 84
Rayék bajoe nibak taméh
Halaman
251 (nilai moral)
Data 85
Saboh leuk saboh siwah
’Oh jikuprak putôh taloe
Na sidroe-droe hamba Allah
Ija ka beukah hana thèe droe
Halaman
46 (nilai moral)
Data 86
Siplôh raga tri saboh raga biléh
Siplôh ureueng beunci
Teuntèi na sidroe ureueng gaséh
Halaman
71 (nilai sosial)
Data 87
Som gasièn peuleumah kaya
Halaman
255 (nilai moral)
Data 88
Tabrie keu ureueng troe
Dipajôh dikeu mata
Tabrie keu ureueng deuk
Disukeuk apui neuraka
Halaman
48 (nilai sosial)
Data 89
Taharap keu syedara buta siblah
Taharap keu gôb buta dua blah
Tajak keu droe barô bagah
Tapubuet keudroe nyan barô sah
Halaman
49 (nilai moral)
Data 90
Tameurakan ngôn ureueng meugah
Rijang ubah seugala janji
Tameurakan ngôn ureueng malém
Han pue laén jeut keu teungku
Halaman
49 (nilai budaya)
Data 91
Tajak jareueng geubrie tika duek
Tajak kayèm geubrie sietuek
Halaman
169 (nilai sosial)
Data 92
Tubai muka
Halaman
259 (nilai moral)
Data 93
Uleu beu maté ranténg bèk patah
Hareuta teuh beumudah payah bèk
na
Kuah beu leumak u bèk beukah
Beu ék na sinyak meulintei bèk na
Halaman
52 (nilai moral)
Data 94
Ureueng Aceh rimueng teungöh éh
Bangsa nyang aréh peunoh agama
Meunyoe han ék geusaba lé
Geutém meumaté geubila bangsa
Halaman 53 (nilai
sosial)
Data 95
Ujôb teumeureuka
Pungah teukaboe
Disinan nyang lèe ureueng binasa
Halaman
74 (nilai budaya)
Data 96
Ureueng rab han geuteumèi pajôh
Ureueng jiôh geuteumèi rasa
Halaman
183 (nilai sosial)
Data 97
Ureueng teungéut ta jôk bantai
Halaman
262 (nilai sosial)
Data 98
Yôh gét pangsa talabôh pukat
Tanda kilat eungkôt maté
Yôh na teuga taibadat
Tahareukat yôh gôh maté
Halaman
54 (nilai religius)
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang nilai-nilai
pendidikan dalam hadih maja karangan Iskandar Norman, yaitu hadih maja péut
barèh, lhéi barèh, dua barèh, dan saböh barèh, maka penulis menjelaskan pembahasan sebagai berikut :
Data 1 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan budaya. Hadih maja tersebut dikiaskan kepada adat dan budaya yang dianut
oleh seseorang dalam suatu daerah tertentu di Aceh. Hal ini terlukis dalam
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa Aceh
melebihkan dirinya, Pidie memperlihatkan dirinya, Meureudu mengustadkan
dirinya, dan Peusangan menamakan dirinya.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang budaya dan adat
yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, hal ini dikarenakan budaya yang ada
dalam daerah tertentu tidaklah sama. Adat tersebut direalisasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sehingga telah mendarah daging dan menjadi pedoman
hidup.
Data 2 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai
pendidikan moral. Hal ini terlihat
jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang melukiskan perihal seorang anak yang tidak bertuah atau
tidak baik. Jika kepadanya diberikan rumah, maka rumah yang semulanya besar
dan bagus akan dijadikannya sebagai dangau di tengah sawah yang kecil dan tidak
terurus, sebaliknya jika kepadanya diberikan sebidang kebun, maka kebun yang
semulanya dapat ditanami sepanjang tahun akan dijadikannya sebagai sawah yang
hanya bisa ditanami ketika waktu-waktu tertentu. Begitu juga jika diberikan
seorang istri kepadanya maka akan dijadikannya sebagai seorang wanita jahat
karena disia-siakan oleh dirinya. Hadih maja di atas, jelas terlihat sikap yang
tidak baik yang dimiliki oleh seorang anak yang tidak dapat memperlakukan apa
saja yang dimilikinya dengan baik. Maka selayaknya lah sikap seperti ini
dijauhi oleh setiap individu.
Data 3 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai
pendidikan moral. Hal ini
terlihat jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang melukiskan tentang
perilaku seorang lurah yang tidak mencerminkan seorang pemimpin, begitu halnya
juga dengan wakilnya yang hanya selalu mencari kesibukan sendiri tanpa
memperdulikan kepentingan rakyat, sehingga rakyat pun menjadi sibuk sendiri
tanpa adanya sosok pemimpin yang dapat mengatur mereka. Hadih maja di atas,
jelas terlihat sikap yang tidak baik yang dimiliki oleh seorang pemimpin, yang
akhirnya berdampak tidak baik kepada rakyat yang dipimpin.
Data 4 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai pendidikan religius. Hal ini terlihat jelas dalam kedua
baris hadih maja tersebut yang melukiskan tentang ketentuan yang berlaku bahwa
nyawa setiap hamba pasti akan diambil suatu saat oleh yang maha pencipta,
begitu juga dengan harta yang dimilikinya, akan habis kala hukum yang
menghabiskannya. Hadih maja di atas, jelas terlihat tentang aturan yang berlaku
dalam realita kehidupan di dunia.
Data 5 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai pendidikan moral. Hal ini terlihat jelas dalam
kedua baris hadih maja tersebut yaitu meskipun
tidak dipanggil anak orang tetua, setidaknya dipanggil anak orang beruban,
melukiskan tentang perilaku yang terletak pada pribadi seseorang, yang mana
dengan perilaku tersebut setidaknya dapat menjadikan seseorang dipandang dalam
masyarakat, bukan malah dianggap tidak terhormat. Hadih maja di atas, jelas
menunjukkan nilai moral yang dapat menentukan seseorang terhormat atau tidak.
Data 6 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai pendidikan religius. Hal ini terlihat jelas dalam
kedua baris hadih maja tersebut yaitu Allahlah
yang memberikan sesuatu dan Allah juga yang menghilangkan sesuatu,
melukiskan tentang kodrat yang harus diyakini dalam hidup setiap manusia bahwa
hanya Allah yang Maha Memberi dan Allah juga yang Maha menghilangkan sesuatu.
Hadih maja di atas, jelas menunjukkan nilai religius yang dapat mencerminkan
sosok manusia yang taat dan beriman.
Data 7 di atas adalah hadih maja yang melukiskan nilai
pendidikan moral. Hal ini
terlihat jelas dalam baris hadih maja tersebut yaitu api yang menyala dalam jerami, asapnya malah di luar, melukiskan
tentang perilaku perilaku seseorang yang suka mencari kesalahan orang lain atau
malah ingin mengumbar-ngumbar aib orang lain. Hadih maja di atas, jelas
menunjukkan nilai moral yang tidak baik dan harus dijauhi oleh setian pribadi
manusia.
Data 8 di atas juga merupakan hadih maja yang melukiskan
nilai pendidikan moral. Hal
ini terlihat jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang melukiskan perihal seseorang yang tidak baik, yaitu
sikap seseorang yang suka menggunjing atau suka membicarakan orang lain.
Pendeskripsian sikap menggunjing tersebut terlihat dalam dua baris terakhir
hadih maja di atas, yaitu di Sawang
seseorang membuat patarana, namun malah di Alu Paku yang tersebar berita
tersebut. Hadih maja di atas, jelas terlihat sikap yang tidak baik yang
dimiliki oleh seseorang, yang pekerjaannya hanyalah menggunjing atau
membicarakan keburukan orang lain kepada seseorang. Sikap seperti ini
seharusnya tidak dimiliki oleh setiap pribadi.
Data 9 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan budaya.
Hadih maja tersebut dikiaskan kepada seseorang, agar dapat menjaga adat di
daerahnya. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa janganlah melepaskan gelang emas lalu
menggantinya dengan memakai gelang perak dan adat yang telah berlaku janganlah
ditukar. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang
larangan kepada seseorang yang tinggal di lingkungan tertentu dengan adat yang
ada di wilayah tersebut, agar tidak menggantinya dengan adat lain yang berbeda
dengan adat daerah tersebut.
Data 10 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan sosial. Hadih maja tersebut dikiaskan kepada orang yang mau menyambung
tali silaturahmi tanpa memandang siapa yang akan dijadikan sebagai penyambung
silaturahmi tersebut. Hal ini terlukis dalam dua baris terakhir hadih maja di
atas yang menyatakan bahwa meskipun ia
mengetahui kalau orang yang akan dijadikan menantunya tersebut bukanlah orang
kaya, namun ia tetap akan menerimanya sebagai suami anaknya. Dapat
ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap sosial yang
dimiliki oleh seseorang, yang tidak memandang orang yang akan dijadikan
penyambung tali persaudaraan dengannya melalui status sosial orang tersebut.
Hadih maja di atas, memberikan pendidikan sosial kepada kita untuk tidak
memandang seseorang dari status sosialnya.
Data 11 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan religius. Hal ini terlihat dalam dua baris pertama di atas yang
mengumpamakan seekor burung yang memiliki
bulu yang indah tapi malah mengeram telur burung yang dinilai memiliki warna
bulu yang tidak cantik. Sama halnya dengan dua baris terakhir dalam hadih
maja tersebut yang mengumpamakan bahwa sangat
disayangkan kalau orang yang ahli fiqih tapi malah menyembah budak. Hadih
maja di atas menjelaskan akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam bidang agama,
agar dapat dijadikan pedoman untuk melakukan rutinitas dalam hidup khususnya
dalam menjalankan ibadah untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta.
Data 12 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hal ini
terlihat dalam setiap baris hadih maja di atas yang mengumpamakan janganlah melempar duri di jalan, meskipun
tidak tertusuk pada saat pergi maka akan tertusuk pada saat pulang, sehingga
sama halnya dengan membeli penyakit dan menambah hutang. Hadih maja di atas
menjelaskan tentang etika yang harus dimiliki oleh seseorang, setiap manusia
selayaknya memiliki sikap yang tidak merugikan diri sendiri dan juga orang
lain.
Data 13 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hal ini
terlihat dalam dua baris hadih maja di atas yang mengumpamakan pada rambut sehelai untuk apa diberi minyak
rambut, pada gigi satu untuk apa dibrikan baja. Dapat dipahami bahwa, hadih
maja di atas mendeskripsikan tentang sikap seseorang yang melakukan perbuatan
yang tidak seharusnya dilakukan, karena apa yang dilakukan tersebut tidak
memberikan dampak yang berarti. Hanya, membuang waktu saja.
Data 14 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hal ini
terlihat dalam dua baris hadih maja di atas yang mengumpamakan buaya sungai berdiri-berdiri, buaya tamu
mendapat rezeki. Hadih maja di atas menjelaskan tentang kehidupan sosial
yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini. Banyak orang tidak lagi
mementingkan kepentingan tetangga atau orang terdekatnya. Namun, jika ada orang
lain yang memiliki kekuasaan, maka orang itulah yang akan diperhatikan dan
diutamakan dalam berbagai hal. Hal ini menunjukkan kehidupan sosial yang tidak
baik.
Data 15 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hal ini
terlihat dalam hadih maja di atas yang mengumpamakan bahwa pada adat tidak sepakat dan pada hukum yang berlaku tidak
diperdulikan. Hadih maja di atas menjelaskan tentang adat yang berlaku
sekarang ini dalam kehidupan. Banyak orang yang tidak lagi mengindahkan tentang
adat yang berlaku dalam masyarakat.
Data 16 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan moral. Hal
ini terlihat jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang menggambarkan sikap seseorang yang selayaknya tidaklah
besikap tamak atau serakah terhadap apa yang ada disekelilingnya.
Penggambaran sikap tamak tersebut telihat jelas dalam dua baris terakhir hadih
maja di atas, yaitu seseorang yang ingin mendapatkan kekuasaan yang bukanlah
haknya. Namun, karena ketamakannya tersebut, ia malah berusaha untuk terus
mempengaruhi orang lain untuk percaya pada apa yang akan dilakukannya tersebut
adalah yang benar.
Data 17 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan
moral. Hal ini terlihat jelas
dalam kedua baris hadih maja tersebut yang menggambarkan ucapan seseorang layaknya seorang ulama, namun pekerjaannya seperti
anjing/bejat. Penggambaran hal tersebut ditujukan kepada seseorang yang
ucapan dan perbuatannya tidaklah sejalan atau searah. Hadih maja ini menunjukkan
moral yang tidak baik yang terdapat pada pribadi seseorang.
Data 18 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan moral. Hal
ini terlihat jelas dalam baris hadih maja tersebut yang menggambarkan kecil ketika dilihat, namun berat ketika
harus dijinjing. Penggambaran sikap tersebut ditujukan kepada seseorang
yang keadaan aslinya tidaklah menjamin sikap yang ada dalam diri orang tersebut.
Data 19 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan sosial. Hadih maja tersebut dikiaskan kepada orang yang tahu berterima
kasih dan membalas setiap budi baik yang telah diberikan kepadanya oleh orang
lain. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa jika kita dilempar dengan pasak, maka balas
lemparannya dengan potongan kayu. Sebaliknya, jika kita dilempar dengan kue tepung maka balas lemparannya dengan
pisang goreng. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang sikap sosial yang dimiliki oleh seseorang, yang ingat dan selalu
membalas budi baik yang diberikan orang lain kepadanya.
Data 20 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan moral. Hal
ini terlihat jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang menggambarkan
sikap sombong dan pamer yang dimiliki oleh seseorang. Penggambaran sikap
sombong dan pamer tersebut telihat jelas dalam dua baris terakhir hadih maja di
atas, yaitu seseorang yang hanya memakan
ikan teri bahkan besar kemungkinan ia akan kelesek, namun sampai orang
sekeliling mengetahui apa yang dimakannya. Padahal, banyak orang lain yang bisa
makan daging yang enak, tidak ada yang mengetahui. Hadih maja di atas, mendeskripsikan
sikap pamer dan sombong yang dimiliki oleh seseorang, yang pekerjaannya
hanyalah memamerkan apa saja yang dimilikinya, padahal bisa saja orang lain
memiliki yang lebih dari apa yang dimilikinya.
Data 21 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan religius. Hal ini terlihat jelas dalam
setiap baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang kenyataan yang
terjadi akhir-akhir ini di dunia. Penggambaran hal tersebut telihat jelas dalam
ketiga baris hadih maja di atas, yaitu dunia
sudah pada penghujungnya, mengaji tidak menjadikan alim lagi, dan mencari
nafkah tidak menjanjikan akan kaya. Hadih maja di atas, mendeskripsikan tentang
realita yang tidak dapat dipungkiri saat ini. Namun, tugas manusia adalah terus
berusaha untuk beriman dan beramal.
Data 22 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya. Hal ini terlihat jelas dalam
setiap baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang hal yang berlaku
pada suatu bentuk atau benda, yang telah ada dari dulu. Penggambaran hal
tersebut telihat jelas dalam ketiga baris hadih maja di atas, yaitu durian tidak akan membuang bagiannya, nangka
tidak akan membuang getahnya dan pisang tidak akan menggantikan sisinya. Hadih
maja di atas, jelas menunjukkan adanya suatu tradisi yang masih berlaku sampai
saat ini dan akan tetap diindahkan.
Data 23 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan sosial. Hal ini terlihat jelas dalam kedua
baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang apa yang terjadi saat ini
dalam konteks bermasyarakat. Penggambaran hal tersebut telihat jelas dalam kedua
baris hadih maja di atas, yaitu dunia
sudah dipenghujung zaman, sedikit yang saling bersilaturrahmi, namun banyak yang
berdakwa dan selalu adu mulut. Hadih maja di atas, jelas menunjukkan adanya
suatu kebiasaan buruk yang melekat pada manusia dalam kehidupan, mereka hanya
mementingkan hal-hal yang tidak baik dari pada sebaliknya. Ini menjelaskan
bahwa masyarakat tidak lagi membina hubungan yang baik antarsesama.
Data 24 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan moral. Hal ini terlihat jelas dalam
kedua baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang sikap yang dimiliki
seseorang yang tidak dapat dijadikan sebagai panutan. Penggambaran hal tersebut
telihat jelas dalam kedua baris hadih maja di atas, yaitu ilmu yang dimiliki hanya dengan meniru yang lain, malam menjadi tikus
dan siang menjadi tupai. Hadih maja di atas, jelas menunjukkan adanya suatu
sikap buruk yang melekat pada manusia dalam kehidupan, mereka hanya bisa meniru
apa yang dikerjakan seseorang, namun tidak dapat menghasilkan karya sendiri
yang lebih bermutu.
Data 25 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya. Hal ini terlihat jelas dalam ketiga
baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang tradisi yang berlaku dan
dijunjung tinggi dalam bermasyarakat. Penggambaran hal tersebut telihat jelas
dalam ketiga baris hadih maja di atas, yaitu kasih ibu sepanjang masa, kasih ayah sampai mati dan kasih guru sampai
akhirat. Hadih maja di atas, jelas menunjukkan adanya sebuah tradisi yang
akan tetap berlaku dalam masyarakat dan tidak bisa dipungkiri.
Data 26 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan moral. Hal ini terlihat jelas dalam kedua
baris hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang perilaku dan sikap yang
dimiliki oleh seseorang. Penggambaran hal tersebut seperti yang diungkapkan
bahwa dibabat tidak berbekas, dicaci maki
juga tidak malu. Hadih maja di atas, jelas menunjukkan sikap seseorang yang
tidak memiliki rasa malu dalam bergaul dengan orang lain. Sikap ini adalah
salah satu sikap yang tidak baik.
Data 27 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan sosial.
Hal ini terlihat jelas dalam kedua baris hadih maja tersebut yang menggambarkan
tentang bagaimana cara membina tali silaturrahmi yang baik dengan sesame
saudara. Penggambaran hal tersebut seperti yang diungkapkan bahwa kita dengan saudara, dekat jangan dan jauh
pun jangan. Maksudnya, bahwa dengan sesama saudara haruslah membina
hubungan yang baik dan saling membantu jika ada yang membutuhkan bantuan.
Namun, jangan pula dengan saudara malah saling bermusuhan.
Data 28 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya.
Hal ini terlihat jelas dalam kedua baris hadih maja tersebut yang menggambarkan
tentang bagaimana tradisi yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Penggambaran hal tersebut seperti yang diungkapkan bahwa orang lain yang makan buah nangka, malah kita yang bergetah. Maksudnya,
bahwa jika kita memiliki sikap yang suka ikut campur dengan urusan orang lain,
maka seperti yang sering berlaku dalam kehidupan sekarang adalah kita sendiri
yang akan ikut terkena masalah tersebut dan ikut disalahkan.
Data 29 di atas adalah hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan moral. Hal ini terlihat jelas dalam hadih maja
tersebut yang menggambarkan tentang sikap dan perilaku seseorang. Penggambaran
hal tersebut seperti yang diungkapkan bahwa orang
lain yang melahirkan, malah kita yang membawa salinannya. Maksudnya, hadih
maja tersebut sebagai ungkapan untuk orang yang suka ikut campur terhadap
berbagai masalah yang ada pada orang lain dan sikap ini adalah sikap yang tidak
baik.
Data 30 di atas merupakan hadih maja
yang mendeskripsikan nilai pendidikan moral. Hadih maja tersebut dinyatakan untuk seseorang yang melakukan
perbuatan sia-sia dan tidak akan ada hasil yang baik dan berguna. Hal tersebut
dikiaskan seperti melakukan pekerjaan
memakaikan gelang pada kaki yang terkena penyakit dan memberikan inai pada
tangan yang terkena penyakit supak. Pekerjaan tersebut akan sia-sia saja
dikarenakan, tidak akan memberikan hasil yang baik dan bagus terhadap keduanya.
Tetapi, hanya akan menimbulkan kerugian dan keburukan.
Data 31 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan moral. Hal ini terlihat jelas dalam hadih maja tersebut yang
menggambarkan tentang sikap dan perilaku seseorang. Penggambaran hal tersebut
seperti yang diungkapkan bahwa tidak ada
pekerjaan, mencari pekerjaan, ambil aspal oleskan di perut, ketika berjalan
diterik matahari, jadinya bertambah panas. Maksudnya, hadih maja tersebut
sebagai ungkapan untuk orang yang melakukan suatu pekerjaan yang sia-sia dan
tidak memberikan manfaat yang baik untuk dirinya sendiri, apalagi manfaat untuk
orang lain.
Data 32 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan
moral. Hal ini terlihat jelas dalam hadih maja tersebut yang menggambarkan
tentang sikap dan perilaku seseorang yang tidak baik. Penggambaran hal tersebut
seperti yang diungkapkan bahwa tidak kelihatan
lagi pekerjaan kerbau, malah sudah kelihatan pekerjaan mesin. Maksudnya,
hadih maja tersebut sebagai ungkapan untuk orang yang tidak tau berterima kasih
terhadap orang yang telah berjasa atau telah membantunya dalam menyelesaikan
pekerjaannya tersebut.
Data 33 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan sosial.
Hal ini terlihat jelas dalam hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang realias
yang biasanya dialami oleh seseorang dalam bergaul dengan sesama. Penggambaran
hal tersebut seperti yang diungkapkan bahwa tidak
sakit ditusuk dengan rencong, namun lebih sakit jika ada seseorang yang menyindir
atau malah mengolok-oloknya. Maksudnya, hadih maja tersebut sebagai
ungkapan bagaimana keadaan yang dirasakan seseorang ketika terjadinya hubungan
yang kurang baik dengan sesama.
Data 34 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya.
Hal ini terlihat jelas dalam hadih maja tersebut yang menggambarkan tentang adat
atau tradisi yang sering berlaku di masyarakat. Penggambaran hal tersebut
seperti yang diungkapkan bahwa hina pada
dunia, ketika kita tidak ada harta. Begitu juga, hina di mata rekan, kita kita
juga tidak memiliki harta. Maksudnya, hadih maja tersebut sebagai ungkapan bahwa
tradisi yang ada dalam kehidupan sekarang adalah harta yang menjanjikan apakah
kita dipandang dalam dunia dan sesama, tanpa harta maka kita akan dianggap hina
dan tidak diperdulikan.
Data 35 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat dan budaya yang telah mendarah daging dalam
suatu masyarakat tertentu. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang
menyatakan bahwa air yang didayung pasti
halus bulirnya, begitu juga dengan air pasang waktunya perahu masuk. Sama
halnya dengan kain putih yang dijadikan sebagai serban para pedagang dan kain
songket sebagai pakaian mempelai laki-laki. Dapat ditafsirkan bahwa hadih
maja di atas menjelaskan tentang tradisi yang berlaku di dalam suatu masyarakat
tentang adat dan budaya yang telah dibuat atas kesepakatan suatu daerah.
Data 36 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa ilmu yang tidak baik itu adalah ilmu yang
membuat kita hidup dan membuat orang lain mati. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang mengamalkan
ilmu yang dimilikinya untuk perbuatan yang tidak baik, ia hanya menggunakan
ilmu tersebut untuk kepentingannya dan membawa manfaat untuk dirinya saja.
Namun, ilmu tersebut juga yang dapat membuat orang lain menderita.
Data 37 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa air dalam laut tidak berombak, namun disini
dalam kubangan malah banyak sekali bulirannya. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang pekerjaannya
hanyalah mengurusi tentang kehidupan orang lain dan sibuk dengan membuka aib
orang lain.
Data 38 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa intan meskipun dalam lumpur tetap akan bercahaya.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau
perilaku seseorang yang memiliki perilaku yang baik dan dapat menjadi panutan
untuk orang lain. Orang seperti ini, meskipun berada di tempat yang tidak
mewah, namun ia tetap dikenal orang.
Data 39 di atas adalah hadih maja yang mendeskripsikan
nilai pendidikan moral. Hal
ini terlihat jelas dalam setiap baris hadih maja tersebut yang menggambarkan
sikap ketidakadilan yang terjadi pada seseorang. Penggambaran sikap ketidakadilan
tersebut telihat jelas dalam dua baris terakhir hadih maja di atas, yaitu seseorang yang dikenakan tuduhan dan hukuman
yang selayaknya bukanlah dia yang mendapatkannya melainkan orang lain, yang
bersalah bukan dirinya yang baik. Hadih maja di atas, medeskripsikan
ketidakadilan yang diberikan oleh para penegak hukum kepada seseorang yang
seharusnya bukanlah dia yang menerima hukuman tersebut.
Data 40 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa berjalan layaknya kerbau, duduk layaknya
sukatan, dan berlari layaknya pembabat kayu. Dapat ditafsirkan bahwa hadih
maja di atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang dapat
memposisikan dirinya dan tidak bergaya seperti orang lain. Ia dapat bersikap
atau bertingkah laku sesuai dengan kondisi ekonomi yang dimilikinya.
Data 41 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa tangan kanan yang memberikan, jangan sampai
tangan kiri mengetahuinya. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang ikhlas dan tulus dalam
memberikan bantuan kepada orang lain, dan tidak berharap mendapat balasan dari
orang yang telah dibantu atau pujian dari orang lain.
Data 42 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang dibina dalam hidup bermasyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa jika kita dilempar dengan kayu, maka lemparlah
dia dengan kayu pula. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang hubungan saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat, dan
sebaliknya.
Data 43 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang biasanya terbina dalam suatu masyarakat
atau hubungan kekerabatan. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang
menyatakan bahwa disayang jika ada yang
akan diberikan. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang suatu hubungan yang terbina dalam sebuah masyarakat, jika ada sesuatu
yang akan diberikan, maka ia akan mengasihi kita. Namun, jika tidak ada yang
diberikan, maka sebaliknya terjadi. Hubungan seperti ini merupakan suatu
hubungan yang tidak baik.
Data
44 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya. Hadih maja tersebut dikiaskan
kepada seseorang yang memiliki tingkah laku seperti sesuatu benda atau
seseorang. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa tertawa terbahak-bahak merupakan teladan
dari iblis, tertawa terkekeh-kekeh merupakan teladan dari kuda, tertawa
tersenyum simpul adalah teladan dari guru, dan tertawa sedikit adalah perilaku
ulama. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang
perilaku yang terdapat pada diri seseorang yang diadatkan dimiliki kesesuaian
dengan sesuatu benda atau dicirikan dengan seseorang.
Data 45 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan sosial. Hadih maja tersebut dikiaskan kepada orang yang tidak mau berbagi
dengan tetangganya, namun ia lebih memilih berbagi dengan sanak keluarga yang
jauh dari tempat dia tinggal. Hal ini terlukis dalam dua baris terakhir hadih
maja di atas yang menyatakan bahwa orang
yang tinggal berdekatan dengannya tidak memiliki kesempatan untuk merasakan
makanan yang dihidangkan, namun orang yang tinggalnya berjauhan dapat menikmati
makanan tersebut. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang sikap sosial yang dimiliki oleh seseorang, yang lebih mementingkan
keluarga jauhnya dibandingkan dengan tetangga yang tinggalnya berdekatan. Sikap
sosial seperti ini, tidaklah baik untuk diterapkan dalam bermasyarakat,
dikarenakan bahwa keluarga terdekat kita adalah tetangga dan seharusnyalah
lebih diperhatikan.
Data 46 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu adat atau tradisi yang berlaku dalam suatu
masyarakat atau daerah. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang
menyatakan bahwa potong jembatan jika ada
pegangan, ambil suatu keputusan jika ada pimpinan. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang tradisi yang berlaku dalam suatu
masyarakat tertentu. Apa pun yang akan dijadikan sebagai suatu keputusan adalah
jika telah disetujui oleh atasan suatu lembaga atau daerah yang dipimpin oleh
seseorang.
Data 47 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang tidak baik antara orang tua dengan
anaknya. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa kerbau satu kelmpok, sanggup dipelihara.
Namun, anak perempuannya seorang tidak sanggup dijaga. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang hubungan yang kurang harmonis
antara orang tua dengan anaknya sendiri. Sebaliknya, hubungan baik malah dijaga
dan dibina dengan orang lain.
Data 48 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa lauk paun harus enak tetapi jangan banyak
mengeluarkan biaya. Begitu juga, menantunya jangan pulang tetapi ia harus
memiliki cucu. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang sikap atau perilaku seseorang yang tidak mau mengeluarkan modal
terhadap usahanya, namun berharap mendapatkan untung yang banyak. Sikap orang
seperti ini bukanlah sikap yang baik, ia bersikap seperti orang pelit.
Data 49 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap tidak baik yang dimiliki seseorang. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa karena punting rokok, terbakar rumah. Dapat ditafsirkan bahwa hadih
maja di atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang suka mengadu
domba atau menyebarkan issu yang tidak benar tentang seseorang kepada orang
lain, sehingga orang yang mendengarkan tersebut akan menaruh rasa yang tidak baik
juga terhadap orang yang dikabarkan tersebut.
Data 50 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang yang memiliki sikap sosial dan saling membantu
antarsesama. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa dalam hidup saling berimbang, dalam ladang
saling membela, dalam kebun saling menolong dan dalam bersawah saling
bersaudara. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang
sikap sosial yang dimiliki oleh seseorang, yaitu sikap saling membantu dalam
hidup bermasyarakat, guna terciptanya keharmonisan dalam ruang lingkup sosial.
Data 51 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada seseorang yang terlilit suatu masalah. Hal ini
terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa terlepas dari kumis malah tersangkut pada jenggot, dan terlepas saat
mengangkut malah tersangkut saat dibawa. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja
di atas menjelaskan tentang adat yang biasa terjadi pada seseorang yang
terlilit dengan masalah, misalnya hutang. Maka hidupnya tidak akan pernah
tenang, selalu dikelilingi oleh berbagai persoalan yang muncul dalam hidupnya.
Data 52 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku tidak baik yang ada pada diri
seseorang. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa seperti tukang menasah, untuk diri sendiri
saja tidak bisa. Malah untuk orang lain dibilang-bilang. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang
tidak baik, ia hanya bisa mencari kelemahan dan kekurangan orang lain, tanpa
mengetahui sejauh mana kekurangan diri sendiri.
Data 53 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu tradisi atau adat yang ada disuatu tempat atau
daerah. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa lain kedalamannya, lain pula kolamnya, lain
negeri, maka lain pula adatnya. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang tradisi yang ada di suatu daerah tidaklah sama dengan
tradisi di daerah lain. Hal ini dikarenakan adat atau budaya setempat
tergantung terhadap lingkungan daerah tersebut.
Data 54 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa seperti binatang berwajah dua, kesini dekat
kesanapun dekat. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang sikap atau perilaku seseorang yang bermuka dua, kadang ia bisa berpihak
pada orang yang pertama, kadang pula ia bisa berpihak pada yang lain. Semua ini
tergantung kepada besarnya manfaat yang diperoleh oleh dirinya sendiri.
Data 55 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku yang ada pada diri seseorang.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa seperti batang kayu pada bangunan, kemana
yang muat kesitulah ia desak-desakan. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di
atas menjelaskan tentang sikap atau perilaku seseorang yang ikut-ikutan dan
tidak memiliki prinsip hidup. Kemana orang ramai kesitu pula ia pergi. Sikap
seperti ini, bukanlah sikap yang baik, karena dalam hidup haruslah ada prinsip.
Data 56 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa seperti kasih sayang untuk anak tiri.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang adat yang
berlaku dalam masyarakat kita, bahwa kebanyakan ibu tiri tidak berlaku selayaknya
ibu kandung, ia tidak memberikan kasih sayang selayaknya seorang ibu terhadap
anaknya sendiri. Tradisi seperti ini sudah membudaya dalam masayarakat, dan
bukanlah tradisi yang baik.
Data 57 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu hubungan yang dibina dalam suatu masyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa seperti kambing dengan harimau. Dapat
ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang suatu hubungan yang
tidak berlangsung dengan harmonis antara seseorang dengan yang lainnya. Antara
keduanya tidak memiliki kecocokan dalam berbagai hal.
Data 58 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut mendeskripsikan sifat dendam dan sakit hati yang dimiliki oleh
seseorang, yang dikiaskan dengan seenak-enaknya
orang yang dijadikan sebagai istri pertama, namun suatu saat akan mengeluarkan
perkataan yang tidak enak juga. Begitu halnya dengan seseorang yang telah
disakiti oleh seseorang, belum tentu ia akan dengan mudah dapat memaafkan orang
tersebut. Tapi, bersiaplah akan orang yang telah meyakitinya tersebut untuk
mendapatkan balasan atas perbuatannya.
Data 59 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan terhadap hubungan sosial seorang anak dengan seorang ibu.
Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa jika ibu untuk anak, dengan susah paya
mencari rezeki. Namun, jika anak
untuk ibu, kulit pisang pun memiliki harganya. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap sosial yang dimiliki oleh seorang
anak berupa kasih sayang yang diberikan kepada orang tuanya lebih rendah
dibandingkan dengan kasih sayang yang diberikan sang ibu kepada anak. Sikap
sosial seperti ini, tidaklah baik untuk diterapkan dalam bermasyarakat,
dikarenakan ibu adalah orang tua yang memiliki peran dalam membesarkan sang
anak. Maka selayaknyalah kasih sayang sang anak kepada ibu haruslah lebih
besar.
Data 60 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat atau tradisi yang telah menjadi kodrat dalam
kehidupan. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa mati gajah tinggal gadingnya, mati harimau
tinggal belangnya dan mati orang tinggal namanya. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang tradisi yang berlaku dalam masyarakat
bahwa ketika seseorang meninggalkan kita maka baik buruk orang tersebut akan
terus diingat oleh orang lain.
Data 61 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku seseorang yang tidak baik.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa kucing berbaju, anjing bercelana, jika
diletakkan mereka di atas kepala, maka akan menendang kita ke dalam pagar.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau
tingkah laku seseorang yang tidak tahu berterima kasih terhadap orang yang
telah memberinya derajat atau kehidupan yang layak kepada dirinya.
Data 62 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perilaku seseorang yang tidak baik.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa alim kepala dengan mengenakan peci, alim
mulut dengan suka berdebat yang tidak penting. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap atau tingkah laku seseorang yang pekerjaannya
hanya suka mendebatkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya, hanya akan
menimbulkan masalah baru dalam hidupnya.
Data 63 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa mati anak dapat dicari makamnya. Namun, mati
adat dimana kita cari. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang sebuah realita bahwa jika adat atau tradisi yang telah
berlaku sejak dulu dihilangkan, maka hendak kita cari adat yang bagaimana lagi.
Sedangkan tetua pun sudah banyak yang tidak ada lagi. Maka tugas kita adalah
menjaga adat tersebut.
Data 64 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu hubungan yang dibina dalam masyarakat. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa jika sudah dapat pergi ke tempat orang meninggal, maka ia tidak akan
dikatakan lagi anak gadis. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang hubungan yang dibina dengan baik dalam masyarakat, antara
gadis dengan warga tempat ia menetap.
Data 65 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan religius. Hadih
maja tersebut dikiaskan kepada suatu imbalan yang akan diberikan oleh Sang
Pencipta atas perbuatan yang dilakukan seseorang. Seperti terlukis pada hadih
maja di atas yang menyatakan bahwa jika
baik dikerjakan, maka baik juga dibalas. Namun, jika jahat akan disimpan dalam
neraka. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang suatu
imbalan yang akan diberikan Allah kepada setiap hambanya yang berbuat taat dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
Data 66 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa mati semut disebabkan karena manis.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sebuah realita
bahwa jika suatu hal terjadi terhadap seseorang dikarenakan oleh perbuatan yang
dilakukannya sendiri dan akan berdampak juga terhadap dirinya sendiri.
Data 67 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa kalau
sudah ada uang, maka ketawanya pun sudah bernilai. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang tingkahlaku seseorang yang hanya menilai
suatu hal dari nilai uangnya saja. Pada sebenarnya keikhlasan seseorang
tidaklah dapat diharga dengan berapa pun.
Data 68 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa yang
tidak ada sama orang, ada sama kita. Satu orang suami dua istri dan satu negeri
dua rajanya. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang
perbuatan seseorang yang tidak ada untungnya. Hanya akan membawa masalah
dikedepannya. Sebab, seorang manusia belumlah dapat berlaku adil. Sehingga
nantinya hanya akan menambah masalah baru saja.
Data 69 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat pada
kodratnya. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa ucapan yang sakit bisa menjadi obat dan
ucapan yang enak bisa menjadi racun. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di
atas menjelaskan tentang suatu hal yang berupa nasihat yang benar memang sangat
susah untuk dijalani. Namun, itulah yang akan menjadi orang tersebut sukses
dikemudian hari. Sebaliknya, bujukan yang tidak baik memang sangat gampang
diterima. Namun, hal tersebutlah yang menjadikan seseorang sengsara dikemudian
harinya.
Data 70 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang tidak baik yang berlangsung dalam
bermasyarakat. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa dari pada pagar kuat kayu yang ditanam, dari
pada saudara kuat dengan orang lain. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di
atas menjelaskan tentang hubungan yang tidak harmonis dengan sanak saudara.
Sebaliknya, ia malah membina hubungan yang baik dengan orang lain yang
jelas-jelas tidak ada hubungan kekeluargaan dengannya.
Data 71 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa yang
membawa tidak berat, namun yang melihat malah perih mata. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak
suka melihat orang lain bahagia atau senang. Ia malah selalu berusaha mencari
kesalahan orang tersebut.
Data 72 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang yang tidak menyambung tali silaturahmi. Hal ini
terlukis dalam dua baris terakhir hadih maja di atas yang menyatakan bahwa jika kita menikah dengan sesama keluarga
dekat, maka tidak lama setelah itu akan terjadi perkelahian. Dapat
ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap sosial yang
dimiliki oleh seseorang, yang lebih memilih untuk tidak menyambung tali
silaturahmi, hanya memilih untuk hidup dengan sesamanya saja. Tingkat sosial
seperti ini selayaknya untuk dihindari, agar dapat memperluas persaudaraan.
Data 73 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa ketika
sudah sampai ke darat, tentang perahunya ke dalam sungai. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak
tahu berterima kasih terhadap orang yang telah memberikan bantuan kepadanya,
malah ia membalasnya dengan perbuatan yang keji atau tidak sebanding dengan
bantuan yang telah diterimanya tersebut.
Data 74 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa ketika kita berikan kepadanya tikar, malah
ia tidak mau duduk. Namun, ketika kita memberikan kepadanya pelepah pinang
sangat mulia. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang adat yang dimiliki di suatu daerah. Ada sebagian orang yang bertamu ke
tempat seseorang, tidak perlu disambut dengan berlebihan, cukup dengan
kesederhanaan saja.
Data 75 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa ketika
dipandang air gula pun tidak sanggup ditelan. Dapat ditafsirkan bahwa hadih
maja di atas menjelaskan tentang sikap seseorang yang tidak tercermin dari
wajahnya. Sikapnya sangatlah tidak baik, namun pada hakikatnya wajahnya
sangatlah cantik. Maka dari itu, wajah tidak dapat mencerminkan perilaku
seseorang.
Data
76 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan budaya. Hadih maja tersebut dikiaskan
kepada orang Aceh yang memiliki tradisi dalam bertingkah laku dan bersikap. Hal
ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa sangat tidak mau orang Aceh dimaki-maki, dan
ditendang. Bahkan diungkit tentang kejelekan orang tua dan asal usulnya saja ia
sangat marah. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan
tentang adat dan tradisi yang dimiliki oleh orang Aceh yang menyangkut tentang
perilaku yang dimiliki orang Aceh ynag paling tidak suka jika dia diremehkan
dan dijelek-jelekan oleh orang lain.
Data 77 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang memiliki sifat tidak tahu berterima kasih.
Seperti terlukis dalam hadih maja di atas bahwa seseorang yang telah ditolong tidak mau berterima kasih dan tidak ingat
akan jasa orang yang telah menolongnya atau tidak ingat akan balas jasa
terhadap orang yang telah berjasa dalam dirinya. Sifat ini sering terdapat
pada orang yang keras hati dan merasa bantuan yang telah diberikan oleh orang
lain tidaklah seberapa dan tidak terlalu berharga.
Data 78 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa makan
punya istri cari simpan punya yang dicari sendiri. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap seseorang yang tergolong pelit dan
tidak mau menghabiskan apa yang diperoleh sendiri. Namun, punya orang lain
malah dengan mudah dihabiskan. Ia hanya ingin keuntungan untuk dirinya sendiri,
tanpa harus berkorban. Sikap ini bukanlah sikap yang baik untuk ditiru.
Data 79 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa menampakkan
pekerjaan mesin dan menyembunyikan pekerjaan kerbau. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak mau
mengakui dan menghargai bantuan seseorang. Malah, ia membatah akan bantuan yang
telah diberikan tersebut dengan menyatakan bahwa bantuan itu bukan dari dia
melainkan dari orang lain. Sikap ini bukanlah sikap yang baik untuk diteladani.
Data 80 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada adat dan tradisi yang yang telah menjadi kodrat dalam
suatu wilayah. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa adat Aceh, gaya Medan, dan cantik Padang.
Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang suatu adat yang
telah berlaku sejak dulu, bahwa di suatu wilayah pastinya memiliki ciri khas
tersendiri yang dapat membedakan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Sehingga
orang lain dapat mengenal wilayah tersebut.
Data 81 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa harimau
tidak akan membuang belangnya, gajah tidak akan membuang gadingnya dan orang
tidak akan membuang namanya. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang sampai kapan pun akan selalu membenarkan
apa yang ada dalam benaknya, tanpa memperdulikan apakah hal yang dibenarkan itu
pantas untuk dibenarkan atau tidak.
Data 82 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada suatu tradisi atau kebiasaan yang berlaku di
masyarakat. Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa besar ikan, maka besar umpannya. Besar
orang, maka besar pula biaya yang dikeluarkan. Dapat ditafsirkan bahwa
hadih maja di atas menjelaskan tentang suatu kebiasaan yang terjadi dalam
masyarakat bahwa semakin dewasa seseorang, maka semakin besar pula biaya hidup
yang harus dikeluarkan untuk orang tersebut
Data 83 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa wajah
mirip ustad, perbuatan melanggar aturan, perkataan layaknya ustad, perbuatan
layaknya penghuni neraka. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak sesuai antara tutur kata
dengan perbuatannya. Orang seperti ini dapat digolongkan kepada ciri-ciri orang
munafik.
Data 84 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa besar
pasak dari pada tiang. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak dapat menyesuaikan antara
pendapatan dengan pengeluaran. Sikap orang seperti ini dapat digolongkan kepada
sikap boros, karena tidak dapat mengatur biaya hidup dengan baik.
Data 85 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang yang tidak tahu malu. Seperti terlukis dalam
dua baris terakhir hadih maja di atas bahwa ada seorang hamba Allah, kain yang dipakainya untuk menutup tubuhnya telah
robek, namun ia masih saja tidak tahu apa-apa. Ungkapan tersebut dapat
dipahami bahwa seseorang memiliki sifat yang tidak tahu malu, padahal aibnya
telah ketahuan atau bahkan kelihatan pada orang lain. Selein itu, bisa juga
banyak orang-orang di luar sana membicarakan keburukannya tetapi ia masih saja
beranggapan tidak terjadi apa-apa padanya.
Data 86 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang terjalin dalam bermasyarakat. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa sepuluh keranjang ikan kecil, satu keranjang ikan besar. Sepuluh orang
benci, tentu ada satu orang sayang. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di
atas menjelaskan tentang realita yang sering kita saksikan dalam kehidupan,
bahwa meskipun banyak yang tidak suka terhadap seseorang, tentunya akan ada
satu orang yang menyukainya.
Data 87 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa sembunyikan
miskin dan nampakkan kaya. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang perbuatan seseorang yang tidak baik. Hal ini dikarenakan
tidak ada gunanya memperlihatkan kalau kita memiliki harta, jika harta yang
dinampakkan tersebut tidaklah harta milik sendiri, namun hanya milik orang
lain. Perbuatan seperti ini, bukanlah perbuatan yang baik, hanya akan menutupi
kebenarannya untuk sementara saja.
Data 88 di atas merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan sosial. Hadih maja tersebut dikiaskan kepada orang yang dermawan. Hal ini
terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa memberi untuk orang kenyang, dimakan di depan kita. Namun, memberi
untuk orang lapar, maka akan dihalang oleh api neraka. Dapat ditafsirkan
bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang sikap sosial yang dimiliki oleh
seseorang, yang berupa sikap suka memberi kepada sesama. Namun, sikap suka
memberi tersebut haruslah disesuaikan, untuk siapa harusnya pemberian itu
diberikan. Dengan demikian, apa yang diberikan tersebut memiliki nilai dan
bermanfaat untuk seseorang.
Data 89 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang yang bersikap tidak menghargai orang lain. Hal
ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa berharap agar saudaranya buta sebelah, lalu
berharap untuk orang lain buta dua belah. Padahal berjalan sendiri baru saja cepat, malah berharap yang berbuat
sendiri adalah yang benar. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang sikap seseorang yang tidak mau menghargai akan kehadiran
orang lain. Di matanya, dialah segalanya yang memiliki kekuatan, sedangkan
orang lain ada di bawahnya.
Data 90 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada seseorang yang dapat memilih teman dalam berteman.
Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa berkawan dengan orang kaya maka akan cepat
berubah derajat seseorang. Sebaliknya, berkawan dengan orang alim setidaknya
akan menjadi seorang ustad. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang adat yang akan terjadi pada seseorang yang dapat memilih
kawan dengan baik, yang mana kawannya tersebutlah yang dapat menentukan
bagaimana keberlangsungan suatu posisi dan derajat seseorang dalam
bermasyarakat.
Data 91 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada realita yang sering kita saksikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa datang jarang dikasih tikar untuk duduk.
Namun, datang sering dikasih pelepah pinang. Dapat ditafsirkan bahwa hadih
maja di atas menjelaskan tentang bagaimana berlangsungnya hubungan dalam
masyarakat dengan sesama, sering terlihat jika tamunya sering berkunjung, maka
sudah tidak terlalu diistimewakan, namun jika yang bertamu tersebut jarang
datang, maka ia diistimewakan.
Data 92 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada sikap atau perbuatan seseorang. Seperti terlukis pada
hadih maja di atas yang menyatakan bahwa tepan
muka. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang tabiat
yang dimiliki oleh seseorang yaitu tidak tahu malu. Ia berbuat sesuatu
selayaknya tidak ada yang patut untuk dianggap malu. Namun, baginya merupakan
hal yang wajar-wajar saja. Padahal, jika dilihat sudah menjadi hal yang
memalukan.
Data 93 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan moral. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada orang yang kikir, yang mengharapkan hasil yang banyak
tetapi tidak mau mengeluarkan modal. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas
yang menyatakan bahwa ular harus mati
tetapi rantingnya jangan patah, hartanya haruslah melimpah tetapi tidak
diimbangi dengan usaha. Sama halnya dengan ungkapan bahwa sayur haruslah enak
namun kelapa jangan dibelah, berharap memiliki cucu tetapi menantu tidak
diharapkan. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang
sikap kikir atau pelit yang dimiliki seseorang, yang berharap mendapatkan
sesuatu yang banyak tanpa mau mengorbankan apa yang dimilikinya sebagai modal
usaha.
Data 94 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai pendidikan
sosial. Hadih maja tersebut
dikiaskan kepada orang yang memiliki tekat yang bulat dalam membela bangsa
tercinta. Hal ini terlukis dalam hadih maja di atas yang menyatakan bahwa orang Aceh ibarat harimau yang sedang tidur,
bangsa yang bijaksana. Jika ia tidak sanggup bersabar lagi, maka ia rela mati
untuk membela bangsa. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja di atas
menjelaskan tentang sikap sosial yang dimiliki oleh seseorang, yang rela mati
demi membela bangsa dan tanah airnya.
Data 95 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan budaya. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada tradisi yang biasa terjadi di masyarakat. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa sombong dan congkak disitulah banyak orang yang binasa. Dapat
ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang kebisaan yang biasa
berlaku dalam masyarakat. Jika seseorang memiliki sikap yang sombong dan
congkak, maka ia tidak akan bisa hidup dengan tenang. Namun, ia akan menjadi
orang yang binasa.
Data 96 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang dibina antarmasyarakat. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa orang dekat tidak dapat makan, orang jauh dapat merasakannya. Dapat
ditafsirkan bahwa hadih maja di atas menjelaskan tentang tidak adanya lagi
hubungan yang dibina dengan baik antara tetangga. Malah ia lebih mementingkan
untuk membina hubungan baik dengan orang lain dari pada dengan kerabat
dekatnya.
Data 97 di atas merupakan hadih maja yang mendeskripsikan nilai
pendidikan sosial. Hadih maja
tersebut dikiaskan kepada hubungan yang berlangsung dengan sesama. Seperti
terlukis pada hadih maja di atas yang menyatakan bahwa orang mengantuk dikasih bantal. Dapat ditafsirkan bahwa hadih maja
di atas menjelaskan tentang rasa sosial yang dimiliki oleh seseorang, yang
mengetahui apa yang dibutuhkan oleh orang yang dekat dengannya. Ia mengetahui
apa yang dapat membantu kerabatnya atas bantuan yang diberikan olehnya.
Data 98 di atas masih merupakan hadih maja yang
mendeskripsikan nilai pendidikan religius. Hal ini terlihat dalam dua baris pertama hadih maja tersebut yang
mengumpamakan bahwa ketika keadaan alam
di laut sedang bagus maka saat itulah waktu yang tepat untuk menangkap ikan,
sebaliknya jika keadaan di laut tidak menentu maka ikan hasil tangkapan pun
tidak akan sesuai dengan keinginan. Sama halnya dengan dua baris terakhir
dalam hadih maja tersebut yang menyatakan bahwa ketika seseorang dalam keadaan sehat selayaknya ia mengerjakan ibadah
memuji Sang Khalik dan selagi ia masih hidup selayaknya ia usaha dan mencari
rezeki di dunia ini. Hadih maja di atas menjelaskan tentang bagaimana
selayaknya hidup di dunia ini, seseorang haruslah memiliki ilmu pengetahuan
tentang agama agar ia dapat beribadah dan berusaha dengan baik yang sesuai
dengan tuntutan agama sehingga hidup di dunia ini tidak sia-sia dan dapat
dijadikan sebagai bekal menuju hari akhir.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan tentang nilai-nilai pendidikan dalam
kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman, yaitu
hadih maja péut barèh, lhéi barèh, dua barèh, dan saböh barèh yang telah dipaparkan dalam bab IV, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1)
Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman merupakan cerminan dari sikap dan
tingkah laku masyarakat Aceh yang dilisankan melalui hadih maja, dan mengandung
berbagai jenis nilai di dalamnya.
2)
Berdasarkan hasil
penelitian tentang nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan hadih maja
karangan Iskandar Norman, yaitu hadih maja péut
barèh, lhéi barèh, dua
barèh, dan saböh barèh, terdapat 4 macam nilai pendidikan di dalamnya, yaitu (1) nilai
pendidikan religius yang terkandung dalam 6 kutipan data, (2) nilai pendidikan
moral yang terkandung dalam 47 kutipan data (3) nilai pendidikan sosial yang
terkandung dalam 22 kutipan data, dan (4) nilai pendidikan budaya yang terkandung
dalam 23 kutipan data.
3)
Keempat nilai pendidikan yang terkandung dalam
kumpulan hadih maja karangan Iskandar Norman tersebut, pada hakikatnya
merupakan konsep hidup masyarakat Aceh. Ada yang
dapat dijadikan panutan untuk dikerjakan dan bahkan ada juga yang dijadikan
sebagai sebuah perintah yang bermakna larangan.
|
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka
penulis menyarankan kepada berbagai pihak yaitu sebagai berikut :
1)
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan hadih
maja karangan Iskandar Norman patutlah diaplikasikan dalam keseharian dan dapat
dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku dalam bermasyarakat.
2)
Melalui penelitian ini diharapkan kepada
mahasiswa khususnya mahasiswa prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar lebih mendalami tentang
kajian yang berhubungan dengan sastra lisan Aceh, khususnya hadih maja. Dengan
demikian, akan lebih memperkuat jati diri mahasiswa tersebut sebagai bagian
dari mahasiswa prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
3)
Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan juga kepada
prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah agar memperhatikan lagi materi
perkuliahan tentang pengkajian sastra lisan Aceh melalui berbagai cara,
misalnya dengan menyajikan
bahan bacaan yang bermutu dan tenaga pendidik yang berkualitas serta ahli dibidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hamid, Mukhlis. 2007. Sastra dan Problematika Pembelajarannya di
Aceh. Jakarta: Mitramedia.
Aminuddin.
2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru
Argesindo.
Argesindo.
Endaswara,
Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Widyatama.
Harun, Mohd. 2012. Pengantar Sastra Aceh. Medan: Perdana
Mulya Sarana.
Mustakin. 1994. Membina Kemampuan Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
Norman,
Iskandar. 2011. Hadih Maja Karangan Iskandar
Norman (Filosofi Hidup Orang Aceh). Banda Aceh: Bandar Publishing
Nurgiantoro,
Burhan. 2008. Teori Pengajian Fiksi.
Yokyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.
Redaksi, Tim.
2010. Kamus Dwibahasa Indonesia Aceh. Banda Aceh : Pena.
Rosyadi. 2003. Nilai-nilai Budaya dalam Naskah Kaba. Jakarta: CV Dewi Sri.
Semi,
Atar. 2003. Metode Penelitian Sastra.
Bandung: Angkasa.
Taringan,
Hendri Guntur. 1985. Pengajaran Gaya
Bahasa. Bandung: Angkasa.
Uzey. 2009. “Macam-macam Nilai”. Dalam http://uzey.blogspot.com/2009/09/pengertian-nilai. diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1989. Teori
Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Wildan. 2010. Kaidah
Bahasa Aceh. Banda Aceh : Geuci.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar